Senin, 26 Februari 2018

Reni Tokoh Karang Taruna Wanita yang Energik dan Pegang Prinsip

Oleh Drs. Arief Kushara
Ketua Karang Taruna Kelurahan Manggarai tahun 1975-1979, Wakil Ketua Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kec. Tebet, sering mewakili Jakarta Selatan, DKI Jakarta & Nasional, Sekretaris Majelis Peritimbangan Karang taruna tahun 2010-2015, dan Tim Penilai Karang Taruna Teladan/Berprestàsi tingkat Nasional.

Reni merupakan tokoh Karang Taruna Wanita yang energik dan selalu memegang prinsip atas keberadaan Karang Taruna sebagai organisasi sosial yang tidak vertikal tapi horizontal. 

Saya kenal saat beliau sebagai Ketua Karang Taruna Kelurahan Kàyu Putih Rawamangun Jakarta Timur.   Saya sangat terkesan pada beliau saat diadakannya Musyawarah Kerja Nasional Karang Taruna se Indonesia tahun 1981 di Garut.

Jabatan beliau waktu itu sebagai Ketua Komisi A bidang Organisasi.  Yang menonjol saat itu adalah adanya usulan bahwa perlu ada Karang Taruna ditingkat Kecamatan. Beliau menekankan jangan sampai keberadaan KT ditingkat kecamatan sebagai atasan Karang Taruna tingkat Desa/Kelurahan. Karenanya beliau mengusulkan dan disepakati oleh floor agar nama Karang Taruna tingkat Kecamatan menjadi Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT) Kecamatan.

Atas dasar itulah maka keluar Peraturàn Menteri Sosial  nomor 13 tahun 1981 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna. Walau saat itu sebagai utusan Karang Taruna wilayah DKI Jakarta sebanyak 5 oràng dari lima wilayah kota termasuk saya sudah sepakat ditingkat kecamatàn hanya Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT).

Alasannya  mengapa FKKT dan bukan MPKT,  menurut Reni karena istilah Mimbar kesannya melembaga, sehingga dikhawatirkan akan menjadi atasan Karang Desa/Kelurahan.

Inilah salah satu alasan saya menyatakan Reni sebagai figur aktivis Karang Taruna yang punya prinsip pada saat menjadi Pimpinan Sidang Komisi A dalam Musyawarah Kerja Nasional Karang Taruna se-Indonesia di Garut tahun 1981.
****

Selasa, 20 Februari 2018

Figur Inovatif, Miliki Pandangan Jauh ke Depan, dan Inspiratif

Oleh Dr. Kastum, M.Pd.  
Kasubdit Pendidikan Keaksaraan dan Budaya Baca Dit. Pembinaan Keaksaraan dan Kesetaraan Ditjen PAUD dan Dikmas Kemdikbud

Juni 2012, ketika itu saya dipercaya memimpin Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI) Regioanl I Medan. Menjelang saya  menduduki  jabatan baru sebagai Kasubdit PTK Kursus dan Pelatihan, saya masih sempat menggelar acara yang sangat  monumental yaitu Gebyar PAUDNI. Acara tersebut menampilkan unjuk performen  kinerja BPPNFI Regional I Medan beserta mitra-mitranya, antara lain Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), Kelompok Bermain dalam payung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Bacaan Masyarakat serta Penerbit buku.

Acara tersebut digelar dengan menghadirkan Dirjen PNFI, yang kebetulan dijabat oleh ibu Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi. Saat itu juga beliau  baru menjabat kurang lebih 3 bulan. Merupakan acara yang kami anggap penting sebagai ajang perkenalan dirjen baru  dan sekaligus sosialisasi program Pendidikan Nonformal dan Informal kepada masyarakat.

Sungguh merupakan kebahagiaan bagi kami dengan hadirnya ibu Lydia Freyani, seorang pucuk pimpinan PNFI berkenan hadir membuka Gebyar PNFI dan sekaligus peresmian gedung baru BPPNFI Regional I Medan. Acara berlangsung meriah, tidak kurang dari 700 orang yang hadir semua memandang akan sosok dan penampilan seorang dirjen. Wowwww sungguh heboh, ibu dirjen dengan suara yang jelas dan lugas serta berapi rapi menyampaikan pidatonya. Sesekali mendapat tepuk tangan yang meriah dari para pengunjung. Acara demi acara beliau lalui dengan penuh semangat dan tak satupun acara yang terlewatkan. Para peserta stand merasa bergembira karena semua stand (50 stand) tak satupun yang terlewatkan, hingga akhir acara kami dari panitia harus mendatangkan juru pijat (spa) yang kebetulan juga sebagai peserta stand.

Sebagai pimpinan UPT Pusat, banyak kesan yang menggores di sanubari dan banyak pula pesan yang kami terjemahkan sebagai intruksi yang harus kami lakukan. Ibu Lydia Freyani memang figure yang inovatif, memahami kejiwaan seseorang, memiliki pandangan jauh kedepan, inspiratif, perkataan yang ceplas-ceplos tapi sesungguhnya tidak bermaksud menyakiti hati seseorang, berpendirian kuat dan memiliki ide-ide baru serta aura keibuan yang sangat menonjol. Semua ini kami rasakan bersama-sama dengan teman-teman BP-PNFI Regional I Medan.

Tulisan ini sekedar mengenang kembali kepiawaian sosok seorang Dirjen yang selalu membekas dihati. Kami tidak bermaksud menyanjung keberadaan ibu Lydia Freyani, tetapi inilah kenyataan yang selama ini kami alami walau terkadang banyak tantangan yang harus kami hadapi, tetapi semua ini pembelajaran yang beliau berikan yang sungguh berarti bagi kami dalam melaksanakan tugas dan sekaligus meniti jalan hidup yang lebih sempurna.

Semoga kesehatan dan keberkahan selalu Allah Berikan kepada beliau bersama keluarganya. Amin

Sosok Berkarakter, Miliki Gaya Kepemimpinan Unik, Tegas, dan Keibuan

Oleh Drs. Arman Agung, M.Pd.
Ka BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Tengah, saat mencipta lagu sebagai staf Seksi Informasi BP Paudni Regional III Makassar.

Sekelumit apa yang saya tahu tentang Ibu Prof. Dr.  Lydia Freyani Hawadi, Psikolog.

Pertama saya mendengar namanya ketika tersiar kabar bahwa beliau dilantik menjadi Dirjen PAUDNI Kemdikbud. Selanjutnya beberapa kali saya bertemu beliau saat kunjungan dinas ke BP PAUDNI Regional III Makassar (saat ini BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Selatan).


Menurut saya beliau orang yang berkarakter, dengan gaya kepemimpinan yang unik, tegas namun keibuan. Yang paling berkesan bagi saya adalah saat menetapkan lagu ciptaan saya yang berjudul "Mars PAUDNI" sebagai lagu Mars bagi Ditjen PAUDNI Kemdikbud.


Bagi saya, itu seperti mimpi yang jadi kenyataan. Sama sekali tidak pernah saya menyangka bahwa lagu yang dibuat di pelosok negeri bisa dihargai sedemikian itu. Terimakasih Ibu.

Sayangnya lagu itu tidak dipakai lagi, namun Ibu telah menunjukkan kerendahan hati Ibu dan apresiasinya terhadap karya seni anak bangsa tanpa memperdulikan dari mana asalnya.

Terima kasih Ibu.

Miliki Semangat yang Tinggi

Oleh Drs. Hadiyana, M.M.
Kepala BPPAUD dan DIKMAS Papua

Kebersamaan kami dengan Ibu Dirjen PAUDNI 2012-2014, Prof.Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog yang biasa disapa Ibu Reni   terbilang singkat. Namun demikian  banyak hal yang kami peroleh,  diantaranya:

Pertama, pada masa kepemimpinan beliau, PAUD benar-benar mampu menjadi primadona. Beliau berupaya keras meningkatkan akses PAUD dengan penerapan kebijakan Satu Desa Satu PAUD.

Kedua, sebagai UPT  kami diberikan pencerahan tentang pentingnya identitas. Hal ini ditunjukkan dengan kebijakan "Keseragaman" nama pada PAUD-PAUD binaan atau labsite UPT. Nama yang selalu beliau sarankan adalah AMANDA yang merupakan singkatan dari Anak Mandiri dan Berguna. Nama ini digunakan hingga sekarang. Seperti pada PAUD Amanda Papindo (di BP-PAUD dan Dikmas Papua) serta PAUD AMANDA INAPUKA 1 dan 2 (di SKB Kabupaten Buru, Buru).

Ketiga,  yang paling berkesan lainnya adalah semangat yang beliau tularkan. Meski sudah tidak lagi muda, beliau tetap semangat, ceria saat mengunjungi satuan PAUDNI bahkan hingga di pelosok. Contohnya   saat mengunjungi Papua, Papua Barat, dan Halmahera Selatan beliau tampak  bersemangat, dan tidak kenal lelah.

***

Wanita Rendah Hati, Cerdas, dan Kreatif

Oleh Dr. H. Edy Junaedi Sastradiharja, M.Pd.
Dosen Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Pelaksana Harian Yayasan Syifa Budi Perwakilan Cibinong; Pengelola sekolah Al Azhar Syifa Budi Cibinong Bogor

Prof. Dr. Hj. Reni Akbar- Hawadi, Psikolog  sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 adalah Konsultan Pengembang Keberbakatan pada Program Siswa Cerdas Istimewa di SD-SMA Al Azhar Yayasan Syifa Budi Jakarta. 

Kiprah beliau dalam mengembangkan keberbakatan sungguh luar biasa. Prof. Reni berkali-kali mengadakan seminar keberbakatan dengan mengundang pakar pakar baik dari dalam maupun luar negeri, mengunjungi negara negara yang sudah peduli tentang keberbakatan siswa.

Beliau sendiri seorang pakar keberbakatan dan sudah banyak menulis buku tentang kerberbakatan sebagai referensi  para guru. Kegigihan beliau dalam menghargai anak cerdas istimewa sungguh diapresiasi khususnya oleh para praktisi pendidikan termasuk saya, karena anak cerdas istimewa merupakan modal penting dalam pengembangan SDM yang berdaya saing global. 


Dalam pandangan saya, beliau adalah wanita rendah hati, cerdas, kreatif, dan memiliki kesungguhan dalan membangun kualitas SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing melalui pengembangan keberbakatan anak.
***

Sosok yang Tak Mudah Menyerah

Oleh Ny. Ledia Soplanit
Teman SMA Reni Hawadi


Reni Hawadi merupakan sahabat saya kala masih duduk di SMA. Ia merupakan teman berbagi cerita, canda, mimpi dan cita-cita. 


Di mata saya Reni adalah sosok yang tidak mudah menyerah, memiliki leadership yang baik, dan teruji.

Dia melesat menggapai cita dan cintanya, hingga sukses membina rumah tangga dan mencetak anak-anak berprestasi.

Bravo buat Reni  yang banyak menjadi inspirasi bagi generasi dibawahnya.
***

Senin, 19 Februari 2018

Mahasiswa Senang Belajar Bersama Bu Reni

Oleh Prof. Nurhayati Djamas 

Dosen Senior Fakultas Psikologi dan Pendidikan Universitas Al Azhar Indonesia dan Mantan Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Hubungan Antar Umat Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia periode 2006-2011


Saya mengenal baik bu Reni, karena kami pernah sama-sama menjadi pengurus dan konselor di BP4 pusat.  Saya juga mengetahui bu Reni sebagai salah seorang Guru Besar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Saat YPI Al Azhar merintis pendirian Universitas Al Azhar, saya sebagai salah seorang tim pendiri yang ketika itu juga anggota Bappendik Yayasan Pesantren Islam Al Azhar.  Diantara fakultas yang dibuka ketika itu adalah Fakultas Agama Islam dengan jurusan tarbiyah konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini serta jurusan dakwah,  Bimbingan Penyuluhan Islam dengan  konsentrasi Healing dan Konseling.  


Diawal berdirinya UAI, saya dipercaya untuk menjabat sebagai Dekan Fakultas Agama Islam dengan dua  jurusan tersebut. Karena kedua jurusan di FAI dan konsentrasi masing-masing mempunyai kurikulum cabang ilmu psikologi, saya langsung teringat pada bu Prof Reni yang  Guru Besar Psikologi UI. Kami menginginkan universitas yang baru berdiri ini punya hubungan dengan  UI dan ITB. Maka karena itulah saya meminta bu Reni yang sudah saya kenal cukup lama itu untuk bisa "nyambi" mengajar di UAI. Sejak itulah bu Reni merupakan bagian tim akademik dari keluarga besar UAI dan Al Azhar sampai sekarang. Para mahasiswa senang mengikuti kelas bu Reni karena mahasiswa sekelas sering ditraktir oleh beliau.


Pada tahun 2008, kami di FAI merencanakan untuk membuka prodi baru yaitu Prodi Psikologi yang mula niatnya membuka prodi Psikologi Islam.  Namun karena tidak ada nomenklatur psikologi Islam, kami akhirnya fokus membuka prodi psikologi. Alhamdulillah berkat perjuangan kami ke Kemendikbud saat itu pada tahun 2009 keluar izin pendirian Prodi Psikologi dan karena sudah ada Prodi Psikologi, maka universitas mempunyai kebijakan untukk melebur FAI menjadi fakultas baru yaitu Fakultas Psikologi dan Pendidikan,  saya masih menjabat sebagai Dekan FPP selama kurang lebih 2 tahun dan tetap menjadikan bu Reni sebagai Tim Akademik di fakultas yang baru dilebur sebagai FPP tersebut. 


Itulah kesan yang dapat saya ungkapkan ketika saya masih sebagai tim manajemen fakultas sebelum pergantian rektor dan para dekan yang merupakan "ashhabul awwalun" atau generasi pertama di UAI.


***

Prof. Reni Berkomitmen Memajukan Pendidikan di Daerah Perbatasan

Oleh Dr H Muhammad Yunus, M.Si.
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Universitas Borneo Tarakan

Saya sangat terkesan ketika pertama bertemu Prof. Reni Akbar-Hawadi yang saat itu beliau sebagai Dirjen PAUDNI pada tahun 2013 di ruang kerjanya. Saat itu  saya menjabat Kadis Dikbudpora Prov. Kaltara dan baru dua bulan menjalankan tugas di Provinsi ke-34. Saya bermaksud melakukan koordinasi dan konsultasi pembinaan PAUDNI. Beliau menerima kami dengan ramah dan penuh perhatian mendengarkan informasi tentang Kalimantan Utara dan beliau langsung memanggil para direkturnya untuk menyampaikan informasi tentang program kerjanya yang dapat disinergikan dalam percepatan pambangunan PAUD DIKMAS di Kaltara kala itu.

Pada saat itu juga menyampaikan bahwa beliau menjadwalkan akan berkunjung ke Kaltara bersama para direkturnya. Saya kagum dan bangga punya mitra kerja yang sangat responsif dan mempunyai komitmen memajukan pendidikan daerah perbatasan.

Sebagai wujud komitmen beliau maka dua minggu kemudian datang ke Kaltara bersama para direktur di lingkup Direktorat PAUD dan Dikmas. Beliau bersama kami berkunjung ke Tarakan, Nunukan, dan Sebatik untuk melihat secara langsung kondisi Paud Dikmas di setiap daerah. Beliau bertemu dan berdialog dengan guru dan pengelola PAUD dan PKBM, terkesan dialog antara ibu dengan anaknya.

Kemudian komunikasi yang beliau bangun dengan kami di provinsi bar ini tiada henti untuk selalu menelpon kami menanyakan perkembangan pendidikan di Kaltara. Prof. Reni tiada bosan membimbing kami dalam percepatan pembangunan PAUD DIKMAS di Kaltara.

Begitu juga setelah beliau tidak menjabat sebagai dirjen, masih juga tetap berkomitmen membantu kami dari berbagai konsep untuk pengembangan pendidikan. Bahkan sampai saat ini walau saya sudah tidak lagi menjabat Kadis (sebagai Dosen di FKIP UBT) beliau tetap membangun komunikasi dan mengajak berdiskusi tentang pembangunan pendidikan Kaltara.

Saat beliau mengetahui saya menjadi Dekan FKIP UBT beliau juga terus memberi masukan dan mengajak diskusi tentang pengembangan pendidikan tinggi dan pendidikan dasar menangah walau melalui WA atau telpon.  Sampai saat inipun beliau terus mengajak disksusi tentang kemajuan pendidikan dasmen di Kaltara maupun pendidikan tinggi.

Beliau banyak memotivasi saya untuk terus berpikir untuk kemajuan Kaltara baik di bidang pendidikan dasar menengah dan pendidikan tinggi. Apalagi ketika beliau mengetahui saya sudah menjadi wakil rektor beliau semakin semangat memotivasi saya untuk terus berfikir dan bekerja untuk kemajuan pendidikan di Kaltara.

Kesimpulan saya tentang sosok Prof. Reni adalah orang yang peduli, mempunyai komitmen untuk memajukan pendidikan di perbatasan. Sosoknya rendah hati, visioner,  konsisten dan tegas serta disiplin dalam bersikap.

***

Minggu, 18 Februari 2018

Tak Pernah Lelah Bekerja dan Berkarya

Oleh Sri Nurhidayah, SH., M.Si.
Kepala Program Sekolah Cendekia Baznas

Saya biasa memanggilnya mbak Reni, dosen saya saat mengambil Program S2 Sains Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi UI.

Awal-awal saya terkejut dengan kelugasannya. Teringat ketika membuat tugas dari beliau.  Di awal beliau berkomentar pendek bagus namun di tugas kedua, mbak Reni mengatakan jeleknya tugas saya. Tidak kompromi dengan standar yang normal itulah mbak Reni.  Mungkin karena kesetiaannya mendalami gifted education Psikologi Pendidikan Keberbakatan, sehingga beliau mengira semua orang dapat melakukan hal sebaik anak-anak berbakat he..he…

Saya sering mengikuti instagram beliau @renihawadi untuk memotivasi diri, betapa mbak Reni yang tidak pernah lelah bekerja dan berkarya. Sungguh, mungkin sampai hari ini pendidikan Indonesia belum sepenuhnya menghargai keberbakatan seseorang, namun mbak Reni mungkin tidak tahu bahwa banyak muridnya (salah satunya saya) di tingkat lokal terus berupaya mengoptimalkan potensi anak-anak Indonesia.

Teruslah berkarya mbak, dan jadilah inspirasi bagi kami-kami yang lebih muda...

Ibu Reni Sosok Perfeksionis yang Fair

Oleh Dr. Yusuf Muhyiddin, M.Pd.
Direktur Kelembagaan dan Kemitraan pada Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan Kemdikbud RI

Ibu Reni yang saya kenal pertama kali adalah orang mau kenal pejabat atau staf. Secara bergiliran pertemuan dengan semua unit eselon 2. Dalam pertemuan itu ibu seperti dapat menerka siapa pribadi dari masing-masing orang. Itu mungkin karena ibu adalah seorang psikolog.

Kemudian dalam setiap pertemuan ibu juga banyak bertanya tentang  apa yang dikerjakan pejabat atau staf, sekaligus memberi tanggapan yang positif maupun negatif kalau ibu tidak suka atau tidak setuju. Ibu juga mencatat dalam buku besar semua pernyataan atau penjelasan staf dalam setiap rapat.


Menurut saya Ibu Reni sosok perfeksionis. Ingin yang terbaik dalam pekerjaan dan acara seremonial sehingga kalau sesuatu tidak sesuai dengan keinginan ibu, staf atau orang lain kena marah. Tapi ibu juga fair kalau pejabat atau staf melakukan sesuatu yang baik maka ibu memujinya.


Saya sendiri tak pernah kena marah ibu. Kalau saya kebetulan mendampingi ibu dalam kunjungan lapangan, ibu orangnya bersahaja, santai, ceria dan menyenangkan.

Saat ibu Reni menjadi dirjen, saya sebagai kasubdit Kelembagaan dan Kemitraan pada Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan.
***

Sosok Wanita Karier Plus Ibu Rumah Tangga Sejati

Oleh Sri Nurhajati, S.E.

Sekretaris Pribadi Dirjen Paudni periode 2012-2014, saat ini Subbagian Kepegawaian Sekretariat Direktorat Jenderal Dikdasmen Kemdikbud RI


Mengikuti Bu Reni atau Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, M.M. Psikolog, adalah mengikuti pribadi berbakat. Terengah-engah pasti. Namun seperti pepatah ‘hasil tidak pernah mengkhianati usaha’ adalah cermin kehidupan Bu Reni. 


Bagi saya saat mengikuti kesibukan beliau sebagai Dirjen PAUDNI Kemendikbud adalah melihat  bagaimana kerja keras seorang ibu dengan 6 anak untuk menyeimbangkan bakti bagi negara dan kewajiban rumah tangganya.


Kerja keras mengoptimalisasi penyerapan anggaran Direktorat Jenderal PAUDNI secara efisien dan efektif, tidak sekedar prosentase serapan yang tinggi, menjadi fokus Bu Reni saat menjabat sebagai Dirjen PAUDNI. Acuan Renstra menjadi panduan utama dalam setiap program kerja beliau.


Melihat kesibukannya bahu membahu bersama suami, merawat anak-anak sekaligus menjalankan tugas luar kota menjadi hal yang menarik. Namun sungguh, hari ini ke-6 anak beliau telah mandiri dan menyelesaikan pendidikan tingginya. 


Bu Reni, yang Maret 2018 ini berusia 61 tahun, kini mulai menuai usaha yang telah dilakukannya. 

Semoga sehat selalu bu...

***

Saya Banyak Belajar dari Ibu Reni Akbar - Hawadi

Oleh Khairunnisa, S.Psi.
Koordinator Administrasi Kantor Konsultan Psikologi PT RENI AKBAR – HAWADI, kini Training & Development Specialist PT. URC Indonesia

Hal yang terlintas ketika mengingat Ibu Reni Akbar – Hawadi adalah sosok Srikandi Indonesia yang tangguh dan gigih. Perjuangan beliau dalam kancah psikologi Pendidikan (anak berbakat khususnya) tidak kenal Lelah.

Lebih dari  10 tahun mengenal beliau, sejak dari mahasiswa S1 di Psikologi Universitas Indonesia serta  bekerja di Konsultan Psikologi PT Reni Akbar - Hawadi membuat saya banyak belajar mengenai Integritas, totalitas, serta kesungguhan  dalam bekerja. 

Di sisi lain beliau juga banyak menginspirasi mengenai sosok seorang Ibu sebagai pendidik utama bagi anak – anaknya, sebagai generasi penerus bangsa.

Banyak sekali transfer of value  mengenai pengasuhan serta Pendidikan anak, hubungan interpersonal serta manajemen rumah tangga yang saya dapatkan dari beliau di sela sela diskusi pekerjaan kantor saat itu.

Saya sungguh sangat beruntung bisa belajar banyak dari Ibu Reni.
****

Pekerja Keras dan Perfeksionis

Oleh Ika, S. Psi.
Associates di Kantor Konsultan Psikologi PT. Reni Akbar-Hawadi era tahun 1990

Awal kenal saya dengan mbak Reni ialah waktu teman saya Mutia Savitri minta tolong saya untuk menggantikan dirinya jadi interviewer di bironya mbak Reni yang bernama kantor Konsultan Psikologi PT. Reni Akbar-Hawadi. Saat itu biro sedang menangani rekrutmen karyawan Bank Duta. Kalau tidak salah itu awal tahun '90.

Sebelumnya saya tahu mbak Reni sebagai senior saya di kampus, tapi jarang ketemu.
Di awal perkenalan itu saya langsung ditawari oleh mbak Reni untuk pegang proyek Officer Development Program (ODP) Bank Bukopin. Bertanggung jawab dari proses awal, dari menseleksi surat-surat,  lamaran, sampai mendapatkan calon-calon peserta ODP yang sesuai dengan kebutuhan Bank Bukopin.

Sebenarnya saat itu heran juga saya, kok baru pertama kali ketemu/kenal tapi mbak Reni langsung percaya dan menyerahkan tugas tersebut kepada saya, padahal banyak teman-teman  Psikolog yang sudah lebih dulu kenal dan bekerja sama dengan mbak Reni. Tetapi saya tidak pernah menanyakan alasannya. Yang penting, karena saya menyanggupi ya langsung kerjakan saja. Dari situ awal saya akhirnya terlibat di dalam kegiatan biro.

Di biro saya bekerja sama dengan almh. Ari (Endang Prabandari) dan Uni (Yuniar Muchlis)  dibantu 3 orang yang menangani administrasi dan lainnya yaitu Iis, Eni dan Asyhari. Kami melakukan kegiatan rekrutmen (psikotes, interview sampai penyajian laporan hasil seleksi) dan juga melaksanakan psikotes bagi anak-anak  TK yang akan masuk ke SD. Sempat juga melakukan 'marketing' atau menyampaikan proposal perkenalan ke  FIN Cargo di daerah Pejompongan dan BRI Pusat.

Pada saat itu biro kami dalam menjalankan kegiatan masih sederhana, tapi alhamdulillah bisa berjalan dengan baik. Kerjasama diantara saya dengan mbak Reni dan juga teman-teman cukup menyenangkan.


Menurut saya, mbak Reni itu pekerja keras dan perfeksionis tapi juga masih bisa diajak ngobrol santai. Semangatnya tinggi dalam mewujudkan keinginannya. Hubungan kami dengan keluarga mbak Reni juga baik.

Hanya sekitar 1,5 tahun lamanya saya bekerja di biro. Pada akhir Mei 1991 saya diterima bekerja di salah satu bank di Jakarta.

Sampai saat ini, hubungan saya dengan mbak Reni masih tetap baik. Bahagia saya melihat mbak Reni semakin sukses, baik di karier maupun dalam membina keluarga.
***

Ibu Dirjen Sering Beri Support Positif

Oleh Drs. Suparjo, M.Pd.
Kabag Keuangan dan BMN Ditjen PAUD dan Dikmas Kemdikbud RI

Saat Ibu Reni menjadi Dirjen PAUD dan Dikmas  ada dua kesan mendalam yang masih saya ingat sampai sekarang. 

Pertama, saat rapat bersama seluruh staf di bagian keuangan. Kala itu saya diberikan kesempatan untuk menjelaskan  proses bisnis di bagian keuangan.  Jika yang lain hanya secara lisan,  maka saya menjelaskan melalui tulisan di papan tulis. Bagi saya yang sangat mengesankan ketika ibu mengatakan bahwa saya pantas menjadi kabag keuangan padahal saya baru ijin menjelaskan dengan papan tulis. Sempat saya berfikir seolah-olah penjelasan saya akan dapat diterima, walaupun blm terjadi. Apresiasi dan support tersebut  begitu berharga bagi saya. Terus terang mampu membangkitkan kepercayaan diri saya, walaupun saya sering merasa minder dengan  yang ada pada saya kala itu.

Kedua, saat rapat tim SPI  bersama dirjen beserta sesditjen. Saat itu saya menyampaikan program SPI yang belum berjalan yaitu menyelenggarakan  Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) dengan  narasumber dari masing-masing bagian dan direktorat untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi SPI. Saya merasakan Ibu Reni selaku dirjen  dan ibu Ella sebagai sesditjen begitu  sangat cocok dan mendukung program PKS itu, walaupun belum terlaksana.  Kesan mendalam terhadap ibu Reni ketika ada pernyataan senang jika rapat ada saya karena selalu ada ide-ide baru yang dapat dilaksanakan. Saya juga merasa bangga ketika diminta membuat surat yang ditandatangani Dirjen untuk dikirim ke Setjen yang isinya minta klaas jabatan tersendiri untuk SPI  agar tidak sekedar tugas tambahan,  akan tetapi tugas tersendiri seperti klass jabatan yang lain. Tujuannnya agar SPI bisa berperan sesuai tugas dan fungsinya.

Demikian kesan mendalam saya tentang ibu Reni. Sebenarnya masih banyak kesan dan inspirasi yang saya petik. Ibu Reni itu sosok yang senantiasa berbicara terbuka dan seakan-akan mampu membaca apa yang terjadi di sekitar dengan cepat. Mungkin karena ibu Reni seorang psikolog sehingga mampu membaca kepribadian orang sekitar dengan  cepat dan mendekati kebenaran.

****

Sabtu, 17 Februari 2018

Ibu Reni Hawadi Tokoh Responsif Gender

Oleh Sri Ujiani Lies Purwati, M.Sc.

Sepanjang yang saya kenal Prof. Reni termasuk tokoh yang  sangat responsif gender. Baik dari sisi akses, dan kesempatan maupun manfaat dalam pengambilan kebijakan publik. Selain itu ia juga memiliki konsep yang jelas dan terukur terutama dalam membangun  pengembangan  Pendidikan Anak Usia Dini menuju generasi Indonesia emas. Saat menjabat Dirjen PAUDNI Kemdikbud periode 2012-2014 konsepsi itu telah berhasil diimplementasikan dengan baik
.
Hal lain yang saya ingat Prof. Reni memiliki sikap sok cuek. Ternyata sikap  tersebut justru sesuai dengan naluri perempuan dan guru besarnya  yang  peka dengan problema sosial. Dampaknya sangat bermanfaat  bagi masyarakat atau karyawan. Terutama kepekaan dirinya dalam merespon aspirasi dan  keluhan masyarakat kecil yang membutuhkan bantuan.

Sisi lainnya isteri dari H. Zulkifli Akbar ini termasuk pribadi yang supel dan mudah menjalin kerjasama atau kemitraan dengan berbagai kalangan.  Akhirnya ia mampu membangun kebersamaan menuju keberhasilan suatu program.

Demikian sosok Prof. Reni sepanjang yang saya kenal selama ini.

Prof. Reni Sosok yang Miliki Jati Diri Luar Biasa

Oleh Drs. Sonson Sanusi W, M.M. 
Kepala Kantor Keluarga Berencana Kota Jakarta Selatan

Kala tahun 1970 sampai 1980-an saya mengenal sosok Reni. Setidaknya ada beberapa momen yang membuat saya kenal dekat. Pada tahun 1972 kala itu Kampung Ambon masih berupa jalanan tanah. Ada gadis cantik berwibawa yang sering lewat  jalan Pondasi dengan mengendarai mobil Jeep tentara (Mitsubishi). Nah, menurut informasi beberapa teman, ia bernama Reni, anak Pak Kolonel Doelli Hawadi.  Seorang tokoh yang berpengaruh kala itu. 


Selanjutnya pada awal tahun 1979 saya ditugaskan Ketua RW mencari calon pemimpin Ikatan Remaja (IKAREMA)     Periode 1979-1982. yang mumpuni. Saya dan beberapa teman ke  Rumah Jalan Trijaya No.19 untuk meminta kesediaan Reni menjadi panitia. Berikutnya Reni terpilih jadi formatur dan teman-teman saat itu sepakat mengusung Reni sebagai Ketua I IKAREMA. 

Pasca Reni menjadi nakhoda IKAREMA, kegiatan remaja semakin aktif dan kondusif.  IKAREMA dibawah kepemimpinan Reni pernah menghadirkan Kak Seto, mengadakan upacara bendera 17 Agustus 1979, peringatan Hari Kartini dan lainnya.


Saya mengenal Reni sebagai pribadi yang memiliki jati diri luar biasa. Selain itu Reni sosok setia, tanggungjawab, mandiri, disiplin, tegas, peduli dan tak kalah pentingnya memiliki sifat bijaksana. Di bawah kepemimpinan Reni organisasi berjalan dengan baik.


Di saat lesunya Pengurus Karang Taruna Kelurahan Kayuputih pada penghujung tahun 1979,   Reni Hawadi dipercaya sebagai Ketua l Karang Taruna Kelurahan Kayu Putih. Dengan kiprahnya  yang positif  Reni yang saat itu sebagai mahasiswi Psikologi  UI, pada tahun 1980 dipercaya sebagai utusan Karang Taruna DKI Jakarta  ke Munas di Garut/HKSN yang dibuka Wapres  Adam Malik saat itu. Kalau tak salah saya ikut mengantar Reni naik bis sekaligus mensupport Reni agar sukses mengikuti kegiatan di Garut.


Pada tahun 1980-an mahasiswa/i Fakultas  Psikologi  dan Fakultas  Ilmu Sosial UI melakukan survei atau penelitian di Karang Taruna Kayuputih. Reni selalu hadir atau berada di tengah-tengah kegiatan remaja sebagai wujud empati yang yang tinggi. Contohnya dalam lomba-lomba VG se-DKI tahun 1982.


Sungguh, saya tak kaget ketika sosok Reni yang saya kenal sejak remaja 40 tahun silam kemudian sukses menduduki eselon I di kemendikbud RI. Aktivitasnya kini di berbagai organisasi tak lepas dari pengalamannya saat remaja bergelut di organisasi. 


Selamat buat Reni dan teruslah berkarya untuk bangsa.
***

Jumat, 16 Februari 2018

Dirjen PAUDNI Anjurkan CSR Berupa Bantuan Kualifikasi Guru

Jakarta,(MR)
DIREKTUR Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI), Lydia Freyani Hawadi mengatakan salah satu target negara-negara di Asia Pasifik untuk PAUDNI adalah tercapainya kualifikasi guru PAUD dengan pendidikan minimal S1. Karena itu, untuk mendukung Kemdikbud mencapai target tersebut, ia menganjurkan perusahaan-perusahaan yang ingin mengadakan Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang PAUD, untuk memberikan bantuannya berupa peningkatan kualifikasi guru PAUD.

“Jadi sekarang kalau mau CSR, saya cuma bilang saya minta tolong bantuan kualifikasi aja. Supaya guru-guru TK itu jadi S1,” ujarnya usai menghadiri acara pelantikan pejabat Kemdikbud di Graha Utama Kemdikbud, Rabu, (5/6), Jakarta.

Ia menambahkan, bantuan kualifikasi dari kegiatan CSR juga bisa berupa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk guru-guru PAUD. Lulusan S1 dari program studi apapun, katanya, bisa menjadi guru PAUD, tetapi mereka harus tetap mengikuti diklat PAUD untuk menjadi guru PAUD.

“Misalnya sarjana hukum, tapi jiwa panggilannya mengajar PAUD, jadi dia nggak ada konsep tentang PAUD , makanya harus didiklatkan. Jadi program studi apapun harus tetap ada diklat dasar PAUD itu,” jelas wanita yang akrab disapa Reni tersebut.

CSR dalam bentuk kualifikasi guru PAUD tersebut diperlukan untuk membantu Kemdikbud mencapai cita-cita 100 tahun Indonesia merdeka, yaitu membentuk generasi emas yang cerdas dan kompetitif. Sementara anggaran untuk PAUD dalam APBN, dikatakannya, masih terbatas.

Lydia menuturkan, saat ini dalam APBN, alokasi anggaran untuk kualifikasi guru PAUD sebesar 90 juta rupiah. Anggaran tersebut hanya bisa digunakan untuk diklat 7200 guru. “Bayangin aja, kita hanya mampu untuk 7200 guru, padahal guru PAUD kita ada 260.000,” katanya. Karena itu, ia merencanakan penggunaan anggaran ke depannya akan diprioritaskan untuk peningkatan kualifikasi guru PAUD. >> Nokipa


Kegigihan Orang Tua Mengasah Bakat, Kunci Sukses Anak

Ayahbunda bersama Vitalac 1+ hadir di Surabaya, pada 14 Juni 2008 lalu. Seperti seminar yang telah dilakukan di Jakarta, seminar ini mengetengahkan tema “Strategi Mengembangkan Bakat Balita”.

Berbicara tentang bakat, para peserta seminar ini tentu perlu tahu, berbagai faktor yang memengaruhi bakat si kecil dan cara mengenalinya. Dr. Reni Akbar-Hawadi, PSi, yang menjadi narasumber ahli dalam seminar yang kali ini dilakukan di Hotel Hyatt Regency Surabaya lalu berpendapat, bakat dipengaruhi dari nature (bawaan yang diturunkan orang tua) dan nurture (pembentukan dari lingkungan).

“Pengaruh yang didapat dari lingkungan sekitar (nurture), meliputi status gizi, sosial ekonomi, budaya dan sebagainya,” lanjut psikolog yang juga Ketua Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Itulah sebabnya, orang tua perlu memenuhi kebutuhan anak akan gizi yang yang seimbang dan cukup, selain semangat untuk mengasah dan mengembangkan bakat anak.

Reni menyarankan agar orang tua mengembangkan bakat anak dengan cara memberikan kebebasan anak untuk menentukan pilihan-pilihan. Selain itu, orang tua harus menghargai keunikan anak. Dengan melakukan pendekatan emosional, serta menerapkan nilai-nilai yang diharapkan bersama, serta berpikir realistis, orang tua akan dapat mengembangkan kreativitas serta menerapkan visi sesuai dengan minat anak.

Sederhana namun kreatif.  Berjabat tangan, misalnya. Menurut Henny Supolo Sitepu, MA,  konsultan pendidikan yang menjadi narasumber kedua dalam seminar ini mengungkapkan betapa hal-hal sederhana bisa mengasah bakat si kecil. "Sesederhana, berjabat tangan secara nyaman dengan anak, orang tua telah mengembangkan berbagai potensi diri anak," jelas Henny. Nampaknya sepele, tetapi kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri si kecil, mengasah kemampuan anak menjalin hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.

Henny menggarisbawahi, orang tua dan anak adalah "satu tim". Agar sukses, tim ini membutuhkan keterbukaan untuk mencegah datangnya masalah-masalah yang lebih besar di kemudian hari. Selain itu, pendidik selalu kreatif dan hangat ini juga mengajak para ayah dan bunda untuk menghindari membandingkan anak dengan anak lain, memberi label anak serta memaksakan minat pribadi kepada anak.
Selain presentasi dari kedua ahli, seminar juga diramaikan dengan kuis dan pembagian hadiah. Hilbram Dunar, moderator seminar ini melemparkan beberapa pertanyaan yang langsung bisa dijawab dengan benar oleh para peserta.
Yang juga dinantikan tentu doorprize dan grand doorprize dari Vitalac 1+ dan Majalah Ayahbunda. Tak berhenti di situ, acara ditutup dengan kegiatan makan siang bersama. Wah, sudah dapat ilmu, hujan hadiah, makan nikmat pula.

Sumnber: mediarakyatnews.com

Label Sekolah Internasional Dihapus

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menaturalisasi seluruh sekolah dan lembaga kursus yang berlabel internasional atau dikuasai pemodal asing. Seluruhnya saat ini menjadi Lembaga Pendidikan Indonesia (LPI). Jika ingin mempertahankan status “internasional”, mereka wajib berstatus sebagai SPK (satuan pendidikan kerja sama).

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud Lydia Freyani Hawadi menuturkan, aturan baru itu tertuang dalam Permendikbud 31/2014. “Berlaku mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan tinggi. Selain itu, untuk lembaga kursus,” katanya kemarin (23/5).

Sesuai dengan kewenangannya, pejabat yang akrab disapa Reni itu mencontohkan, saat ini ada 44 sekolah internasional yang menyelenggarakan PAUD. Dia menuturkan, seluruh sekolah internasional tersebut sudah menanggalkan status keinternasionalannya. Sesuai dengan Permendikbud 31/2014 itu, 44 sekolah internasional tadi berubah menjadi LPI. “Kalau ingin kembali menjadi sekolah internasional, yang sekarang namanya SPK. Ada aturan mainnya,” tutur guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu. Aturan tersebut, antara lain, LPI tadi harus memiliki akreditasi A. Sayangnya, hingga saat ini sangat sedikit sekolah internasional penyelenggara PAUD yang memiliki akreditasi. “Tidak sampai lima sekolah,” ungkapnya.

Untuk itu, Reni berharap sekolah-sekolah LPI tersebut segera mengurus akreditasi ke Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN-PNF) dan berusaha mendapat akreditasi A.
Persyaratan berikutnya adalah sekolah LPI yang sudah terakreditasi A itu harus menjalin kerja sama dengan sekolah asing yang diakui di negara masing-masing. “Kalau jenjang TK, ya harus kerja sama dengan sekolah TK di luar negeri. Begitu juga jenjang di atasnya,” papar Reni.

Aturan lainnya terkait dengan pendidik. Aturan rekrutmen pendidik di sekolah internasional yang diubah sebutannya menjadi SPK itu sangat ketat. Di antaranya, wajib bergelar akademis sarjana terkait dengan jenjang pendidikan yang akan diajar. Selain itu, tenaga pendidik asing harus menguasai bahasa Indonesia dan mengantongi izin dari Kemenakertrans.

“Tidak boleh lagi asal comot. Banyak sekolah dan lembaga kursus internasional yang hanya menggaet turis untuk jadi guru. Ini tidak boleh,” papar dia. Reni menegaskan, selama ini banyak tutor di lembaga kursus asing yang ternyata hanya berstatus pelancong di Indonesia.

Aturan berikutnya terkait dengan sumber-sumber pendanaan. Dalam Permendikbud 31/2014 itu, modal dari asing hanya dibatasi maksimal 49 persen. Saat ini Reni mengakui, banyak sekolah atau lembaga kursus yang 100 persen modal atau sahamnya dimiliki orang asing. Upaya tersebut dilakukan supaya invasi lembaga pendidikan asing tidak merugikan masyarakat Indonesia.

Reni mengatakan, aturan pengetatan sekolah internasional tersebut ditenggat hingga 1 Desember 2014. Bagi lembaga yang sudah mendapat izin, mereka akan beroperasi dengan status SPK. Sementara itu, yang gagal mendapat izin SPK berstatus sekolah lokal, sama dengan sekolah-sekolah pribumi di Indonesia, atau ditutup.

Reni juga menyampaikan perkembangan penanganan kasus kejahatan seksual dan pelanggaran administrasi di TK Jakarta International School (JIS). “Informasinya, Senin pekan depan mulai sidang. Kemendikbud juga menjadi tergugat II selain JIS. Kita sudah siap,” tegasnya.

Reni mengatakan, keluarga korban kejahatan di TK JIS menggugat TK JIS dan Kemendikbud. Kemendikbud digugat karena dinilai lalai dalam membina TK JIS. Reni menuturkan, ketika membuka kasus TK JIS tersebut kepada publik, sudah siap dengan konsekuensi dicap mengabaikan pembinaan lembaga internasional di Indonesia. (wan/c6/kim)

Sumber: radarcirebon.com

Daerah Mana yang Layak Raih Penghargaan PAUD?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan memberikan penghargaan tingkat nasional pada gubernur beserta bupati atau walikota yang telah memiliki pendidikan anak usia dini terpadu unggulan (PAUD unggulan) di setiap desa. Penghargaan itu secara langsung akan diberikan oleh Presiden RI atau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus mendatang.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Lidya Freyani Hawadi mengatakan, usulan memberikan penghargaan itu pertama kali dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Usulan itu kemudian diakomodir, sebagai upaya untuk merangsang keberpihakan daerah pada dunia PAUD.
"Itu masukan dari Mendagri. Award tingkat nasional akan diberikan pada satu provinsi dan satu kabupaten yang sudah memiliki PAUD di setiap desanya," kata Lidya, atau akrab disapa Reni Akbar, Rabu (8/8/2012), di gedung Kemdikbud, Jakarta.

Seperti diberitakan, pemerintah tengah gencar mendongkrak angka partisipasi lasar (APK) di jenjang PAUDNI. Berbagai langkah pun dilaksanakan, sejalan dengan pemanfaatan bonus demografi usia produktif menjelang 100 tahun kemerdekaan Indonesia.

Dalam banyak kesempatan, Mendikbud, Mohammad Nuh sering mengatakan bahwa PAUD merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan pendidikan nasional. Meski di lain sisi, anggaran yang disediakan pemerintah melalui APBN masih sangat minim, khususnya untuk mewujudkan satu PAUD terpadu di setiap desa.

Untuk APBN 2013, jenjang PAUD dikabarkan hanya mendapat jatah anggaran belanja Rp 2,8 triliun. Jumlah tersebut tergolong paling rendah jika dibandingkan dengan anggaran belanja di jenjang lainnya. Berbagai strategi pun disiapkan, termasuk rencana untuk menggandeng dunia industri sebagai sumber pendanaan melalui program CSR.


Penulis Indra Akuntono
EditorCaroline Damanik
Sumber: kompas.com

DIY, Calon Kuat Penerima Penghargaan PAUD

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan memberikan penghargaan pada provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki lembaga Pendidikan Anak Usia Dini unggulan (PAUD unggulan) di setiap desanya. Dari penulusuran Kompas.com, Provinsi DI Yogyakarta adalah calon terkuat penerima penghargaan itu.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Lidya Freyani Hawadi, menjelaskan, DI Yogyakarta menjadi calon terkuat provinsi penerima penghargaan lantaran telah memenuhi kriteria pemilihan, yaitu memiliki kabupaten yang menyelenggarakan PAUD di setiap desanya.

"Lima kabupaten di DI Yogyakarta sudah memenuhi satu PAUD di setiap desa," kata Lidya, Rabu (8/8/2012), di gedung Kemdikbud, Jakarta.

Lidya, yang akrab disapa Reni Akbar ini menambahkan, untuk tingkat kabupaten, Bondowoso adalah calon terkuat penerima penghargaan serupa. Akan tetapi, hal ini belum sampai di keputusan final, karena tim penilai dari Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud terus melakukan verivfikasi data di daerah lainnya.

"Kabupaten lain yang berhasil memiliki PAUD di setiap desa itu Bondowoso, tetapi masih kita verifikasi terus, siapa tahu ada daerah yang datanya belum valid," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pemberian penghargaan kepada provinsi dan kabupaten/kota yang berhasil menyelenggarakan PAUD di setiap desa merupakan strategi pemerintah untuk merangsang partisipasi daerah pada dunia PAUD. Hal ini juga bertujuan mendongkrak Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUDNI yang saat ini masih tertahan di angka 34,5 persen.



Penulis Indra Akuntono
Editor Caroline Damanik

Sumber: Kompas.com

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia