Selasa, 25 September 2018

SD Jangan Paksakan Tes Masuk dengan "Calistung"

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal, Dan Informal Lydia Freyani Hawadi mengingatkan sekolah-sekolah dasar untuk tidak memaksakan mengadakan tes masuk membaca, menulis, dan berhitung, bagi calon siswa. Hal itu, menurutnya, salah kaprah. Tes yang diberikan, tegasnya, harus disesuaikan dengan pengembangan anak saat belajar di TK atau PAUD. “Jika masuk sekolah dasar itu diuji dengan membaca, menulis, dan berhitung, itu salah kaprah! Sehingga dalam hal ini, tolong dari pihak SD jangan seleksi masuk dalam hal itu.Kecuali sesuai dengan penegembangan mereka untuk masuk SD,” kata Lydia, akhir pekan lalu, di Gedung Kemdikbud, Jakarta. Ia berharap para penyelenggara pendidika mengikuti rambu-rambu yang sudah ditetapkan. Terkait PAUD sendiri, ia menekankan, akan dijadikan sebagai prapendidikan dasar yang berperan menjadi pondasi sebelum masuk ke jenjang pendidikan dasar.

"Wajib belajar sendiri itukan 12 tahun, justru TK ini merupakan pondasi untuk masuk ke dalam pendidikan dasar. Kita tahu bahwa perkembangan anak 80 persen pada usia 3 tahun hingga keberadaan PAUD ini sangat penting,” ujarnya. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, katanya, memprioritaskan agar seluruh anak mengenyam PAUD. Selain mempersiapkan kurikulum, sarana, dan prasarana, kualitas para guru juga terus ditingkatkan. “Karena keberadaan PAUD penting, kita sedang all out membuat mulai dari kurikulum yang baik, sarana dan prasarananya, maupun kualitas para guru,” ujar Lydia. “Tidak hanya sekadar menggelontarkan uang untuk pembangunan gedung, renovasinya, atau men-set up adanya PAUD, kita justru sekarang lebih meningkatkan kompetensi guru melalui program beasiswa. Beasiswa tersebut untuk S1, S2, atau D4, D1 melalui kerjasama dengan beberapa universitas,” paparnya. PenulisAyu Rahayu Elfitri EditorInggried Dwi Wedhaswary



Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "SD Jangan Paksakan Tes Masuk dengan "Calistung"", https://travel.kompas.com/read/2012/02/20/08453032/SD.Jangan.Paksakan.Tes.Masuk.dengan.Calistung.
Penulis : Ayu Rahayu Elfitri

Pendidikan Anak Usia Dini = Belajar Calistung Sejak Dini?

Sejumlah Sekolah Dasar menerapkan aturan bahwa seorang anak baru dapat diterima menjadi siswa apabila ia sudah dapat melakukan calistung (membaca, menulis serta berhitung). Persyaratan semacam ini menimbulkan semacam paranoia pada para orang tua, sehingga mereka cenderung memilih sekolah yang memasukkan calistung pada kurikulum pendidikan anak usia dini, baik itu kelompok bermain (playgroup) maupun Taman Kanak-kanak, dengan harapan agar anak telah mahir calistung saat ia duduk di kelas satu SD.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi mengatakan pada Kompas, jenjang pendidikan anak usia dini semestinya tidak membebani anak dengan mengharuskan mereka untuk belajar calistung. Hal ini karena hanya anak di atas usia 5 tahun yang benar-benar siap dalam berbagai aspek untuk mempelajari kemampuan dasar tersebut.

Kita sama-sama tahu bahwa anak-anak yang mendapatkan pendidikan anak usia dini adalah mereka yang masih berusia balita, di mana anak justru akan belajar banyak hal pada saat ia bermain bersama teman-teman seusianya. Lagipula masa balita adalah masa terbaik untuk mengembangkan aspek motorik, sehingga akan lebih tepat jika metode pembelajaran dilakukan melalui permainan yang dilakukan secara individu atau berkelompok dan membuat ketrampilan tangan (prakarya).
Jika kita memaksa anak balita kita untuk belajar calistung, atau sebuah sekolah PAUD memasukkan calistung dalam kurikulumnya, ini bisa mengakibatkan anak akan mengalami gangguan kejiwaan pada masa pertumbuhannya. Gangguan kejiwaan ini disebut dengan mental hectic, dan putra putri Anda yang manis itu bisa berubah menjadi pemberontak karenanya.
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas, Sudjarwo mengatakan, ”Penyakit itu akan merasuki anak tersebut di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu jangan bangga bagi Anda atau siapa saja yang memiliki anak usia dua atau tiga tahun sudah bisa membaca dan menulis.”
Sementara itu, Paulin Sudwikatmono, kepala sekolah sebuah pendidikan anak usia dini di Jakarta mengatakan, para orang tua cenderung memilih pendidikan anak usia dini yang dapat membuat orang tua merasa bangga dengan hasil yang diraih oleh anaknya. Padahal memilih pendidikan anak usia dini yang dapat membangun pondasi kuat agar anak dapat berkembang secara alami jauh lebih penting.


Paulin menambahkan, sebelum belajar menulis anak perlu didampingi untuk melakukan hal-hal yang dapat menstimulasi motorik halusnya melalui cara-cara yang menyenangkan. Jangan sampai pendidikan anak usia dini malah mengakibatkan stres dini pada anak.
Orang tua yang berpandangan bahwa anak tak perlu terlalu lama bermain berarti telah menutup pintu bagi peluang si anak untuk lebih kreatif serta belajar menjalin komunikasi yang baik dengan lingkungannya. Kebijaksanaan orang tua dalam memilih pendidikan anak usia dini yang memihak terhadap perkembangan alami anak akhirnya menjadi satu-satunya solusi.

Memang benar kita hidup di zaman yang serba instan, namun ada baiknya kita biarkan anak berproses secara alami agar dapat menemukan serta menyimpulkan hal-hal menakjubkan dalam dunia mereka. Apa pendapat Anda tentang calistung sejak dini?

Sumber:  https://dev-id-admin.theasianparent.com/pendidikan-anak-usia-dini-belajar-calistung-sejak-dini/3/

PAUD tidak Boleh Dihapuskan

Republika, halaman 7
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Lydia Freyani Hawadi menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Purwakarta yang ingin menghapus Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut Lydia, PAUD merupakan pendidikan yang sangat penting dan menentukan masa depan anak.

PAUD, ujar Lydia, diadakan untuk membentuk mansuia Indonesia yang cerdas, berakhlak mulia dan kompetitif. Anak-anak yang ikut PAUD angka putus sekolahnya kecil dan angka bertahan sekolahnya tinggi.

Lydia mengingatkan, jangan sampai terjadi penyesalan karena menyia-nyiakan pendidikan enam tahun pertama perkembangan anak. Terkait kasus di Purwakarta, Lydia mengatakan, jika sampai PAUD dihapus, berarti Dinas Pendidikan setempat tidak memahami esensi PAUD.

Menurutnya, seharusnya bukan PAUD yang dihapus, tapi orang tua juga diberi pendidikan agar memahami pentingnya PAUD. Orang tua yang menunggui anak-anaknya di PAUD harus diberikan layanan pendidikan keorangtuaan.
Belum lama ini, Bupati Purwakarta menyatakan, siap membubarkan PAUD dengan alasan lembaga tersebut meningkatkan konsumerisme masyarakat, terutama kaum ibu. Dedi mencontohkan, anak yang belajar di PAUD uang sakunya Rp 10 ribu per hari. Tapi uang saku orang tua yang menunggui anak tersebut bisa lima kali lebih besar. Belum lagi, ibu-ibu yang menunggui anaknya itu terlibat dalam kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti bergosip.

Kabid Pendidikan Nonformal dan Informal (PNPI) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Purwakarta Didi Garnadi mengatakan, prinsipnya, bupati setuju dengan lembaga PAUD, tapi ada yang keliru pada mind set orang tua. Dia mengatakan, karena alasan itu bupati meminta lembaga ini dievaluasi.

Izin bagi Sekolah Asing Kedaluwarsa

Kompas, halaman 11
Hanya 25 sekolah yang mengajukan perpanjangan izin dari 111 sekolah internasional di Indonesia. Sekolah yang meminta perpanjangan izin itu telah dinilai memenuhi standar.

Kasus kekerasan seksual terhadap salah satu murid di Jakarta International School (JIS) menjadi momentum bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membenahi sekolah asing. Pembenahan itu mencakup evaluasi atau peninjauan kembali izin pendirian dan operasional setiap sekolah asing. Dalam waktu dekat, pemerintah akan menerbitkan kebijakan yang mengatur sekolah asing.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lydia Freyani Hawadi mengatakan, semua sekolah asing akan diaudit, apakah sudah memenuhi delapan standar pendidikan mulai dari standar isi, proses pembelajaran, kompetensi lulusan, hingga pengelolaan.

Sejauh ini, baru 25 sekolah yang memperbarui atau memperpanjang izin. Banyak sekolah asing yang ”hanya” mengantongi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tahun 1975 antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Keuangan.

Padahal, Kepala Subbagian Kerja Sama di Direktorat Jenderal PAUDNI Widyati Rosita mengatakan, sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang mensyaratkan sekolah internasional agar berubah menjadi sekolah berstandar nasional, berbasis keunggulan lokal, atau sekolah kerja sama satuan pendidikan asing dengan Indonesia.

Kata Lydia, keputusan Mahkamah Konstitusi menegaskan sebutan ”sekolah internasional” tidak boleh digunakan lagi karena sudah dihapus.

”Sekolah yang tidak punya izin yang sesuai aturan bisa dikatakan ilegal dan dapat ditutup. Akan tetapi, karena masih ada kendala belum terbitnya Peraturan Mendikbud, yang mengatur tentang sekolah kerja sama, sekolah asing masih diberi waktu. Kami rutin mengevaluasi izin sekolah asing setiap tahun,” kata Lydia.

Persyaratan memperoleh izin itu, antara lain sekolah asing itu harus menerima murid warga negara Indonesia (WNI) minimal 20 persen dari total murid. Proporsi guru pun 51 persen harus WNI.

Selain itu, sekolah asing juga wajib mengajarkan empat mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Sejarah Indonesia.

Terkait kasus kekerasan seksual terhadap murid JIS, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan akan mengambil langkah tegas jika sudah jelas duduk perkaranya. Sanksi terberat ialah pencabutan izin operasional. Sekolah seharusnya tidak hanya memberikan layanan pendidikan, tetapi juga melindungi murid.

Kemdikbud Tunggu Investigasi

Kompas, halaman 11
Meski terjadi penambahan korban kekerasan seksual dan sejumlah persoalan legalitas sekolah di Jakarta International School (JIS), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) belum memutuskan tindakan tegas terhadap sekolah itu. Pengambilan keputusan masih menunggu hasil investigasi.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud Ibnu Hamad, pihaknya belum bisa menyebutkan, apakah sekolah itu akan ditutup untuk keseluruhan jenjang pendidikan (SD – SMA) atau mengganti sistem sekolah saja.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Nonformal, dan Informal Kemdikbud Lydia Freyani Hawadi menyebutkan, penutupan seluruh tingkatan pendidikan bukan langkah yang tepat, pihaknya menyarankan pengusutan kasus kriminalitas, yaitu kekerasan seksual terhadap anak jauh lebih penting.
Daniarti Wusono, Juru Bicara JIS, menyatakan, JIS tetap fokus terhadap proses investigasi dan keputusan penutupan sementara PAUD/TK JIS. Pihaknya akan bekerjasama sepenuhnya dengan tim investigasi untuk mengusut kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Terkait dengan adanya korban baru, seperti dilaporkan keluarga ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rabu lalu, Daniarti menuturkan, JIS telah menghubungi keluarga korban dan sedang mengumpulkan informasi siapa pelakunya, dan pada waktunya nanti, informasi dan perkembangannya akan disampaikan.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto memberi komisioner KPAI kesempatan bertemu dan berbicara langsung dengan dua tersangka kasus kejahatan itu.

No New Permit for JIS Kindergarten

Media Indonesia, page 8
The Director General of Non-formal Informal Early Childhood Education of the Ministry of Education and Culture (Kemdikbud), Lydia Freyani Hawadi, affirmed (the Directorate General) rejected the request of Jakarta International School (JIS) to re-open the Kindergarten.

She added JIS could propose opening JIS Kindergarten if the sexual harassment case handled by the police is complete, and (it) must fulfill requirements and make improvements, for example, by provided the subjects of religion, civics, and Indonesian.

In addition, JIS must also adapt to Government Regulation (PP) 17/2010 on managing Education and Education and Culture Ministry Regulation (Permendikbud) 31/2014 on Cooperation of Foreign Education Institutions with Indonesian Education Institutions, by changing from an international school into a national education unit, top regional (school), or cooperation education unit.
In regards alleged pedophile ring among JIS teachers, the police claims it must have a basis for investigation before conducting interrogation as well as inspection.   The police will conduct an investigation if there are victims reporting, not based on statements of other parties.

Tidak Ada Izin Baru TK JIS

Media Indonesia, halaman 8
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal Informal (Ditjen PAUDNI) Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, menegaskan menolak permohonan Jakarta International School (JIS) membuka TK kembali.

Ia menambahkan JIS dapat mengajukan pembukaan TK JIS apabila kasus pelecehan seksual yang ditangani polisi tuntas, dan harus melengkapi persyaratan dan melakukan pembenahan, misalnya memberikan pelajaran agama, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.

Disamping itu JIS juga harus menyesuaikan pada PP 17/2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan dan Permendikbud 31/2014 tentang Kerja Sama Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan Indonesia, dengan mengubah bentuk dari sekolah internasional menjadi satuan pendidikan nasional, unggulan daerah, atau satuan pendidikan kerja sama.

Terkait dugaan adanya komplotan pedofil di kalangan pengajar JIS, pihak kepolisian mengaku mesti punya dasar penyidikan sebelum melakukan interogasi maupun pemeriksaan. Kepolisian akan melakukan pemeriksaan jika ada korban yang melapor, tidak atas dasar statement pihak lain.

Disiapkan, Wajib Belajar Anak Usia 4-6 Tahun

Kompas, halaman 12
Pemerintah saat ini mempersiapkan program wajib belajar pendidikan usia dini berumur 4-6 tahun. Program yang akan dimulai pada 2020 ini untuk meningkatkan angka partisipasi kasar anak usia 3-6 tahun yang mencapai 68,10 persen tahun 2012/2013.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non-formal, dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lydia Freyani Hawadi mengatakan, masih ada sekitar 6,85 juta anak atau 31,9 persen anak berusia 3-6 tahun yang belum terlayani pendidikan anak usia dini.

Menurutnya, itu karena masih ada 23.516 desa atau sekitar 31 persen yang belum memiliki layanan pendidikan anak usia dini (PAUD). Desa yang belum memiliki PAUD semata-mata karena kondisi geografis yang sulit dijangkau. Mayoritas daerah sulit itu berada di Papua, Papua Barat, Sumatera dan Sulawesi.

Untuk mempersiapkan rencana wajib belajar (wajar) PAUD, lanjut Lydia, pihaknya sedang menyusun rencana aksi, yakni menyusun naskah akademik wajar PAUD, meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya, serta memenuhi standar sarana dan prasarana.

Erman Syamsudin, Direktur Pembinaan PAUD, mengatakan, bagi desa yang belum memiliki PAUD, dikembangkan PAUD holistik integratif. Kelompok bermain, taman kanak-kanak, atau tempat penitipan anak bisa menjadi satu dengan lembaga lain, seperti pusat kegiatan belajar masyarakat.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Fasli Jalal menjelaskan, dengan PAUD holistik integratif, anak dipastikan mendapatkan pemenuhan hak-haknya secara lebih lengkap, yakni hak atas pendidikan, kesehatan, nutrisi, dan pengembangan potensi dirinya.

Sabtu, 22 September 2018

Naturalisasi Sekolah Internasional


PROKAL.CO, v>
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menaturalisasi seluruh sekolah dan lembaga kursus yang berlabel internasional atau dikuasai pemodal asing. Badan pendidikan itu akan diubah menjadi lembaga pendidikan Indonesia (LPI). Jika ingin mempertahankan status "internasional", mereka wajib berstatus satuan pendidikan kerja sama.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non-Formal, dan Informal (PAUDNI), Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi, menuturkan bahwa aturan baru itu tertuang dalam Permendikbud 31/2014.

"Berlaku mulai jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan tinggi. Selain itu untuk lembaga kursus," katanya, kemarin.

Sesuai kewenangan, pejabat yang akrab disapa Reni itu mencontohkan, saat ini 44 sekolah internasional menyelenggarakan PAUD. Dia menuturkan, seluruh sekolah internasional sudah menanggalkan status keinternasionalan.

Permendikbud 31/2014 menyatakan, ke-44 sekolah internasional berubah menjadi LPI.

Guru besar Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, itu menambahkan, LPI harus memiliki akreditasi A. Sayangnya, sampai saat ini sangat sedikit sekolah internasional yang menyelenggarakan PAUD memiliki akreditasi.

"Tidak sampai lima sekolah," ucapnya. Reni berharap sekolah LPI segera mengurus akreditasi ke Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal (BAN-PNF), dan berusaha mendapatkan akreditasi A.

Persyaratan berikutnya adalah sekolah LPI yang sudah terakreditasi A harus menjalin kerja sama dengan sekolah asing yang diakui di negara asal. "Kalau jenjang TK, ya harus bekerja sama dengan sekolah TK di luar negeri. Begitu juga jenjang di atasnya," papar Reni.

Aturan lain, rekrutmen pendidik di sekolah internasional yang diubah menjadi SPK sangat ketat. Pengajar wajib bergelar akademik sarjana yang berkaitan dengan jenjang pendidikan yang akan diajar. Tenaga pendidik asing juga harus menguasai bahasa Indonesia dan mengantongi izin dari Kemenakertrans.

"Tidak boleh asal comot. Banyak sekolah dan lembaga kursus internasional yang hanya menggaet turis untuk menjadi guru. Ini tidak boleh," papar dia. Reni menegaskan, selama ini banyak tutor di lembaga kursus asing yang ternyata hanya berstatus pelancong.

Aturan berikutnya sumber pendanaan. Dalam Permendikbud 31/2014, modal asing hanya dibatasi maksimal 49 persen. Saat ini Reni mengakui banyak sekolah atau lembaga kurus 100 persen modal atau saham dimiliki asing. Upaya ini dilakukan supaya invasi lembaga pendidikan asing tidak merugikan masyarakat.

Aturan pengetatan keberadaan sekolah internasional ini ditenggat hingga 1 Desember 2014. Bagi lembaga yang sudah mendapat izin, mereka beroperasi dengan status SPK. Sedangkan yang gagal mendapatkan izin SPK, berstatus sekolah lokal sama dengan sekolah pribumi di Indonesia atau ditutup.

Reni menyampaikan, perkembangan penanganan kasus kejahatan seksual dan pelanggaran administrasi di TK Jakarta International School (JIS). "Senin pekan depan sudah mulai sidang. Kemendikbud menjadi tergugat II selain JIS. Kami sudah siap," tegasnya.

Keluarga korban kejahatan di TK JIS menggugat Kemendikbud karena dinilai lalai membina TK JIS. Reni menuturkan, ketika membuka kasus TK JIS ini ke publik, siap dengan konsekuensi dicap mengabaikan pembinaan lembaga internasional di Indonesia. (wan/jpnn/fel/k8)

Kamis, 20 September 2018

Taman Bermain Lilbee, PAUD Bernuansa Alam

Sekolah alam bukan hal baru sebenarnya, meski di Indonesia baru mulai mendapat tempat dalam kurun satu dasawarsa ini. Dalam konsep ini, sekolah menjadikan fungsi alam sebagai ruang belajar, alam sebagai media dan bahan belajar, serta alam sebagai objek pembelajaran. Sekolah alam bisa diterapkan baik dari tingkat PAUD, TK, Sekolah Dasar bahkan sekolah menengah. Untuk PAUD bernuansa alam ini salah satunya diterapkan Taman Bermain dan Kampung Dongeng Lilbee yang berdiri di lahan 1000 meter persegi tepatnya di Jl. Benda No. 50 Jatiluhur, Jatiasih, Kota Bekasi.

"Alam memberikan banyak kelebihan dan manfaat. Taman Bermain Lilbee ingin memberikan proses bermain sambil belajar  yang terintegrasi dengan alam. Dengan lingkungan alam yang asri, nyaman, dan sejuk serta jauh dari riuh keramaian diharapkan akan  tercipta suatu proses pembelajaran yang  baik," ungkap Hj. Reny Nurlela, pendiri Taman Bermain Lilbee, tentang alasan mendirikan sekolah alam untuk penyelenggaraan PAUD.

Dengan menyatu bersama alam, belajar dapat dilakukan kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja. Sebagaimana visi Taman Bermain Lilbee, Hj. Reny Nurlela berharap dapat membentuk generasi bangsa yang berkarakter dan berbudi pekerti, serta mengembangkan kecerdasan majemuk anak (multiple Intelegences) dan memperoleh keterampilan hidup (Like Skills) secara Holistic, terpadu dan berkesinambungan, melalui proses pendidikan bernuansa Alami (Natural) dan ramah otak.

Kurikulum alam yang diberikan di TB Lilbee antara lain gardening, farming, outing, eksplorasi alam dan sains sederhana.

Meski baru didirikan tahun 2009, TB Lilbee telah menorehkan berbagai prestasi baik oleh siswa maupun guru hingga tingkat propinsi Jawa Barat dan Jabodetabek.

Disamping kurikulum alam, TB Lilbee juga bekerjasama dengan Kampung Dongeng Kak Awam Prakoso yang secara rutin mengisi setiap bulan di minggu ke-4. Peserta di Kampung Dongeng ini tak hanya siswa-siswi PAUD TB Lilbee, tapi juga dari berbagai PAUD dan TK lainnya.

"Mendidik dan mendongeng itu mengasyikan, banyak sekali manfaatnya. Salah satunya kita bisa menanamkan pelajaran budi pekerti,” ujar Kak Awam yang juga pendongeng senior itu.

Dalam sebuah kesempatan, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (Dirjen PAUDNI) Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi juga pernah mengungkapkan karena begitu pentingnya perkembangan anak usia dini ini maka pemerintah Indonesia menjadikan PAUD salah satu topik utama dalam pembangunan.

Apakah anda orangtua dengan anak usia dini? Pilih model pendidikan yang tepat. Salah satunya memasukkan ke PAUD bernuansa alam seperti Taman Bermain Lilbee. (Yunita)

Tempat Kursus dan Pelatihan Berprestasi di Jogja

Batam, 5 Oktober 2013 Lembaga Pendidikan Alfabank Yogyakarta menerima penghargaan Juara III Apresiasi Lembaga Kursus dan Pelatihan Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013 untuk kategori Nonvokasi  Nasional/Internasional bidang Komputer. Setelah melalui beberapa seleksi diantaranya seleksi tingkat provinsi dimana Alfabank mendapat juara I untuk kategori NonVokasi Standart Nasional/Internasional. 

Penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik Indonesia ini diserahkan oleh Ditjen PAUDNI Prof.Dr.Lydia Freyani Hawadi. Psikolog dalam acara pembukaan Lomba Lembaga Kursus dan Pelatihan tingkat Nasional di Mega Mall Batam Kepulauan Riau. Semoga dengan penghargaan ini sebagai wujud prestasi Alfabank Yogyakarta untuk bisa menjaga mutu dan terus menerus meningkatkan kualitas baik pelayanan maupun output SDM yang berkualitas. Sehingga apa yang menjadi Visi lembaga. 

“Menjadikan Lembaga sebagai pencetak SDM yang siap kerja terampil dan profesional “ bisa terwujud. Prestasi ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak baik jajaran manajemen, team instruktur atau pendidik serta kepercayaan masyarakat khususnya di wilayah DIY dan sekitarnya atas pilihan mereka untuk memilih Alfabank sebagai tempat kursus menanmbah keterampilan guna menembus dunia kerja. Untuk itu Alfabank mengucapkan terimakasih atas peran dan kepercayaan selama ini. Semoga kedepan Alfabank Yogyakarta semakin solid dan sukses dalam bidang pendidikan Non Formal.  ( admin )

'Kendala Geografis Bikin Penuntasan PAUD Susah di Wilayah Terpencil'

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi mengatakan, masih terdapat provinsi-provinsi yang tingkat ketuntasannya  program Satu Desa Satu PAUD masih di bawah 50 persen yaitu Maluku Utara, Kalimantan Barat, Maluku, Aceh, Papua, dan Papua Barat.

“Kendala geografis menjadi salah satu kendala penuntasan program PAUD di provinsi-provinsi tersebut. Jaraknya juga jauh,” ujar Lydia di Jakarta, Senin, (23/3).

Untuk memacu program Satu Desa Satu PAUD di provinsi yang tingkat ketuntasannya masih minim, kata Lydia, pihaknya  memiliki sejumlah strategi. Antara lain, merangkul sejumlah organisasi mitra yang memiliki daya jangkau hingga ke daerah terpencil.

“Pada tahun 2013, kami bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat, dan TNI Angkatan laut untuk membantu membangun PAUD di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal. Ini gebrakan bagus,”ujar Lydia.

Dua Gubernur Terima Anugerah Keaksaraan

Gubernur Jawa Timur 
Jakarta  -ES -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penghargaan keaksaraan kepada pihak-pihak yang dinilai berkomitmen dan berprestasi dalam program penuntasan tuna aksara di Indonesia. Dari total 42 penghargaan yang diberikan dalam peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) 2012, enam diantaranya diberikan kepada pemerintah daerah.
"Pemerinciannya dua gubernur, tiga bupati, dan satu walikota," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal, Lydia Freyani Hawadi, pada jumpa pers di Gedung C Kemdikbud, Jakarta, (13/9). Dua gubernur yang mendapat anugerah keaksaraan adalah Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin  Teras Narang.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh akan memberikan penghargaan tersebut dalam puncak peringatan HAI ke-47di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada Minggu (16/9). Gubernur Soekarwo, memperoleh Anugerah Aksara Utama atas komitmen Pemerintah Provinsi dalam mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tertinggi untuk program peningkatan keaksaraan.
Sedangkan Gubernur Teras Narang menerima pengharagaan Aksara Madya karena dinilai telah berhasil melakukan capaian maksimal dan perhatiannya terhadap program keaksaraan masyarakat marjinal. "Tiap tahun kami memang memberikan penghargaan ini terhadap gubernur dan bupati atau walikota yang dinilai mempunyai komitmen kuat untuk program-program keaksaraan," ujar Lydia.
Ia juga menjelaskan, program keaksaraan yang dijalankan dibeberapa daerah terbukti telah mendapatkan pengakuan internasional tahun ini, yaitu, Penghargaan Aksara King Sejong dari UNESCO. Penyerahan penghargaan tersebut telahberlangsung dimParis, pada 6 September lalu. Dalam penyerahan tersebut, pemerintah Indonesia khususnya Kemdikbud, diwakili Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Ella Yulaelawati.
Pada puncak HAI di Palangkaraya nanti, secara simbolis perwakilan UNESCOJakarta untuk Indonesia juga akan menyerahkan kembali penghargaan tersebut kepada Mendikbud. "Dalam konteks penuntasan tuna aksara, makna terdalam dari peringatan HAI adalah, seberapa jauh kita sebagai bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya, bertekat dan berikhtiar secara berkelanjutan untuk menuntaskan saudara-saudara kita yang masih tuna aksara," tutur Lydia. (DM) www.pelitakarawang.com

Saatnya Lembaga Kursus Berbenah

Keberadaan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) telah memberi sumbangan positif bagi upaya mengentaskan kemiskinan dan menurunkan tingkat pengangguran Indonesia. Baru delapan persen atau sekitar 1.200 LKP yang terakreditasi Pemerintah . Kini, saatnya lembaga kursus berbenah diri.    

Sebanyak 17.776 Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang ada di Indonesia, baru delapan persen saja yang telah mendapatkan akreditasi dari pemerintah. Delapan persen tersebut berarti sekitar 1.200-an LKP yang belum mendapatkan akreditasi.
        
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Non formal dan Informal (PAUDNI), Kemdikbud, Dr Wartanto kepada pers belum lama ini di Solo, Jawa Tengah.
   
“17.776 LKP tersebut terdiri dari 24 ribu macam kursus dari 97 jenis kursus,” katanya sebelum membuka Pameran Kursus dan Pelatihan bertajuk Kursus Membangun Karakter dan Daya Saing Bangsa yang digelar akhir Oktober lalu di Solo.
   
Lebih lanjut Wartano mengatakan, LKP memiliki peran yang cukup besar dalam menyerap tenaga kerja yaitu sebanyak 78 persen diterima di dunia kerja, 12 persen berwirausaha, dan sisanya tidak terdeteksi.
   
Di tempat yang sama, Dirjen PAUDNI Kemdikbud Prof Dr Lydia Freyani Hawadi Psi mengatakan pemerintah kota atau kabupaten harus menyediakan anggaran untuk mengembangan LKP di daerahnya masing-masing. Sehingga tidak bergantung kepada pemerintah pusat yang besaran bantuannya belum cukup membantu semua LKP di Indonesia.
   
Fungsi lembaga kursus menurut Wartanto memang memberikan pendampingan kepada peserta didik agar memiliki kompetensi, bersertifikat dan masuk dunia kerja atau berwirausaha. Dia berpendapat bahwa lembaga kursus dan pelatihan turut andil dalam menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia.
   
Wartanto, merujuk data 2010, menyebutkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia masih berkisar di angka 8,14 juta jiwa. Jumlah tersebut turun di akhir 2011 menjadi hanya sekitar 7,7 juta jiwa.
   
Dari total peserta yang dididik lembaga kursus, sekitar 78 persen dapat bekerja dan sekitar 9 persen merintis wirausaha. "Ini luar biasa. Ini gambaran yang saya katakan dapat mengurangi pengangguran. Kursus ini sangat penting untuk menunjang penuruan tingkat pengangguran itu,"ujar Wartanto.
   
Perkembangan keberadaan kursus memang sangat luar biasa, berdasarkan data dari Direktorat Pembinanaan Kursus dan Pelatihan bahwa data LKP tahun 2007 sebanyak 9.642 lembaga, sedangkan data tahun 2010 meningkat tajam menjadi 14.315 dan tahun ini menjadi 17.776. Artinya dalam kurun waktu hanya 5 tahun meningkat sebesar 56,5%, dengan beraneka ragam keterampilan, saat ini ada 224 jenis keterampilan dan dari 224 tersebut 66 jenis keterampilan sudah dibakukan.
   
Fenomena peningkatan jumlah lembaga kursus ini sayangnya belum diiringi dengan peningkatan mutu kursus yang ditandai penyediaan sarana prasarana yang memadai, tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten, kurikulum yang sesuai dengan perkembangangan zaman dan lain-lain yang tidak sesuai dengan standar minimal yang telah ditentukan.
   
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam hal ini Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan Ditjen PAUDNI untuk meningkatkan mutu lembaga kursus, mulai dari penguatan sarana prasarana, pelatihan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, program-program subsidi kursus, dengan harapan bahwa pengelolaan kursus dapat lebih bermutu sehingga lulusan yang dihasilkan dapat berkompetisi di dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Akreditasi dan Sertifikasi
Pimpinan LKP Mahardika, Cirebon, Yani Hediyana, SKM dalam tulisannya menjelaskan, bahwa penilaian kinerja bagi lembaga kursus merupakan salah satu upaya pemerintah yang patut diacungi jempo. Dalam penilaian kinerja ada beberapa indikator yang harus dipenuhi lembaga kursus untuk mendapat predikat A, B, C atau D, dan ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk dapat fokus membina secara terus menerus dan berkesinambungan pada lembaga kursus.
   
Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan yang ditulis Drs Sipken Ginting dalam Info Kursus, hasil penilaian kinerja tahun 2009 dan 2010 berkinerja A (1,7%), B (20,3%), C (35,7%) dan D (42,3%). Dari data tersebut di atas berarti bahwa keberadaan kursus yang kurang memenuhi standar atau berkinerja D masih lebih banyak, sementara berkinerja sangat baik atau A ternyata masih sangat sedikit. Ini tentu saja menjadi renungan buat kita para pengelola kursus kenapa terjadi hal demikian.
   
Masih sedikitnya lembaga kursus yang terakreditasi kata Wartanto dikarenakan anggaran yang dimiliki Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN-PNF) masih minim. Padahal, lembaga pengakreditasi tersebut harus mengunjungi tiap-tiap lembaga untuk melakukan verifikasi.
   
Untuk meningkatkan kualitas lembaga kursus dan pelatihan, Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan kata Wartanto, menggelontorkan sejumlah strategi. Antara lain melalui program revitalisasi lembaga. “Kami menyediakan bantuan untuk 100 lembaga, masing-masing sebesar Rp 100 juta,” ucap Wartanto. Ia berharap dengan bantuan dari pemerintah pusat, lembaga kursus semakin mantap menjalani proses akreditasi lembaga.
   
Amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa penyelengggaraan sistem pendidikan nasional terdiri atas jalur formal, non formal dan jnformal, sehingga dapat juga disebut bahwa masing-masing jalur tersebut sebagai subsistem.
   
Kursus dan pelatihan sebagai satuan pendidikan non formal yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi kepada masyarakat yang membutuhkan.
   
Dalam penjelasan Pasal 26 ayat 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan pula bahwa kursus dan pelatihan adalah bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan serta pengembangan kepribadian profesional.
   
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Dan seiring dengan tuntutan tersebut maka lembaga kursus dan pelatihan semakin dituntut untuk mampu menghasilkan lulusan yang kompeten yang dapat diterima oleh pasar kerja di tingkat lokal, nasional bahkan pasar kerja internasional.
   
Pada akhirnya hanya lembaga kursus dan pelatihan yang bermutu yang dapat diterima masyarakat dan dapat bersaing dengan lembaga-lembaga sejenis di tingkat lokal, nasional dan bahkan internasional. Lembaga kursus bukan lagi sekadar pelengkap dalam dunia pendidikan, tapi telah berhasil menjadi mitra sejajar dengan dunia pendidikan formal.

Sumber: Harian sore Sinar Harapan

Bunda PAUD Sulut : Tingkatkan Kualitas Pendidikan Bagi Anak Usia Dini

MANADO, ME : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK) dan Kelompok Bermain di Sulut terus berkembang. Kamis (31/10/2013), dilaksanakan kegiatan apresiasi PAUD berprestasi yang diikuti PAUD,TK, Kelompok bermain se Sulut bertempat di Halaman Kantor Gubernur Sulut. Kegiatan ini atas kerjasama dengan tim penggerak PKK Sulut.

Ketua TP-PKK Sulut, Deitje Sarundajang Laoh Tambuwun, dalam sambutannya menyatakan rasa terima kasihnya kepada Bunda PAUD yang ada di Kabupaten/ Kota se Sulut yang mau bekerjasama serta pro aktif memberikan pendidikan bagi anak usia dini.

“Masa depan anak ada di tangan kita semua para Bunda dan orang tua, saya mengharapkan para Bunda PAUD di daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak usia dini dengan melaksanakan berbagai program pendidikan peningkatan kecerdasan anak,” ujar Bunda PAUD Sulut ini.

Dalam kegiatan ini dihadiri juga Dirjen PAUD non formal dan formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. DR. Lydia Freyani Hawadi, SH. Dirinya juga memberi apresiasi baik bagi Sulut karena mampu menumbuh kembangkan PAUD secara baik.

“Sekitar 50 persen kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika ia berusia 4 tahun, 80 persen ketika anak berusia 8 tahun dan mencapai titik kulminasi pada usia 18 tahun, PAUD menjadi sangat penting karena potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini, untuk itu diharapkan para Bunda PAUD di Sulut untuk tetap aktif dan semangat dalam mendidik anak di usia dini,” ujarnya.

Turut hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua TP. PKK Sulut Ibu Meike Kansil Tatengkeng, Sekretaris TP PKK Sulut Ibu Ester Mokodongan Turang, Kadis Diknas Sulut H Monareh, serta sejumlah tamu undangan lainnya. Pada kesempatan itu juga dilaksanakan sejumlah lomba yakni lomba mobil hias, lomba busana daerah, tari daerah anak PAUD, pameran edukatif,serta mendongeng dan mewarnai.

Editor : Chres
Sumber: http://www.manadoexpress.co/berita-2633-bunda-paud-sulut--tingkatkan-kualitas-pendidikan-bagi-anak-usia-dini.html

BPPAUDNI Surabaya Raih Prestasi di Unjuk Kinerja

Kontingen Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal ( BP-PAUDNI) Regional II meraih sejumlah prestasi dalam unjuk kinerja di bidang olahraga, seni, dan manajemen yang digelar 9-11 Oktober lalu di Direktorat Jenderal (Ditjen) PAUDNI, Jakarta. Dalam ajang yang baru pertama kali digelar itu, BPPAUDNI Surabaya berhasil meraih juara pertama pada cabang bulutangkis, manajemen kearsipan, serta juara tiga pada pengelolaan website, senam poco-poco dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)
 
Khusus pada cabang bulutangkis, tim BPPAUDNI Surabaya yang beranggotakan Danang Setiyono, Husin Ismail, Nining Ratnaningsih, Reni Martias Pancadewi berhasil menekuk tim Direktorat PAUD di babak final. Untuk tim poco-poco berhasil merebut juara tiga, dipimpin Putut Purnawirawan dengan anggota tim terdiri dari Krisna Kartika, Dahlia Kusumawati, Lufidiani Afifa, Nuriati, Solikhin Hadi, dan Budiono. Sedangkan Mohamad Mat Nawi berhasil meraih juara tiga pada lomba MTQ. Adapun untuk lomba tenis meja, futsal, dan karaoke belum berhasil menembus babak final.
Unjuk kinerja ini diikuti Setditjen PAUDNI, dua PPAUDNI, delapan BPPAUDNI, dan empat direktorat di lingkungan Ditjen PAUDNI. Aneka lomba itu dihelat di tiga tempat terpisah di komplek Kemdikbud, Senayan, Jakarta. Pada perhelatan ini, kontingen PPAUDNI Regional I Semarang, Jawa Tengah berhasil menjadi juara umum dan memboyong piala bergilir Dirjen PAUDNI Prof Lydia Freyani Hawadi Psikolog. Secara bersamaan, turut digelar pula “Pameran Puncak Hari Aksara Internasional (HAI) ke-48” dan “Festival Taman Bacaan Masyarakat” di halaman Kemdikbud.
“Ini merupakan paket three in one ( Puncak HAI, Festival TBM dan unjuk kinerja),” kata Dirjen PAUDNI, Prof.Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog, saat menyampaikan sambutan penutupan acara, Jumat (11/10), malam.
 
Secara sportif, Lydia mengakui kekalahan unit kerja pusat dengan UPT daerah. Namun, bagi dia, yang utama adalah upaya memperat hubungan antara pusat dan UPT di daerah melalui ajang tersebut. Tak sekadar soal kalah-menang. Dalam kesempatan ini, Guru Besar UI itu juga mengusulkan BPPAUDNI Surabaya sebagai tuan rumah untuk ajang serupa di tahun 2014 mendatang. (Liliek)

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia