Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 November 2018

ENJOY YOUR PARENTING

Makalah ini disampaikan dalam acara Parenting Seminar and Workshop
Sekolah Fajar Hidayah, pada hari Sabtu, 10 Nopember 2018 di Fajar Hidayah Hall, Kota Wisata, Cibubur. Jakarta.

Oleh:

Lydia Freyani Hawadi


Hari ini, hari istimewa, tanggal 10 Nopember, bersamaan dengan kita memperingati Hari Pahlawan. Marilah sejenak kita menundukkan kepala seraya  memanjatkan doa untuk para pahlawan yang gugur di medan perang Pertempuran Surabaya tahun 1945 melawan  tentara Inggris dan Belanda.Semoga arwah para pahlawan diterima di sisi Allah SWT,  Tuhan YME. Dan kita bisa mewarisi sifat-sifat heroik yang mereka miliki untuk menghadapi tantangan masa depan.
Kata-kata apa saja yang diasosiasikan dengan kata Pahlawan ? Pahlawan identik dengan mereka yang rela berkorban. Pahlawan adalah  mereka yang gagah berani, dan berjuang tanpa pamrih. Pahlawan adalah mereka  yang peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan orang lain. Pahlawan adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri atas tindakan yang mereka ambil. Pahlawan adalah  mereka yang memiliki standar  nilai moral yang tinggi (virtue). Dari pengertian diatas maka  kata  Pahlawan tidak terbatas pada mereka yang mengangkat senjata, berperang melawan musuh untuk mempertahankan tegaknya kedaulatan Negara. Namun kata pahlawan  bisa terlekat pada diri siapapun sejauh ia memiliki sifat-sifat tersebut diatas. Dalam konteks pembahasan kita hari ini tentang parenting, orangtua adalah (seharusnya) pahlawan bagi anak (anak-anak)nya.
  
       Bagi saya Pahlawan pertama dan utama  dari seorang anak adalah Ibu. Bagi seorang perempuan, masa hamil adalah saat yang indah dan dinantikan, karena setelah momentum itu terjadi dan ia melahirkan seorang anak maka statusnyapun berubah menjadi Ibu, Bunda, Emak, Indung, Mama, Mami atau Mom. Untuk mendapatkan predikat tersebut ia menempuh perjalanan yang tidak sebentar, rata-rata sekitar 268 hari lamanya menanti kehadiran sang anak lahir.  Banyak hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan saat perempuan dinyatakan hamil, agar semata-mata bayi yang dikandungnya lahir sehat, normal sesuai yang diharapkan. Perubahan fisik yang  terjadi juga psikologis akan membuat rasa tidak nyaman yang harus dihadapi. Pantangan demi pantangan harus dilakukan. Ini semua awal pengorbanannya dan kemudian mencapai puncaknya saat  due date melahirkan. Proses melahirkan anak adalah keajaiban alam yang luar biasa.  Bukaan demi bukaan, dari 1 cm sampai 10 cm saat mulut rahim terbuka bukan waktu yang dirasa singkat. Ini lah detik-detik puncak perjuangan perempuan untuk mendapatkan atribut Ibu, Bunda, Emak, Indung, Mama, Mami atau Mom.
    Perjuangan masih terus berlanjut sepanjang hayat,  tidak berhenti hanya dalam proses persalinan saja.Saat anaknya lahir, seorang Ibu akan fokus untuk pemenuhan kebutuhan dasar anaknya. Menjaga agar tidak kelaparan, tidak kegerahan, dan berusaha agar kesehatannya terjaga dan kecerdasannya optimal.  Masa pertumbuhan dan perkembangan yang krusial seorang individu, terjadi pada lima tahun pertama kehidupannya, saat Dasa Indra anak  : indra penglihatan (visual), indra pendengaran (auditory), indra penciuman (olfactory), indra pengecap (gustatory) indra perabaan (tacticle) indra gerak dan keseimbangan (vestibular), dan indra  kesadaran gerak dan posisi tubuh (proprioception), indra sistem sensor saraf (nociception), indra merasakan suhu (thermoception), indra keseimbangan (equilibrioception,, dan indra memahami waktu (temporalception) berkembang  dan berfungsi baik.

A.    Parenting.
Orangtua memberikan pengasuhan dan sumber segalanya bagi anak, namun  harus diingat parenting  bukan berjalan dalam satu arah (one-way street) dimana orangtua secara langsung mengarahkan anak menuju ke kematangan (maturity). Sebaliknya  parenting berjalan dua arah karena  proses interaksi antara orangtua  dan anak  membawa keduanya berubah satu sama lain, hingga membawa anak menuju  masa dewasa (adulthood). Masyarakat yang ada disekitarnya merupakan pihak ketiga yang bersifat dinamis dan mempengaruhi respons  dan kebutuhan baik orangtua dan anak.

B.     Dasar Teori   
Saya akan mengenalkan beberapa tokoh Psikologi dalam memaknai parenting di dalam ceramah ini. Pertama, Lev Vygotsky  seorang psikolog Russia. Ia menggaris bawahi peran sentral orangtua pada anak dalam perkembanganya. Lingkungan seni budaya dan kegiatan rutinnya menjadi pengalaman pertama anak untuk memandang dunia sekitarnya. Disini Vygotszky mengenalkan istilah zone of proximal development, yang diartikan bahwa perkembangan anak akan menjadi lebih baik jika dibantu oleh orang sekitarnya daripada ia harus berjuang sendiri. Dengan adanya bantuan dunia sekitarnya, maka anak akan berespons pada taraf yang lebih mature. Kedua, Jean Piaget yang berasal dari Swiss, mengingatkan orangtua bahwa anak membutuhkan kesempatan untuk mengeksplorasi dan beraktivitas serta berpikir tentang dunia sekitarnya.Istilah  Piaget adalah Equilibration dimana proses aktif  yang membuat individu merasa balans dalam pertumbuhan intelektualnya, saat ada informasi baru (assimilation)  dan  kemudian menjadi bagian dalam struktur internalnya (accommodation). Ketiga, Sigmund Freud yang berasal dari Austria,  mengingatkan orangtua agar pentingnya memberikan gratifikasi yang tepat bagi dorongan-dorongan alami anak, misalnya dalam hal bersikap terhadap thumb sucking, toilet training, sikap menerima terhadap dorongan agresif anak tanpa mengkritik maupun menghukumnya. Bagi Freud orangtua adalah pemandu yang memiliki otoritas sekaligus supporters  anak untuk mencapai kematangannya. Keempat, Erik Erikson, seorang psikolog Jerman-Amerika  yang menyoroti kualitas perkembangan anak. Jika anak menerima pengalaman yang sesuai disertai lingkungan yang positif, ini akan mendukung tercapainya nilai kebajikan (virtue) dalam tahap perkembangan anak.Ada tiga hal perkembangan psikososial yang bersifat  kritis dalam lima tahun kehidupan anak yang harus dipenuhi yaitu trust, autonomy dan initiative.  Dan jika tidak terpenuhi maka akan terjadi mistrust, shame/doubt dan guilt sehingga nilai kebajikan hope, will, dan purpose tidak akan terpenuhi. Kelima, Urie Bronfenbrenner,  menggaris bawahi kekuatan-kekuatan yang ada di luar  keluarga seperti faktor sejarah, ekonomi, tempat orang tua bekerja akan mempengaruhi bagaimana pengasuhan orangtua pada anaknya. Ia juga menekankan pentingnya keteraturan dan kestabilan di dalam kehidupan anak serta orangtua harus terus meningkatkan parenting nya karena adanya perubahan dari lingkungan.
        
C.Rambu-Rambu

1.Memahami tugas perkembangan. Setiap tahap perkembangan memiliki  tugas perkembangan (developmental task) yang berbeda serta karakteristik khas untuk setiap aspek fisik-motorik, kognitif, sosio-emosional, dan moral. 
2. Memahami perbedaan individual. Anak mewarisi tidak saja aspek fisik biologis dari orangtuanya (ayah dan bunda), seperti bentuk wajah, jenis rambut, tinggi badan, cara berjalan,dan suara. Namun juga mewarisi aspek psikologis sosio emosional, misal besar kurangnya hasrat berprestasi, cepat lambannya reaksi emosional, derajat keberanian ketakutannya, kepekaan dan kedalaman emosinya, termasuk ragam dan besar kecilnya tingkat kecerdasan (daya tangkap, daya ingat, luas minat, kemampuan numerik, kemampuan bahasa, logika, dan  kreativitas). Hal yang menakjubkan walaupun lahir dari rahim yang sama, memiliki ayah yang sama serta pola asuh sama, tetapi tumbuh kembang anak-anak tidak ada yang plek sama satu sama lain baik fisik biologisnya maupun psikologisnya. Dengan demikian orang tua menyadari sepenuhnya bahwa satu persatu anak adalah orang yang berbeda, individu yang berbeda dengan karakteristik yang tidak sama. 
3. Bersikap wajar tanpa pengecualian. Istilah yang saya pinjam dalam opini audit dalam laporan keuangan, menekankan  kebenaran dan keakuratan merupakan hal wajib untuk dilakukan sesuai standar akutansi yang berlaku. Demikian pula halnya didalam pengasuhan orangtua,  memahami perbedaan individual anak merupakan hal mutlak yang tidak bisa ditawar. Dengan kita mengetahui bahwa ada perbedaan individual  maka kita juga memahami  ada yang menjadi kebutuhan (needs) masing-masing individu. Sehingga  perlakuan yang kita berikan memang  khas hanya untuk individu tersebut. Ini yang saya artikan  bersikap wajar tanpa pengecualian. Hubungan yang terjalin antara orangtua dengan setiap anak, adalah hubungan dyadic, interaksi dua orang saja. Dengan demikian maka harapan yang muncul dalam sikap pengasuhan orangtua dalam konteks ini adalah tidak memaksa, tidak ada paksaan. Let it flow..Bersikap menerima anak dengan perangkat sifat yang dimiliki, tanpa harus merasa bersalah karena tidak menjadi orangtua yang sempurna. Bersikap wajar tanpa pengecualian  karena memang tidak ada anak dan orangtua yang ditakdirkan menjadi sempurna. No body perfect. Demikian pula mampu bersikap lentur, untuk tidak terlalu kaku dalam aturan yang tidak bersifat prinsip.
4. Melihat kekuatan potensi diri sendiri. Setiap individu memiliki potensi minat, bakat yang perlu dicuatkan sebagai satu prestasi dan keterampilan yang dibanggakan.. Pengasuhan orangtua yang benar adalah melihat pada potensi yang ada dalam diri anak untuk dikembangkan. Bukan melihat pada prestasi anak orang lain untuk kemudian membandingkannya pada anak. Demikian pula sebaliknya dengan orangtua. Ortu tidak perlu iri pada keterampilan apa yang dimiliki ortu lainnya karena pada dasarnya masing-masing memiliki kekuatan potensi diri. 
5.  Fokus pada satu kegiatan. Ortu adalah orang yang paling sibuk untuk memasukkannya anaknya untuk ikut les ini itu, untuk ikut kegiatan macam-macam dan berbagai macam  lomba.Apakah anak-anak memang menikmati berbagai kegiatan yang disodorkan ortunya? Seringkali kita ortu terpaku untuk menjajal yang ada di luar rumah. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan ortu di rumah bersama anak. Buat jadwal misalnya, hari apa jam berapa yoga bersama, belajar bahasa Jepang, nonton film bareng, membaca bersama, main kartu, buat kuiz, dls.  Cukup melakukan kegiatan dua macam dalam seminggu. Jangan memaksa anak ikut les sebagai balas dendam karena ortu tidak memilikim kesempatan di masa lalu. Dan juga jangan memasukan les karena ortu yang ingin.
6. Perhatikan pasangan. Seringkali saking  asik fokus pada anak sehingga melupakan pasangan. Cari waktu untuk kebersamaan berdua saja tanpa direcoki oleh anak.Jangan abaikan pasangan anda. Merupakan hal normal jika ortu  ingin sekali-kali keluar dari rutinitas. Anda berhak sembunyi, menghilang sejenak dari pandangan anak-anak. Bagaimanapun ortu adalah orang juga.


Daftar Bacaan :

Brooks, Jane B. (2011).  The Process of Parenting. New-York : McGraw-Hill International Edition.
Templar, Richard (2015). The Rules of Parenting.  Harlow : Pearson.

Sabtu, 27 Oktober 2018

FORUM ILMIAH PTK PAUDNI TAHUN 2012

Oleh: Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal

INDONESIA NEGARA BESAR Masuknya Indonesia dalam Kelompok G20 menandakan semakin diperhitungkannya Indonesia dalam kancah global. PDB tahun 2010 sebesar USD 700 Miliar menempatkan Indonesia diperingkat 18 negara dengan ekonomi terbesar dunia. PDB tahun 2011 meningkat menjadi USD 825 Miliar menjadikan negara dengan ukuran ekonomi ke-16 terbesar di dunia.

Pendapatan per kapita Indonesia menigkat dari USD 3000 di tahun 2010 menjadi USD 3542 di akhir tahun 2011. Peningkatan per kapita juga mengakibatkan pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang diperkirakan 7 juta per tahun. Tahun 2011 jumlah kelas menengah diperkirakan 53% atau 130 juta jiwa dari total populasi. Dan pertumbuhan ini diperkirakan akan berlanjut hingga periode bonus demografi pada tahun 2040.
 
Laporan Bank Dunia “Global Development Horizon 2011 Multipolarity : The New Global Economy”, menempatkan Indonesia bersama Brazil, India, China dan Korsel sebagai episentrum pertumbuhan global. Ekonomi Indonesia terus menunjukkan gejala pertumbuhan yang memuaskan ketika dunia justru dihantui krisis Eropa yang berkepanjangan, Timur Tengah dengan dinamika politiknya, Amerika fokus pada recovery dan angka pengangguran yang tinggi, dan Jepang menunjukkan penurunan kinerja ekonomi.

Di sisi pembangunan sosial, pencapaian MDGs Indonesia hingga akhir tahun 2011 cukup menggembirakan dengan capaian hingga 75-80%. Dengan dukungan berbagai instrumen kebijakan negara dalam mempercepat pencapaian MDGs seperti Inpres 3/2010 tentang RPJMN 2010-2014,program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Pemerataan Pembangunan Ekonomi Indonesia).Optimisme tercapainya target MDGs tahun 2015 merupakan spirit dalam mempercepat pembangunan manusia Indonesia.
 
Terpilihnya Presiden Indonesia bersama PM Inggris dan Presiden Liberia dalam KTT Rio +20 untuk memimpin pembicaraan tingkat tinggi menunjukkan kepercayaan besar yang diberikan dunia kepada Indonesia. Dalam kurun waktu sejak Indonesia melunasi utang IMF tahun 2006,Indonesia menjadi salah satu negara penopang pertumbuhan ekonomi global.

PR KITA : - penguasaan dan pengembangan teknologi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas nasional. - percepatan realisasi pembangunan infrastruktur seperti SEKOLAH, jalan tol, pelabuhan laut-sungai-udara, puskesmas, bendungan dan irigasi, pembangkit listrik. - efektivitas birokrasi pusat-daerah perlu ditingkatkan agar pelayanan publik menjadi lebih baik lagi.

TANTANGAN INDONESIA POVERTY INEQUALITY BACKWARDNESS

 TRIPLE TRACK STRATEGY Pro-Poor (pengentasan kemiskinan) Pro- Growth (pertumbuhan) Pro-Job (penyerapan tenaga kerja) Pro-Environment (pelestarian lingkungan)
 
GREEN ECONOMY Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi rendah karbon (CO2), dengan menekan serendah-rendahnya pemanfaatan bahan bakar fosil,penggunaan sumber daya yang efisisien, dan berkeadilan sosial.
 
BLUE ECONOMY Pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan lautan yang sehat dan produktif, bebas dari pencemaran, polusi dan perubahan iklim.
 
Dua konsep ekonomi diatas pilar bagi pembangunan berkelanjutan (sustainable growth) menuntut kearifan manusia untuk menyeimbangkan tuntutan menyejahterakan 7 miliar penduduk dunia saat ini (termasuk 240 juta rakyat Indonesia).

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. (World Comission on Environment and Development : Our Common Future)
 
1.PERUMUSAN KEBIJAKAN 2.PELAKSANAAN KEBIJAKAN 3.PENYUSUNAN, NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA 4.PEMBERIAN BIMBINGAN TEKNIS DAN EVALUASI 5.PELAKSANAAN ADMINISTRASI TUGAS FUNGSI MERUMUSKAN SERTA MELAKSANAKAN KEBIJAKAN DAN STANDARDISASI TEKNIS DI BIDANG PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FORMAL, PENDIDIKAN NONFORMAL, DAN PENDIDIKAN INFORMAL. TUGAS & FUNGSI DITJEN PAUDNI
 
MEWUJUDKAN INSAN INDONESIA CERDAS, KOMPREHENSIF, KOMPETITIF DAN BERMARTABAT (INSAN KAMIL / INSAN PARIPURNA) PERIODE 2005-2009 TEMA: PENINGKATAN KAPASITAS & MODERNISASI PERIODE 2010-2014 TEMA : PENGUATAN LAYANAN PERIODE 2015-2019 TEMA: DAYA SAING REGIONAL PERIODE 2020-2024 TEMA: DAYA SAING INTERNASIONAL VISI KEMDIKBUD 2025 15
 
PETA PTK DIKMAS PAUDNI KEMDIKBUD TAHUN 2012 BPKB: 7 unit SKB: 115 uniT Pamong Belajar 2824 orang Koridor Sumatera BPKB: 3 unit SKB: 99 unit Pamong Belajar 2250orang Koridor Jawa BPKB: 4 unit SKB : 42 unit Pamong Belajar 1408 orang Koridor Kalimantan JBPKB: 3 unit SKB: 29 uni Pamong Belajar 1961 orang t Koridor Bali–NTB-NTT BPKB: 3 unit SKB: 29 unit Pamong Belajar 425 orang Koridor Papua - Maluku BPKB: 6 unit SKB: 81 unit Pamong Belajar 1259 orang Koridor Sulawesi 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6

PERMASALAHAN PTK DIKMAS Program peningkatan kompetensi dan kualifikasi PTK Dikmas yang dilaksanakan selama 5 tahun terakhir jangkauan sasarannya sangat terbatas, sehingga diperlukan waktu panjang untuk menjangkau seluruh populasi yang ada. Penerbitan ketentuan turunan dari Peraturan Menpan RB No. 15 th 2010 ttg Jabfung PB dan No. 14 th 2010 ttg Jabfung Penilik belum seluruhnya tuntas, a.l. Permendikbud ttg Juknis Jabfung PB dan Penilik, Permendiknas ttg formasi jabfung PB dan Penilik
 
Panjangnya birokrasi untuk penerbitan Perpres ttg Tunjangan Fungsional PB dan Penilik serta Perpres ttg Perpanjangan BUP PB Penerbitan ketentuan turunan dari Peraturan Menpan RB No. 15 th 2010 ttg Jabfung PB dan No. 14 th 2010 ttg Jabfung Penilik belum disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan

Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) Jabfung PB dan Penilik belum terbentuk di sebagian besar prov dan kab/kota, sehingga menghambat pengembangan karier PB dan Penilik Kebijakan yang cenderung diskriminatif antara PTK pada jalur pendidikan nonformal dengan pendidikan formal menyebabkan tidak mendorong tumbuhnya motivasi kerja dikalangan PTK Dikmas, seperti: - Sertifikasi dan pemberian kesejahteraan bagi PTK Dikmas (PB, Penilik, Tutor, Pengelola satuan PNF) belum dapat dilaksanakan sebagaimana telah diberlakukan bagi PTK Pendidikan Formal -
 
Ketidakjelasan karier bagi PTK pendidikan nonformal yang berstatus non PNS Adanya kecenderungan semakin berkurangnya jumlah PB dan Penilik.

 

PROGRAM CSR DI BIDANG PAUD ADALAH INVESTASI

Oleh: Lydia Freyani Hawadi
 
MENGAPA CSR HARUS MEMBANTU PAUD ?
Kajian scientis, pentingnya PAUD tidak terbantahkan, usia 0-6 tahun sebagai “The Golden Age” APK PAUD di tahun 2012 barumencapai 34,54%, mengingat begitu pentingnya PAUD di tahun 2015 target APK sebesar 75% Rekomendasi Konvensi Internasional 99% layanan PAUD milik swasta perorangan (World Bank 2006), sehingga sarana dan prasarana PAUD dibangun dan disediakan secara swadaya. Tenaga Pendidik dibayar secara swadaya, berbeda dengan Pendidikan Dasar sampai Perguruan Tinggi kebanyakan sudah PNS yang dibayar Pemerintah. Adanya kewajiban bagi BUMN dan Perusahaan Nasional untuk mengeluarkan dana CSR

PENGERTIAN CSR 
Definisi CSR menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.

DASAR HUKUM CSR  
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pasal 74 di UU NO. 40 Tahun 2007 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25 (b) UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
 
 KEUNTUNGAN CSR BAGI PERUSAHAAN
Keuntungan CSR bagi Perusahaan
Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai sarana meraih keuntungan (profit centre). Penerapan program CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep tata kelola perusahaan yang baik (Good Coporate Governance). Program CSR memiliki fungsi atau peran strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko khususnya dalam membentuk katup pengaman sosial (social security).   Program CSR dapat membangun reputasi, meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya, posisi merek perusahaan, maupun bidang usaha perusahaan.

Program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. 6. Program CSR dapat memperkuat atau meningkatkan akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial). 7. CSR harus berupaya meminimumkan dampak negatif keberadaan perusahaan/manajemen dampak operasi.

 
CSR di bidang “Pendidikan” apa untungnya ?
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di bidang pendidikan selain dapat meningkatnya citra sebuah perusahaan juga dapat membuktikan bahwa perusahaan tersebut turut memikirkan nasib generasi bangsa, dan mampu menjadi warga negara yang baik. Khusus untuk CSR di bidang PAUD, perusahaan akan berkontribusi menyiapkan generasi emas melalui PAUD, selain itu citra positip perusahaan akan melekat lebih dini di hati anak dan juga kaum ibu. Perusahaan dapat melayani anak-anak keluarga besar perusahaan dengan mendirikan lembaga PAUD di lingkungan Perusahaan.
 
PELUANG MENARIK BAGI CSR UNTUK MENAIKAN APK PAUD
Peningkatan APK terberat pada rentang usia 0-2 tahun.
Pencapaian APK PAUD APK PAUD Nasional (usia 0-6 th) termasuk RA (Kemenag) baru mencapai 34,54% (2012), yaitu sebanyak anak yang terlayani. APK 3-6 th 61% di tahun 2012 Peningkatan APK terberat pada rentang usia 0-2 tahun. Masih kurangnya lembaga layanan PAUD, khususnya di daerah pedesaan, dari jumlah desa/kel di Indonesia masih terdapat desa/kel yang belum memiliki lembaga PAUD

MENUJU APK 75% (2015) : GERAKAN SATU DESA SATU PAUD
BLOCK GRANT Block-Grant Satu Desa Satu PAUD (Rp ,) Rintisan SPS (Rp ,-) Rintisan KOBER/TK (Rp ) Rintisan TPA (Rp ,-) Block-Grant PPAUD (Rp ,-) Block-Grant lainnya APBN/ APBD STRATEGI PELAKSANAAN Kesepahaman antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian BUMN melalui penanda tanganan MoU CSR PAUD Kemdikbud : Sosialisasi MoU CSR PAUD kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten. Kementerian BUMN : Sosialisasi MoU CSR kepada semua BUMN dan Perusahaan Swasta Nasional Pembentukan Forum CSR PAUD Nasional Pemberdayaan Organisasi Mitra PAUD, PAUD Percontohan dan LSM yang konsen terhadap PAUD agar dapat menjadi mitra BUMN dan Perusahaan dalam menyalurkan dana CSR untuk PAUD melalui Pelatihan. CSR ?

 
 TUJUAN GERAKAN SATU DESA SATU PAUD
Meningkatkan Akses Layanan PAUD Memfasiltasi pendirian lembaga PAUD yang berkualitas dan berkelanjutan secara partisipatif sebagai rintisan satu desa satu PAUD dan untuk mencapai target APK 75% di tahun Pembiayaan gerakan satu desa satu PAUD ini diproyeksikan berasal dari APBN, APBD dan partisipasi dana CSR dan PKBL. 2. Meningkatkan Kualitas Layanan PAUD Memfasilitasi peningkatan kualitas layanan PAUD melalui pelatihan berjenjang (Direktorat P2TK Ditjen PAUDNI) dan magang di lembaga PAUD Percontohan. Pembiayaan pelatihan peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan kependidikan ini akan diproyeksikan berasal dari APBN, APBD dan partisipasi dana CSR dan PKBL.
 
 PENJAMINAN KEAMANAN DAN EFEKTIVITAS PENYALURAN DANA CSR
PEMBERDAYAAN ORGANISASI MITRA DAN LEMBAGA PAUD PERCONTOHAN MENJADI KADER PENDAMPING PAUD : Saat ini telah meimiliki Organisasi Mitra PAUD yang telah memiliki kepengurusan sampai tingkat Kecamatan Telah banyak Lembaga PAUD Percontohan sebagai tempat magang/belajarnya guru-guru PAUD dalam meningkatkan kmpetensinya. Organisasi Mitra PAUD dan PAUD Percontohan yang ada akan dilatih penguatan kapasitas pendampingan PAUD yang berkalitas serta pendirian PAUD berbasis masyarakat secara partisipatif. Organisasi tersebut diberi tugas untuk menjadi pendamping PAUD sekaligus akan berperan sebagai mitra BUMN dalam menyalurkan dana CSR untuk PAUD KEBIJAKAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NON FORMAL DAN INFORMAL : Regulasi yang mendukung efektivitas penyaluran dana CSR Menyiapkan anggaran untuk mendukung Program PAUD CSR seperti dana untuk pelatihan, workshop CSR serta pembentukan Forum Taggung Jawab Sosial PAUD. Kebijakan mereplikasi pendekatan Program PPAUD sebagai program pembangunan PAUD berbasis masyarakat. Penguatan Kapasitas Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten dalam mendukung Program PAUD CSR. Koordinasi rutin dengan Kementerian BUMN dan Divisi khusus CSR setiap BUMN

Sabtu, 21 Juli 2018

Menemukan Kecemerlangan Dibalik Kekurangan Anak

DR. Reni Akbar-Hawadi, Psi, Kepala Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Helen Adams Keller, lahir pada 27 Juni 1880 di suatu desa kecil di Nothwest Alabama, AS. Ia dilahirkan secara normal dengan penglihatan dan pendengaran baik. Pada usia 19 bulan tiba-tiba Hellen jatuh sakit, penyakitnya yang diduga meningitis (namun sampai saat ini penyakit persisnya masih misterius) itu, menyebabkannya kehilangan fungsi penglihatan dan pendengaran. Ia menjadi seorang anak buta, tuli, tumbuh sebagai anak yang sulit, dan temper tantrum.

Di bawah penanganan tepat dari gurunya, Anne Sulivan, yang juga memiliki cacat penglihatan jarak dekat, kekurangan-kekurangan Keller dapat teratasi. Ia dengan sangat mudah menangkap pelajaran yang diberikan, dan perkembangan kemajuan Keller yang sangat luar biasa menjadi buah bibir masyarakat. Ia dikenal sebagai penemu huruf Braille, metode membaca untuk orang buta. Hellen Keller adalah satu contoh konkrit anak cacat yang berbakat (handicapped gifted).

Apa yang dimaksud dengan handicapped gifted?
Sesuai dengan arti katanya, handicapped gifted adalah seseorang yang cacat sekaligus berbakat mempunyai talenta yang luar biasa. Minat pakar psikologi dalam pengembangan anak cacat yang berbakat baru berkembang awal tahun 1970. Melalui analisis biografi ditemukan mereka yang tergolong sebagai handicapped gifted memiliki satu persamaan determinan dalam kesuksesan mereka, yaitu motivasi untuk sukses.

 
Bagaimana mengenali handicapped gifted?
Menurut Whitmore dan Marker (1985) tidak mudah, setidaknya ada empat hambatan, yaitu:


  1. Adanya stereotip pengharapan dari masyarakat pada anak cacat sebagai orang yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.
  2. Adanya perkembangan yang tertunda dalam daerah verbal, sehingga anak cacat yang memiliki kemampuan intelektual tinggi tidak terdeteksi, mengingat tes yang digunakan bersifat lisan.
  3. Informasi yang tidak lengkap tentang anak, sehingga yang terlihat justru kekuatan anak dalam bidang nonakademik.
  4. Tidak adanya kesempatan untuk membuktikan adanya kemampuan yang superior pada anak. Karena tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk lisan dan untuk pendidikan khusus.
Pengukuran intelektual nonverbal dan tes modifikasi perilaku perlu dilakukan agar orangtua ataupun guru dapat sedini mungkin menemukan anak yang cacat, namun tergolong berbakat. Identifikasi memang tidak mudah, karena biasanya yang akan langsung terlihat menonjol adalah kecacatan anak. Namun, bagi guru yang memiliki kemampuan memahami karakteristik anak berbakat, akan dapat dengan mudah mengenali siswa yang tergolong anak berbakat.

Untuk memastikan potensi keberbakatan yang dimiliki siswa tidak ada cara terbaik selain pemeriksaan psikologik. Hasil pengamatan orangtua, guru maupun orang sekitarnya akan diperkuat dugaannya oleh psikolog. Hal ini disebabkan karena psikolog memiliki metode dan instrumen untuk menggali potensi kecerdasan dan bakat individu. Sekolah mutu baik senantiasa memiliki seorang psikolog sekolah (school psychologist).
 
Apa yang dilakukan sekolah jika ternyata anak tergolong sebagai anak berbakat? Tidak ada cara terbaik selain memberikan anak Individualized Education Program (IEP) yang akan membawa anak kepada pendidikan khusus sesuai kebutuhan dirinya. Program pendidikan individual dibuat oleh tim yang mendapat masukan-masukan dari guru maupun orangtua berdasarkan kekuatan-keunggulan (strengths) yang dimiliki anak.
 
Tim yang terdiri dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan khusus, dan guru anak berbakat akan bekerjasama membuat perencanaan dan pelaksanaan IEP tersebut. Anak-anak dengan kecacatan penglihatan, pendengaran, ataupun fisik, namun sekaligus tergolong anak berbakat dapat menggunakan kekuatan intelektualnya untuk mempelajari keterampilan-keterampilan lain yang dapat mengkompensasi kekurangan dirinya.
 
Anak berbakat dengan kesulitan belajar (learning disabilities/LD) atau gangguan perilaku (behavior disorders) yang memiliki kecerdasan tinggi dibantu untuk dapat memecahkan masalah atau strategi metakognitif dalam tugas-tugas akademik dan tugas sosial, Sehingga mereka dapat sukses di sekolah. Anak dengan kategori kesulitan belajar (LD) dapat digolongkan dalam handicapped gifted.
 
Biasanya penyebabnya tidak diketahui, dan penyembuhannya sampai saat ini masih terus dikembangkan agar anak dapat dengan sukses mengikuti pendidikan di sekolah. Secara umum biasanya pendekatan pendidikan bagi anak berbakat yang tergolong LD ini melalui analisis tugas-tugas akademik untuk melihat keunggulan dan kelemahannya. Siswa banyak membutuhkan keterampilan mengorganisasi, seperti manajemen waktu, mencatat, merekam pelajaran, sekuens topik-topik pelajaran, keterampilan dasar menulis, dan lain sebagainya.
 
Program Remedial
Pada pendidikan khusus yang konvensional, fokus utama terletak pada program remedial, daripada pengembangan sebagai kompensasi untuk keunggulan siswa. Guru-guru anak berbakat dapat memberikan instruksi tambahan dengan menggunakan keunggulan-keunggulan anak. Ini untuk menangkap minat-minat anak dan memotivasi mereka agar dapat mengikuti pelajaran yang lebih tinggi (advanced study) dan persistensi dalam tugasnya. Sedangkan pelayanan pekerja  sosial dapat membantu anak di rumah untuk meningkatkan harga dirinya.

 
Akhirnya, guru anak berbakat dapat menyediakan layanan pendidikan pengayaan maupun percepatan belajar untuk membuat belajar lebih menantang dan menarik anak. Intinya dalam pendidikan anak cacat berbakat, guru memusatkan perhatian pada keunggulan diri anak dan memberikan layanan yang sesuai sebagai hadiah atas kemampuannya yang tinggi.


Sumber: http://www.inspiredkidsmagazine.com/ArtikelSpecialNeeds.php?artikelID=415

Sabtu, 09 Juni 2018

Risiko Pernikahan Usia Anak: Perspektif Psikologi


Lydia Freyani Hawadi

Disampaikan dalam Workshop Bahsul Masail Pernikahan Usia Anak yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se Indonesia bekerja sama dengan Fitra Jepara, dan Plan Internasional Unit Rembang serta KPPA, di Semarang, 24 April 2016.



Makalah ini disampaikan sebagai bahan masukan untuk Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se Indonesia (MP3I) dalam melakukan istinbath hukum syari terhadap praktik pernikahan usia anak. 


Pernikahan usia anak adalah pernikahan yang terjadi dibawah usia lazimnya, diluar usia yang sepatutnya dilakukan bagi pasangan suami istri yang sesuai dengan kaidah tahap dan tugas perkembangan individu.


Jika pernikahan usia anak terjadi korban utama adalah perempuan dan anak yang dilahirkan. Berbagai dampak akan dirasakan oleh perempuan yaitu mulai dari masalah fisiologis seperti gangguan fungsi reproduktif, anemia dan lain sebagainya sampai dengan masalah psikologis yaitu putusnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan karir, serta diperolehnya kekerasan dalam rumah tangga. 


Kecenderungan pernikahan usia anak semakin meningkat dalam lima tahun terakhir ini baik diitingkat global maupun Indonesia sendiri. Menurut Data BKKBN (2012)  tercatat ada 7 Propinsi yang memiliki angka tinggi pernikahan usia anak yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.


Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia anak didunia ranking ke 37 dan ke dua di ASEAN setelah Cambodia. Penyebab utama terjadinya adalah kemiskinan, pendidikan dan lingkungan keluarga.


Perspektif saya dalam melihat masalah yang diberikan tidak terlepas dari latar belakang saya sebagai psikolog dan sebagai konsultan BP4 Pusat yang sejak tahun 1988 menggeluti masalah perkawinan ini.


Bagi saya membangun perkawinan adalah hasil kerjasama dua pihak yang saling terus menerus menaruh respek, saling memberikan energi, cinta dan kasih sayang untuk mencapai kebahagiaan yang langgeng. Dan ini akan bisa berjalan jika kemitraan yang terjadi antara suami istri setara, dengan pemahaman yang baik akan diri masing-masing.


Secara psikologis pola berpikir dan kematangan berpikir baru diperoleh seseorang jika ia telah mencapai usia dewasa. Masa-masa dibawah itu tidak saja merupakan masa-masa pertumbuhan secara fisik yang mempersiapkan segala sesuatunya termasuk psikologis lebih baik.


Untuk mendapatkan gambaran tentang perkawinan dari perspektif psikologi, maka dibawah ini saya sampaikan makalah yang pernah saya sampaikan pada tahun 2010 dalam kegiatan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama untuk menyusun  kurikulum Kursus Pra Nikah.

1. Definisi Perkawinan
Banyak ragam definisi perkawinan, sebaiknya diambil definisi yang sesuai dengan UU Perkawinan yang berlaku. Namun bisa juga ditambahkan untuk menambah wawasan calon pasutri, definisi perkawinan lain yang ada, misalnya saya kutipkan dari tiga penulis yang berbeda :

- Perkawinan adalah suatu hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang diakui secara sosial, menyediakan hubungan seksual dan pengasuhan anak yang sah, dan didalamnya terjadi pembagian hubungan kerja yang jelas bagi masing-masing pihak baik suami maupun istri. (Duvall dan Miller , 1985)

- Perkawinan adalah antara dua mitra yang memiliki obligasi berdasarkan minat
pribadi dan kegairahan. (Seccombe and Warner, 2004)

- Perkawinan adalah komitmen emosional dan hukum dari dua orang untuk membagi kedekatan emosional dan fisik, berbagi bermacam tugas dan sumber-sumber ekonomi. (Olson and deFrain, 2006)


2. Definisi Keluarga
Keluarga adalah satu unit orang-orang, yang selalu berhubungan, biasanya hidup bersama dalam bagian hidup mereka, bekerja bersama untuk memuaskan kebutuhan mereka dan saling berhubungan untuk memuaskan keinginannya. (Duvall dan Miller, 1985).

 
3. Motif untuk Menempuh Perkawinan
Pada awalnya, masalah perkawinan merupakan masalah bersama, keputusan antar keluarga namun kemudian terjadi pergeseran dimana perkawinan merupakan bagian dari HAM, keputusan individual atau perseorangan.

 

Menurut David Knox (1975) ada 3 (tiga) alasan positif mengapa seseorang melakukan pernikahan yaitu emotional security, companionship, desire to be a parent. Selanjutnya ia mengatakan bahwa alasan salah untuk menikah adalah physical attractiveness, economic security, pressure from parents, peers, partners or pregnancy, escape, rebellion or rescue.
 

Pakar lain, Turner dan Helms (1983) menyebutkan ada dua faktor motif seseorang menikah yaitu :
a. Faktor Pendorong
Hal-hal yang menjadi faktor pendorong untuk melakukan perkawinan adalah cinta, konformitas, legitimasi seks dan anak.

 

b. Faktor Penarik
Hal-hal yang menjadi faktor penarik untuk melakukan perkawinan adalah persahabatan, berbagi rasa dan komunikasi.

Dengan perkataan lain dapat juga dikatakan bahwa melalui perkawinan akan dapat dipenuhi beberapa kebutuhan manusia yaitu :
o Kebutuhan fisiologis dan material
o Kebutuhan psikologis
o Kebutuhan sosial
o Kebutuhan religius

 

4.Tahap-Tahap Perkawinan
Duvall dan Miller (1985) menyatakan adanya tujuh tahap perkawinan yang dikaitkannya dengan usia anak, sebagai berikut :
1. Pasangan baru
2. Keluarga memiliki anak
3. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
5. Keluarga dengan anak usia remaja
6. Keluarga dengan anak usia dewasa muda
7. Keluarga dewasa madya
8. Keluarga lanjut usia

 

Namun jika dikaitkan dengan peran sebagai orangtua, maka kehidupan perkawinan dapat dibagi dalam empat tahap yaitu :
1. Perkawinan baru, yang relatif sangat singkat dan segera berakhir dengan lahirnya anak pertama.
2. Perkawinan orangtua, berakhir ketika anak tertua memasuki usia remaja
3. Perkawinan tengah baya, dimulai ketika anak-anak meninggalkan rumah
4. Perkawinan lanjut usia, diawali pada awal masa pensiun dan berakhir saat salah satu pasangan meninggal dunia.
5. Periode Perkawinan

 

Strong dan De Vault (1989) mengemukakan periode perkawinan sebagai berikut:
a. Periode Tahun Awal,
Dimulai saat seseorang baru menikah dan belum memiliki anak. Tahap ini merupakan tahun yang sangat kritis, karena seseorang mengalami transisi dalam kehidupannya. Tahun pertama perkawinan ini akan menentukan perkembangan perkawinan selanjutnya, apakah akan menjadi lebih baik atau malah memburuk.

 

Masa ini berlangsung 10 tahun pertama perkawinan, yang meliputi fase perkenalan awal diikuti oleh fase menetap. Selama fase perkenalan, satu sama lain saling mengenal kebiasaan sehari-hari. Mereka menetapkan peraturan kehidupan sehari-hari,menyelesaikan sekolah, memulai karir atau merencanakan kehadiran anak pertama.
 

Pada fase menetap, pasangan masih mengejar karir, memutuskan memiliki anak dan mengatur peran masing-masing. Mereka saling menyesuaikan harapan sesuai dengan peran yang atas dasar jender, hukum, dan pengalaman pribadi yang dipelajarinya. Satu sama lain saling memberikan pendapatnya tentang pembagian peran yang akan dijalankan sebagai pasutri.
Pasutri yang memiliki latar belakang yang sama akan lebih mudah menyesuaikan diri satu sama lain, karena mempunyai harapan yang sama terhadap pasangannya. Sedangkan perbedaan latar belakang keluarga (seperti agama, suku bangsa, sosial dan keluarga yang retak) akan mengganggu proses penyesuaian perkawinan.

 

b. Periode Perkawinan Muda.
Diawali dengan mulai adanya anak dalam kehidupan pasutri. Istri berhenti bekerja dan mengasuh anak, mulai menyesuaikan diri dengan irama kehidupan rutin dalam perkawinan. Sedangkan bagi perempuan berkarir yang tetap bekerja, harus mampu membagi waktunya dengan baik dalam mengurus rumah tangga, anak serta pekerjaannya. Hal ini tidak mudah, karena menuntut penyesuaian psikologis yang cukup besar. Untuk itu ada yang menyebutkan pada periode ini kepuasan perkawinan pada perempuan mulai berkurang.

 

c. Periode Tahun Pertengahan
Periode ini antara tahun ke 11 sampai dengan ke 30 tahun perkawinan. Jika pasangan memiliki anak, maka fase ini diisi dengan fokus pada pengembangan anak dan pengasuhan keluarga, serta menetapkan tujuan-tujuan baru untuk masa depan. Jika pasangan tidak memiliki anak, maka fase ini didedikasikan untuk karir, aktivitas kemasyarakatan atau tugas-tugas sosial. Titik beratnya adalah kebahagiaan dan kesejahteraan pasangan hidupnya.

 

Pada periode ini, anak sudah berkembang menjadi remaja yang memiliki nilai-nilai dan ide pergaulan yang berbeda. Untuk itu seringkali terjadi konflik antara anak dengan orangtua. Namun pada periode ini pasutri sudah memiliki kondisi keuangan yang baik, karena istri sudah mulai bekerja kembali dan pengasuhan anak banyak berkurang.
 

Hal lain yang terjadi, pasutri sudah mulai memasuki tanda-tanda ketuaan, sudah mulai banyak orang seumurnya yang meninggal. Reaksi yang terjadi, biasanya ada yang menarik diri dari pergaulan namun ada juga yang malah aktif membina hubungan baik dengan orang lain seperti kenalan, saudara dan anak-anak. Periode ini juga merupakan masa persiapan pasutri kehadiran menantu, saudara-saudara yang baru, dan mempersiapkan diri menjadi kakek nenek, disamping harus menerima kehadiran orangtua sendiri yang sudah mulai tergantung pada mereka.
 

d. Periode Tahun Matang
Periode ini diawali dalam tahun ke 31 saat–saat menjadi tua bersama, merencanakan pensiun, menjadi kakek nenek dan hidup sendiri tanpa pasangan serta persiapan kematian. Disebut juga periode perkawinan tua.

 

6. Pola-Pola Perkawinan
Hal yang masih sangat mendominan di dalam persepsi banyak orang bahwa di dalam lembaga perkawinan, laki-laki adalah pencari nafkah dan istri adalah seseorang yang melahirkan dan mengasuh anak-anak, melayani kebutuhan suami sebaik-baiknya, dan mengatur rumah tangga. Namun seiring dengan perkembangan jaman dimana perempuan dapat mengenyam pendidikan dan bekerja di luar rumah, terjadi pula perubahan nilai dan pola perkawinan. Saat ini menjadi hal yang lumrah jika istri lebih berpenghasilan lebih dari si suami, istri lebih memiliki pendidikan yang tinggi dari suami atau istri memiliki posisi karir yang melampaui suaminya.

 

Berkaitan dengan hal diatas, Ihromi (1999) mengutip Scanzoni dan Scanzoni yang menyebutkan adanya empat pola perkawinan yaitu :
a. Owner Property
Dalam pola ini suami sebagai pencari nafkah, dan istri sebagai ibu rumah tangga yang harus tunduk kepada keputusan suami. Status sosial istri bergantung pada status sosial suami. Istri bukan dianggap sebagai pribadi tetapi sebagai barang milik si suami yang harus selalu siap melayani suami walaupun ia tidak menginginkannya.

 

b. Head Complement
Dalam pola ini walau suami tetap sebagai pencari nafkah, dan si istri mengurus rumah tangga, namun kehidupan perkawinan diatur secara bersama. Istri memiliki hak suara, sehingga hubungan yang terjadi adalah saling melengkapi, berbagi masalah, dan melakukan kegiatan bersama.

 

c. Senior Junior Partner
Suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga si istri tidak sepenuhnya bergantung pada suami meskipun dalam pola ini penghasilan dan karir si suami tetap diatas istrinya.

 

d. Equal Partner
Suami dan istri dalam posisi duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tidak ada pihak yang lebih tinggi atau lebih rendah. Setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan diri dan melakukan tugas rumah tangga. Keputusan diambil secara bersama dan selalu mempertimbangkan kepuasan masing-masing pihak.

 
7. Tipe Perkawinan
Kepuasan perkawinan merujuk pada kebahagiaan perkawinan, yaitu seberapa jauh pasangan merasakan perkawinannnya berjalan dengan stabil dan memuaskan.

 

Hasil riset Cuber dan Haroff (dalam Bird dan Melville,1994) terhadap 211 pasangan yang telah menginjak usia perkawinan 10 tahun dan tidak bercerai, menyatakan adanya 5 tipe perkawinan yaitu :
a. Conflict Habituated, perkawinan tipe ini bercirikan mereka yang selalu bertengkar namun tidak bermaksud untuk pisah. Mereka hampir selalu dalam keadaan tegang, dan tidak cocok satu sama lain namun ingin tetap bersama.

b. Devitalized, perkawinan yang meredup. Kebersamaan perkawinan hanya rutinitas semata, karena tanggung jawab dan tugas.

c. Passive Congenials, perkawinan yang berlangsung aman dan tertib tanpa atau jarang diisi dengan pertengkaran. Pasangan berbagi minat bersama, terlibat dalam kegiatan sosial bersama, mengasuh anak, mengembangkan karir namun tidak mementingkan hubungan romantik.

d. Vitals, perkawinan yang diisi dengan kegiatan dan kebersamaan secara intens. Pasangan terikat dalam semua persoalan kehidupan.

e. Totals, sama halnya dengan Vitals namun dalam derajat yang lebih dimana sebanyak mungkin semua kegiatan dan persoalan kehidupan dinikmati bersama.

 
8. Faktor Prediktif Kepuasan Perkawinan
Kepuasaaan dalam perkawinan merupakan kesan subjektif individu terhadap komponen perkawinannya secara keseluruhan yang meliputi cinta, kebersamaan, anak, pengertian pasangan, dan standar hidup (Blood dan Wolfe, dalam Santrock, 1985). Lebih jauh Snyder (dalam Rathus dan Nevid, 1983) mengelaborasi sejumlah faktor yang berperan secara konsisten dalam kepuasan perkawinan yakni, komunikasi efektif, komunikasi problem solving, kesepahaman pengelolaan keuangan dan kepuasaan seksual.

 

Hal yang menarik tentang kepuasan perkawinan ini disampaikan oleh Zastrow dan Kirst-Ashaman (1987), yang mengaitkannya dengan faktor-faktor sebelum berlangsungnya perkawinan dan selama berlangsungnya perkawinan. Dibawah ini disampaikan dua faktor prediktif kebahagiaan perkawinan yang berkait erat dengan masa sebelum dan selama perkawinan, yaitu :
 

1. Faktor- faktor sebelum perkawinan :
 Perkawinan orang tua yang berbahagia
 Kebahagiaan di masa kanak-kanak
 Disiplin lembut dan tegas dari ortu
 Hubungan orang tua yang harmonis
 Bergaul baik dengan lawan jenis
 Telah mengenal lebih dari satu tahun sebelum perkawinan
 Ada restu dari orang tua
 Usia sepantar
 Puas dengan kasih sayang pasangan
 Cinta
 Kesamaan minat
 Pandangan yang optimistik tentang kehidupan
 Stabilitas emosional
 Sikap yang simpatik
 Kemiripan latar belakang budaya
 Kesesuaian keyakinan agama
 Kondisi pekerjaan dan karir memuaskan
 Hubungan cinta karena persahabatan bukan nafsu
 Kesadaran akan kebutuhan pasangan
 Keterampilan interspersonal dan sosial
 Identitas diri positif
 Memegang nilai-nilai umum
 Kemampuan mencari jalan keluar dari masalah
 Kemampuan pemahaman dan penerimaan diri baik

 

2. Faktor-faktor selama perkawinan :
 Kemampuan komunikasi yang baik
 Hubungan yang setara
 Hubungan yang baik dengan mertua dan ipar
 Minat dibidang yang sama
 Menginginkan hadirnya anak
 Cinta yang bertanggung jawab, saling hormat dan persahabatan
 Menikmati waktu luang bersama
 Hubungan yang penuh afeksi dan kebersamaan
 Kemampuan untuk menerima sekaligus memberi

 

Sedangkan faktor prediktif terhadap ketidakpuasan atau kebahagiaan perkawinan yang berkait pada masa sebelum dan selama perkawinan berlangsung adalah :
1. Faktor-faktor sebelum perkawinan
 Orangtua bercerai
 Kematian orangtua
 Ketidak cocokan ciri kepribadian utama pasangan
 Kenal kurang satu tahun
 Alasan perkawinan karena kesepian
 Alasan perkawinan karena agar bisa meninggalkan keluarga
 Perkawinan dibawah usia 20 tahun
 Adanya predisposisi untuk tidak bahagia
 Mengalami problem problem pribadi yang intensif

 

2. Faktor-faktor selama perkawinan
 Suami lebih dominan
 Istri lebih dominan
 Kecemburuan
 Merasa superior terhadap pasangan
 Merasa lebih pintar dari pasangan
 Tinggal bersama orangtua atau ipar

 

Berdasarkan faktor-faktor diatas David dan Mace (1983), menegaskan bahwa suatu perkawinan baru dianggap berhasil jika mampu mengalami tiga tahapan yaitu :
• Mutual Enjoyment, yang dialami pada saat pasanagan menjalani bulan madu bersama.
• Mutual Adjustment,yang dialami dalam waktu relatif lama dimana masing-masing saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik.
• Mutual Fulfillment, yang terjadi setelah pasangan melampaui dua tahap sebelumnya dengan berhasil. Dalam tahap ini suami dan istri telah menjadi satu kesatuan yang saling mengisi dan melengkapi. Oleh karenanya konflik-konflik besar akan jarang ditemukan.

 

Apakah kepuasan perkawinan berjalan seiring dengan bertambah lamanya perkawinan? Berbagai pendapat diberikan tentang hal ini. Clark dan Walin (1965) mengatakan orang-orang yang dari semula bahagia tetap bahagia, dan yang dari semula tidak bahagia tetap tidak bahagia. Sedangkan Guilford (1986) berpendapat bahwa kepuasan perkawinan meningkat secara linear berjalan dengan lamanya waktu perkawinan.
 

Hal yang bertentangan dengan apa yang dikatakan Blood dan Wolfe (1960) bahwa ada penurunan kepuasan perkawinan yang sifatnya gradual, sejalan dengan waktu perkawinan. Rollins dan Feldman (1970) menemukan bahwa pola kepuasan sepanjang kehidupan perkawinan sendiri berbentuk curvelinear, dengan kepuasan menurun pada kelahiran anak pertama, mencapai titik terendah ketika anak-anak mulai remaja dan meningkat kembali ketika anak meninggalkan rumah.
 

Bagaimana arti kepuasan perkawinan bagi laki-laki dan perempuan? Bagi suami, kepuasan perkawinan baru akan terjadi jika terpenuhinya perasaan untuk dihargai, kesetiaan, dan terpenuhinya rencana terhadap masa depan. Sedangkan istri, melihat kepuasan perkawinan dari sisi terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya intimasi.. Demikian pula usia dan jender telah terbukti mempengaruhi persepsi kebahagiaan perkawinan. Laki-laki dan pasutri yang lebih muda memiliki persepsi kepuasaan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita dan pasutri yang lebih tua (Haring-Hildore, Stock, Okun dan Witter, 1985 dikutip dari Indrasari, 1998).
 

Hasil penelitian Bernard (1972) menunjukkan bahwa laki-laki yang menikah, jauh lebih baik secara fisik, social, dan psikologis dibandingkan perempuan yang menikah. Senada dengan ini, Mugford dan Laly (1981) serta Rubenstein (1982) dalam penelitiannya menemukan bahwa perempuan lebih banyak melaporkan perasaan frustrasi, ketidakpuasaan, adanya masalah perkawinan, dan keinginan untuk bercerai dari pada suami. Para istri lebih banyak mengalami kecemasan dan dalam keadaan nervous breakdown (perasaan tidak berdaya, cemas , kuatir dan fisik merasa sakit), menyalahkan diri sendiri atas ketidak sesuaian antara harapan dengan kenyataan dalam perkawinannya,. Perkawinan yang baik akan memberikan manfaat bagi tercapainya kesehatan fisik dan mental bagi perempuan, sedangkan laki-laki tetap akan merasaakan manfaat dari suatu perkawinan tanpa mempertimbangkan kualitas perkawinannya.
 

Mengutip berbagai pandangan pakar perkawinan, ada perbedaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan, Indriasari (1998). Bagi laki-laki, faktor kepuasan seksual dan aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan bersama pasangan, memiliki pasangan yang atraktif, mendapatkan dukungan keluarga, dikagumi oleh irti merupakan fakor-faktor penting dalam kepuasan perkawinan. Sementara pada perempuan, aspek kualitas dan kuantitas komunikasi serta afeksi dengan pasangan merupakan hal yang penting. Perempuan merasa puas jika suaminya menunjukkan afeksi, dapat bercakap-cakap dengan suami, suami menunjukkan kejujuran, keterbukaan, dan komitmen terhadap keluarga dan memperoleh support secara finansial.
 

Bila dilihat dari tahap perkembangan keluarga, kepuasan perkawinan pada laki-laki cenderung lebih konstan dibandingkan perempuan yang mengalami beragam kepuasan perkawinan sejalan dengan tahap perkembangan keluarga. Titik terendah kepuasan perkawinan perempuan terjadi pada saat mereka memiliki anak usia pra sekolah, dan tertinggi setelah anak meninggalkan rumah.
 
9.Keuntungan Perkawinan
Linda Waite mengutip beberapa kajian tentang efek positif perkawinan yaitu : memiliki gaya hidup yang sehat,lebih panjang umur, memiliki hubungan sesksual yang memuaskan, memiliki lebih kekayaan, dan secara umum anak-anak dapat tumbuh kembang lebih baik dengan adanya orangtua di rumah.

 

10.Formula Kesuksesan Perkawinan
- Masing-masing harus mandiri dan matang
- Harus mencintai pasangan dan diri mereka sendiri
- Menikmati kesendirian sama baiknya dengan kebersamaan
- Mapan dalam pekerjaan
- Mengenal baik pasangan masing-masing
- Mampu berekspresi secara asertif
- Keduanya adalah teman sekaligus lovers


Daftar Kepustakaan :

Olson, D.H.,DeFrain,J.(2006). Marriages & Families. Boston : McGrawHill.
Secombe,K., Warner, R.L. (2004). Marriages and Families . Canada :Wadsworth.
Williams,B.K.,Sawyer, S.C.,Wahlstrom,C.M (2006). Marriages, Families, and Intimate Relationships. A Practical Introduction. Boston : Pearson Education,Inc.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia