Sabtu, 21 Juli 2018

Menemukan Kecemerlangan Dibalik Kekurangan Anak

DR. Reni Akbar-Hawadi, Psi, Kepala Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Helen Adams Keller, lahir pada 27 Juni 1880 di suatu desa kecil di Nothwest Alabama, AS. Ia dilahirkan secara normal dengan penglihatan dan pendengaran baik. Pada usia 19 bulan tiba-tiba Hellen jatuh sakit, penyakitnya yang diduga meningitis (namun sampai saat ini penyakit persisnya masih misterius) itu, menyebabkannya kehilangan fungsi penglihatan dan pendengaran. Ia menjadi seorang anak buta, tuli, tumbuh sebagai anak yang sulit, dan temper tantrum.

Di bawah penanganan tepat dari gurunya, Anne Sulivan, yang juga memiliki cacat penglihatan jarak dekat, kekurangan-kekurangan Keller dapat teratasi. Ia dengan sangat mudah menangkap pelajaran yang diberikan, dan perkembangan kemajuan Keller yang sangat luar biasa menjadi buah bibir masyarakat. Ia dikenal sebagai penemu huruf Braille, metode membaca untuk orang buta. Hellen Keller adalah satu contoh konkrit anak cacat yang berbakat (handicapped gifted).

Apa yang dimaksud dengan handicapped gifted?
Sesuai dengan arti katanya, handicapped gifted adalah seseorang yang cacat sekaligus berbakat mempunyai talenta yang luar biasa. Minat pakar psikologi dalam pengembangan anak cacat yang berbakat baru berkembang awal tahun 1970. Melalui analisis biografi ditemukan mereka yang tergolong sebagai handicapped gifted memiliki satu persamaan determinan dalam kesuksesan mereka, yaitu motivasi untuk sukses.

 
Bagaimana mengenali handicapped gifted?
Menurut Whitmore dan Marker (1985) tidak mudah, setidaknya ada empat hambatan, yaitu:


  1. Adanya stereotip pengharapan dari masyarakat pada anak cacat sebagai orang yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.
  2. Adanya perkembangan yang tertunda dalam daerah verbal, sehingga anak cacat yang memiliki kemampuan intelektual tinggi tidak terdeteksi, mengingat tes yang digunakan bersifat lisan.
  3. Informasi yang tidak lengkap tentang anak, sehingga yang terlihat justru kekuatan anak dalam bidang nonakademik.
  4. Tidak adanya kesempatan untuk membuktikan adanya kemampuan yang superior pada anak. Karena tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk lisan dan untuk pendidikan khusus.
Pengukuran intelektual nonverbal dan tes modifikasi perilaku perlu dilakukan agar orangtua ataupun guru dapat sedini mungkin menemukan anak yang cacat, namun tergolong berbakat. Identifikasi memang tidak mudah, karena biasanya yang akan langsung terlihat menonjol adalah kecacatan anak. Namun, bagi guru yang memiliki kemampuan memahami karakteristik anak berbakat, akan dapat dengan mudah mengenali siswa yang tergolong anak berbakat.

Untuk memastikan potensi keberbakatan yang dimiliki siswa tidak ada cara terbaik selain pemeriksaan psikologik. Hasil pengamatan orangtua, guru maupun orang sekitarnya akan diperkuat dugaannya oleh psikolog. Hal ini disebabkan karena psikolog memiliki metode dan instrumen untuk menggali potensi kecerdasan dan bakat individu. Sekolah mutu baik senantiasa memiliki seorang psikolog sekolah (school psychologist).
 
Apa yang dilakukan sekolah jika ternyata anak tergolong sebagai anak berbakat? Tidak ada cara terbaik selain memberikan anak Individualized Education Program (IEP) yang akan membawa anak kepada pendidikan khusus sesuai kebutuhan dirinya. Program pendidikan individual dibuat oleh tim yang mendapat masukan-masukan dari guru maupun orangtua berdasarkan kekuatan-keunggulan (strengths) yang dimiliki anak.
 
Tim yang terdiri dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan khusus, dan guru anak berbakat akan bekerjasama membuat perencanaan dan pelaksanaan IEP tersebut. Anak-anak dengan kecacatan penglihatan, pendengaran, ataupun fisik, namun sekaligus tergolong anak berbakat dapat menggunakan kekuatan intelektualnya untuk mempelajari keterampilan-keterampilan lain yang dapat mengkompensasi kekurangan dirinya.
 
Anak berbakat dengan kesulitan belajar (learning disabilities/LD) atau gangguan perilaku (behavior disorders) yang memiliki kecerdasan tinggi dibantu untuk dapat memecahkan masalah atau strategi metakognitif dalam tugas-tugas akademik dan tugas sosial, Sehingga mereka dapat sukses di sekolah. Anak dengan kategori kesulitan belajar (LD) dapat digolongkan dalam handicapped gifted.
 
Biasanya penyebabnya tidak diketahui, dan penyembuhannya sampai saat ini masih terus dikembangkan agar anak dapat dengan sukses mengikuti pendidikan di sekolah. Secara umum biasanya pendekatan pendidikan bagi anak berbakat yang tergolong LD ini melalui analisis tugas-tugas akademik untuk melihat keunggulan dan kelemahannya. Siswa banyak membutuhkan keterampilan mengorganisasi, seperti manajemen waktu, mencatat, merekam pelajaran, sekuens topik-topik pelajaran, keterampilan dasar menulis, dan lain sebagainya.
 
Program Remedial
Pada pendidikan khusus yang konvensional, fokus utama terletak pada program remedial, daripada pengembangan sebagai kompensasi untuk keunggulan siswa. Guru-guru anak berbakat dapat memberikan instruksi tambahan dengan menggunakan keunggulan-keunggulan anak. Ini untuk menangkap minat-minat anak dan memotivasi mereka agar dapat mengikuti pelajaran yang lebih tinggi (advanced study) dan persistensi dalam tugasnya. Sedangkan pelayanan pekerja  sosial dapat membantu anak di rumah untuk meningkatkan harga dirinya.

 
Akhirnya, guru anak berbakat dapat menyediakan layanan pendidikan pengayaan maupun percepatan belajar untuk membuat belajar lebih menantang dan menarik anak. Intinya dalam pendidikan anak cacat berbakat, guru memusatkan perhatian pada keunggulan diri anak dan memberikan layanan yang sesuai sebagai hadiah atas kemampuannya yang tinggi.


Sumber: http://www.inspiredkidsmagazine.com/ArtikelSpecialNeeds.php?artikelID=415

0 komentar:

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia