Seorang guru harus memahami kemam-puan anak-anak didiknya, apakah ia
tergo-long biasa atau malah berbakat. Jangan salah memperlakukan anak
berbakat.”
.................................
Setiap anak manusia terlahir hakekatnya telah membawa ‘modal dasar’ berupa potential ability untuk perkembangan
selanjutnya. Namun setiap anak sekalipun ia lahir kembar, tidak ada
yang sama. Artinya pula setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Ada
anak yang memiliki potensi biasa-biasa, ada pula yang membawa potensi
luar biasa.
Perbedaan individual ini menyebabkan tidak mudah
memberikan pelayanan yang sesuai dengan masing-masing anak. Jika
perbedaan itu tidak cukup signifikan, maka pelayanan secara massal atau
kolektif dapat dilakukan. Jika perbedaan itu sangat men-colok, misalnya
tingkat kecerdasan, kreati-vitas, kecacatan, dan motivasi, maka pada
kondisi anak-anak seperti ini, maka diperlu-kan pelayanan dan perlakuan
tersendiri sesuai potensi individualnya untuk mencapai perkembangan yang
optimal yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Anak-anak yang
memiliki kelebihan potensi individual sering diidentikkan sebagai anak
berbakat. Seorang anak dikategorikan anak berbakat, tak semata-mata
karena mudah memahami segala sesuatu, mempunyai daya ingat baik serta
mampu menyelesaikan tugas-tugas sekolah dengan cepat. Bisa jadi mereka
bukan siswa yang selalu berprestasi. Namun, ada sesuatu yang membedakan
dirinya dengan siswa lain di kelas, yakni kewaspadaan (alertness),
kemampuan memahami (quick insights), dan keterampilan lain yang lebih
hebat dari anak lain seusianya. Hal ini membuat anak mampu menunjukkan
prestasi luar biasa di sekolah. Satu ciri pasti yang ditunjukkan anak
berbakat umumnya adalah skor IQ-nya tinggi.
Sementara pandangan lain
yaitu pandangan yang berdasarkan dari sudut pandang berdimensi ganda.
Menurut pandangan ini keterbakatan tidak hanya ditinjau dari segi
kecerdasan tapi juga dilihat dari segi prestasi, kreativitas, dan
karakteristik pribadi/sosial lainnya; dilihat dari segi kemampuan yang
bersifat potensial maupun aktual (prestasi).
Hasil penelitian dan
pengamatan dari para ahli menunjukkan bahwa anak berba-kat memiliki
karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dari anak lain pada umum-nya.
Karakteristik dan kebutuhan yang mencakup aspek-aspek: intelektual,
akademik, kreativitas, kepemimpinan, dan sosial, seni, afeksi, sensoris
fisik, intuisi, dan ekologis.
Bagaimana perasaan guru jika ada anak
didiknya yang diidentifikasi sebagai anak berbakat? Takjub? Bingung?
Senang? Atau malah gelisah?
Harus diingat bahwa ternyata ada
perla-kuan khusus bagi anak-anak yang memiliki kelebihan potensi di
negara ini. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
antara lain bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4).
Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12, ayat 1b).
Memperlakukan
anak-anak berbakat menjadi tugas penting seorang guru, di samping tentu
pula memperhatikan anak-anak didik lainnya dalam kategori yang bebeda.
Itu sebabnya sejak awal guru harus mulai menyadari si anak akan memiliki
peri-laku berbeda dengan teman-teman sebaya-nya. Semakin tinggi skor IQ
anak, kian mem-buat anak menjadi tidak tipikal. Biasanya 3-5% persen
anak dari populasi sekolah tergolong gifted (berbakat). Jika ada 1000
siswa, maka paling tidak ada 30-50 anak yang tergolong gifted. Jika
dalam sebuah kelas ada 40 anak, maka kemungkinan ada 2-3 anak yang
tergolong berbakat.
Ciri Anak Berbakat
Untuk
mengidentifikasi seorang anak apakah berbakat atau tidak, tidak terlalu
sulit. Para guru dapat mempelajarai ciri-ciri anak berbakat. Menurut
Treffinger, anak berbakat memiliki beberapa karakteristik yaitu: rasa
ingin tahu yang tinggi, berimaginasi, produktif, independen dalam
berpikir dan menilai, memiliki ketekunan, bersikukuh dalam menyelesaikan
masalah dan berkonsentrasi ke masa depan dan hal-hal yang belum
diketahuinya.
Sementara menurut Hoyle dan Wiks mendeskripsikan bahwa
anak-anak berbakat menampilkan ciri-ciri perkembangan fisik yakni
memiliki kemampuan berpikir superior, berpikir abstrak, menggeneralisir
fakta, memahami makna dan hubungan, memiliki hasrat ingin tahu, bersikap
mudah untuk belajar, mimiliki rentan minat yang luas. Selain itu anak
memiliki kecakapan bekerja secara efektif dan mandiri, anak mampu
mengingat secara cepat dan mampu membaca cepat. Ciri lainnya anak
memiliki imajinasi yang luar biasa, menunjukkan inisiatif dan
originalitas pekerjaan intelektual dan memiliki berbagai hobi.
Apabila
karakterisitik tersebut tidak tersalurkan sebagaimana mestinya maka
akan muncul masalah-masalah perkembangan berupa kebosanan terhadap
pelajaran reguler, kesulitan hubungan sosial dalam kelompok seusianya,
dan sulit berkonformitas pada kelompok.
Soal hobi misalnya, secara
umum anak berbakat suka mengoleksi hal-hal yang menjadi minatnya.
Misalnya perangko, komik, stiker, gantungan kunci, kerang dan
lain-lainnya. Penuhilah kebutuhannya menjadi kolektor, karena melalui
koleksi yang dimilikinya, kemampuan abstraksi anak menjadi semakin
berkembang. Melalui koleksi ini anak akan mencari hal-hal yang sama,
misalnya warna, ukuran, tekstur, atau ciri lainnya sehingga anak belajar
melakukan klasifikasi dan perbandingan.
Perbedaan
Hal
yang harus dipahami para pendidik bahwa anak berbakat berbeda
perkembangannya dibanding teman sebayanya. Apalagi jika tingkat
kecerdasan anak semakin tinggi. Kecendrungan bahwa secara fisik anak
berbakat lebih kuat, lebih besar, dan lebih sehat dari anak normal.
Reaksi-reaksi fisik terjadi lebih cepat dan lebih awal dari anak-anak
biasa karena secara intelektual dia lebih mampu menyerap informasi dan
stimulus dari luar. Perkembangan psikomotorik dan kemampuan koordinasi
anak berbakat cenderung lebih cepat dari rata-rata.
Menurut Dr. Reni
Akbar Hawadi Psi, Ketua Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, perbedaan-perbedaan yang dimiliki anak berbakat
akan membuatnya merasa terasing dalam perkembangannya saat dia merasa
harus bermain dan membangun persahabatan dengan anak-anak lain.
Bagi
anak berbakat kebutuhan sosial dan emosional ini tidak dengan serta
merta diperolehnya. Dikarenakan kelangkaan dan karakteristiknya, maka
anak berbakat akan dilihat sebagai orang aneh dalam kelompok sosialnya.
Ini sebenarnya yang menjadi tantangan diri seorang anak berbakat
sesungguhnya. Anak harus mampu membawa dirinya agar bisa diterima baik
oleh anak-anak yang lain.
“Perbedaan yang dimiliki anak berbakat
sudah dapat dideteksi sejak bayi, seperti bisa berjalan atau berbicara
lebih dini. Perkemba-ngan anak berbakat berada di atas 30 persen anak
seusianya. Anak berbakat sering kali mampu melewati kesulitan belajar
lebih cepat dari teman sebayanya,” ujar Reni.
Perkembangan yang cepat
pada anak berbakat membawa konsekuensi adanya kebutuhan yang berbeda
pada dirinya. Sebaiknya guru dan orang tua mendukung dan merangsang
anak, namun tidak dengan tuntutan berlebihan. Jangan menghambat
perkembangan unik anak dengan melemah-kan keinginannya mengeksplorasi
lingku-ngan. Kebanyakan orang tua baru menya-dari anaknya tergolong anak
berbakat saat mulai masuk prasekolah. Agar penanganan anak tidak
terhambat, Reni menyarankan agar setiap orang tua memiliki semacam buku
harian mencatat setiap perkembangan anak, “Pastikan mencatat setiap
kali perilaku anak yang tidak biasa (unusual),” katanya.
Bakat pada Tingkatan Usia Sekolah
Di
kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat
sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru
menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulisannya
tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat
menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi
minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan
di kelas.
Tulisan anak berbakat sering kurang ter-atur karena ada
perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran)
dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk
menu-lis. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada perkembangan
motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan
kognitif dan perkemba-ngan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara
agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di
mulutnya.
Pada tingkat SLTP anak-anak berbakat dapat diidentifikasi
pula. Misalnya kemam-puan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya
ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal
IQ di atas 120. Atau anak memiliki bakat istimewa dalam bidang tertentu,
misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini
biasanya ditunjukkan dengan prestasi isti-mewa dalam bidang-bidang
tersebut. Hal lain anak berkreativitas yang tinggi dalam berpi-kir,
yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru. Aspek bakat anak juga
dapat dilihat dari kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan
untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai
dengan harapan kelompok. Atau anak memiliki prestasi-prestasi istimewa
dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari,
lukis, dan lain-lain.
Pertanyaannya, bila di dunia ini selalu ada
anak-anak berbakat, perlukah sekolah khusus untuk anak berbakat? Tentu
perlu, tapi itu bukan hal yang mudah untuk mewujudkannya. Yang jelas di
setiap sekolah selalu ada anak yang berbakat, di setiap kelas selalu ada
anak yang memiliki kelebihan di banding teman-temannya.
Di Indonesia
hingga kini kita hanya mengenal kelas akselerasi (percepatan) untuk
anak-anak berbakat (gifted children). Sesungguhnya kelas akselerasi
sudah banyak ditinggalkan, anak berbakat yang paling tepat adalah masuk
ke kelas inklusi. Andaikan hanya mengupayakan kelas akselerasi saja,
anak ini tidak akan terdeteksi sebagai anak berbakat dan juga tidak akan
menerima pendidikan sebagaimana keunikan, kesulitan, dan kebutuhannya.
Kesemua ini mengancam nasibnya di kemudian hari.
Apa yang
dibutuhkannya anak-anak berbakat dalam pendidikannya adalah bimbingan
guru yang memahami berbagai karakteristiknya, personalitasnya, tumbuh
kembangnya, gaya berpikir, dan gaya belajarnya, yang memang berbeda dari
anak-anak normal pada umumnya.
Mereka butuh pendekatan pembelajaran
dua arah sekaligus. Pertama ke arah kesuli-tannya di mana ia membutuhkan
dukungan, stimulasi, terapi, remedial teaching, dan kesabaran. Kedua,
membutuhkan berbagai materi yang sesuai dengan karakteristik berpikir
seorang anak berbakat yang lebih kepada materi yang penuh tantangan
pengembangan kreativitas dan analisis.
Sekolah reguler sebenarnya
juga mampu menerima anak-anak berbakat agar dapat mengikuti pendidikan
bersama anak lainnya, sekaligus juga menerima layanan pengemba-ngan
keberbakatan, namun yang lebih khu-sus lagi adalah kelas atau sekolah
inklusi.
Pendek kata, dalam hal ini guru harus memperlakukan semua
anak didiknya dengan adil dan bijaksana. Memang ada beberapa perlakuan
yang sifatnya umum dan dapat diberlakukan untuk banyak anak, tetapi
seharusnya tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual anak termasuk
untuk anak-anak berbakat.
(dari berbagai sumber/agus ponda/ganesha)
Tulisan Paling Sering Dibaca
-
Oleh: Dr. Pudji Astuty, S.E.,M.M | Ketua Program Magister Manajemen Universitas Borobudur Kala tahun 1995 Pascasarjana Magister Manajemen...
-
BOGOR (Pos Kota) – Istri Walikota Bogor Hj. Fauziah Diani Budiarto dinobatkan sebagai Bunda PAUD Kota Bogor. Pengukuhan tersebut dikuat...
-
Oleh: Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, M.M. Psikolog Dalam buku Understanding Your Life Through Color yang ditulis oleh Nancy Tappe (1982...
-
Periode emas merupakan periode yang sangat vital atau sesuatu yang sangat penting di dalam suatu siklus. Periode emas pada anak yaitu ma...
Kategori
- Berita (516)
- Insight (103)
- Kata Mereka (85)
- Narasumber (74)
- Antologi (58)
- Wisata (32)
- Wawancara (20)
- Makalah (17)
- Curhat (13)
- Kegiatan (10)
- Buku Kaleidoskop 2013 (7)
- Keluarga (4)
- Konsultan Perkawinan (3)
- Buku (2)
- Artikel dan Makalah (1)
Arsip Tulisan
- Maret (12)
- Maret (3)
- Februari (20)
- Januari (18)
- Oktober (26)
- September (2)
- Agustus (25)
- Juli (24)
- Juni (26)
- Maret (9)
- Desember (44)
- November (9)
- Januari (46)
- Juli (12)
- Juni (7)
- Desember (2)
- November (17)
- Oktober (48)
- September (48)
- Agustus (50)
- Juli (70)
- Juni (26)
- April (51)
- Maret (47)
- Februari (46)
- Januari (41)
- Desember (17)
- Oktober (164)
- September (11)