Kamis, 10 Desember 2020

SWEET SEVENTEEN AND PAPILLON


Sinar matahari pagi mulai terasa menghangatkan tubuh, saat saya melihat tingkah kupu-kupu yang hilir mudik di antara bunga-bunga melati Belanda. Kupu-kupu atau Papillon dlm bahasa Perancis, mengingatkan saya pada Diskotik Papillon milik Abeb tetangga kecil saya, anak tante Tini dan oom Firmansyah, yang mengisi ulang tahun saya ke-17, pada 22 Maret 1974.

Setahun sebelumnya, tahun 1973, film Papillon yang dimainkan oleh Steve Mc Queen dan Dustin Hoffman sukses besar. Buku novel auto biografi Henri Charriere yang dlm wkt 21 minggu mampu terjual 1,5 juta copy, bisa jadi yang menginspirasi Abeb dan genknya memberi nama diskotik mereka, Papillon.
Cerita sedikit tentang Abeb, ia juga teman TK Siliwangi saya. Mami berkawan akrab dgn Tante Tini Firmansyah. Saat perayaan hari Kartini, semua murid TK diharuskan memakai pakaian adat. Nah saya ingat betul moment saat tante Tini ke rumah sore hari, dan minta saya jadi pasangan Abeb untuk di cat walk perayaan Hari Kartini, tahun 1961.
Tante Tini bilang kalau Abeb akan berpakaian Dayak, dan Reni dipakaikan ala Hawaii karena untuk Dayak perempuan Tante Tini gak punya, dan tidak cukup waktu mencarinya. Saya dijelaskan sampai detil kostum ala Hawaii yang saya akan pakai. Mami, tante Rajiba dan Kak Mini mensupport saya "kpn lagi berpakaiaan spt orang Hawaii?" mgk mereka kuatir saya menolak. Saya juga heran saat itu saya mengiyakan saja tanda setuju.
Foto hari Kartini masa kecil itu masih saya lihat sampai tahun 2010, kemudian banjir membuat semua album rusak. Jd adanya foto itu sangat membantu ingatan lama saya. Abeb membawa tameng Suku Dayak bermotif burung Tinggang, dengan muka yang di 'corat-coret' dan pakaian yang hanya untuk menutupi bagian tertentu. Saya sendiri menggunakan rok dari rumbai-rumbai dibuat dari daun pisang yang digunting-gunting. Ada untaian kalung dari bunga Kamboja putih yg dipakai sbg aksesori. Saya juga spt pakai crown yang dibuat dari daun pandan. Dan perlengkapan gitar kecil, seolah ukulele.
Saya berjalan di kiri Abeb dengan confidence ditonton teman TK dan para orang tua serta guru yang ada di kiri kanan kami. Di tengah jalan..belum sampai balik ke tempat asal kami Abeb nangis, langsung diangkat bu Neni guru kami. So saya melenggang sendiri dan sampai finish. Bisa dibayangkan ya..teman2 TK sy lainnya berkebaya Kartini, baju Sunda, baju Aceh, baju Minang, baju Bodo, baju Bali dls yang tertutup rapih sedangkan saya terbuka-buka. Namun saya tidak menangis..kecil-kecil sy sdh konsekuen dengan pilihan, komit thd tugas saya..kira-kira gitu kalo dianalisis.
Setibanya di finish saya memeluk mami dan mami mencium saya, termasuk Tante Tini.Ini episodic memory yang sangat berkesan dalam hidup.
Nah..saat usia 17 tahun, papi bilang akan panggil Papillon, diskotiknya Abeb. Saat tahun 70'an mmg mulai berkembang diskotek tempat hiburan malam yang di luar hotel. Ada Goa Rama, Musro, dan Tanamur. Saya anak rumahan yg gak paham diskotik, jd saat ditawari akan ada diskotik bener-bener no idea. Kuper ya saya.
Ruang tamupun dihias dengan crepe paper warna warni dan balon di sudut-sudut ruangan dan ditengah dengan balon-balon yang banyak dan crepe paper yang menjuntai.
Saya didandani dengan gown pesta warna kuning dari bahan chiffon dan di make up di salon tante Isprawito, Jalan Balai Pustaka tempat mami biasa facial dan nyalon.Makanan dari catering Tante Thee, yang suaminya staf papi di PT.BATA.
Papi membuka acara mengucapkan terima kasih atas kehadiran tante dan oom saya (tante Adi dan oom Soelaiman, tante Lus Sini dan oom Anwar Doos, serta tante Ben Sini), sepupu, juga Abeb dkk diskotiknya, serta segenap teman Santa Ursula saya yg hadir di acara Sweet Seventeen saya. Pesta dibuka dengan saya ber floor dance dengan papi, lagunya lupa. Kemudian diikuti dgn para undangan dengan turun diiringi best disco hits 70's. Ulang tahun berlangsung semarak, meriah sampai larut malam dengan adanya disco lights. Malam itu jadi pengalaman baru juga bagi saya untuk "turun", ber ajojing disamping "dance" bersama papi.
***

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia