Minggu, 16 September 2018

Kemendikbud: Penting, Pendidikan Keaksaraan Berbasis Bahasa Ibu

Keaksaraan mampu mendorong partisipasi dalam mempertahankan warisan budaya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menilai dalam upaya pengentasan ketunaaksaraan, diperlukan peningkatan pendidikan keaksaraan berdasarkan bahasa ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). 

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lydia Freyani Hawadi melalui siaran pers di Jakarta, kemarin, menjelaskan untuk mendukung gerakan pengembangan keaksaraan berbasis bahasa ibu, pemda harus berperan melalui peraturan daerah yang mengatur penggunaan bahasa ibu dalam program keaksaraan. 

Disebutkan, Perwakilan UNESCO Bangkok Ichiro Miyazawa, sudah saatnya terdapat pendidikan keaksaraan secara terbuka dengan berbagi kualitas pengajar dan bahan ajar. 

Dalam rilis disebutkan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Arief Rachman mengatakan keaksaraan mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam mempertahankan kearifan lokal, warisan budaya, nilai-nilai serta kepercayaan tradisional. 

Sementara keaksaraan digital dapat dikuasai bila seseorang telah beraksara atau mampu membaca, menulis, berkomunikasi dan menguasai informasi dalam suatu bahasa. 

Menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ella Yulaelawati, keaksaraan digital merupakan kemampuan yang sangat kuat dan canggih dari sekedar mengkombinasikan kosakata keaksaraan biasa dan penguasaan digital. 

Informasi digital menunjukkan data secara simbolis, sedangkan keaksaraan biasa merujuk kemampuan membaca untuk pengetahuan, menulis koheren dan berpikir kritis tentang kata-kata tertulis. 

Saat ini Indonesia menempati peringkat keempat dunia sebagai negara pengguna Facebook terbanyak dengan 50,4 juta orang dan peringkat kelima dunia sebagai negara pengguna Twitter terbanyak dengan 29,4 juta orang. 

Sementara masih terdapat 6,7 juta orang dewasa dan lebih dari enam juta lansia yang buta aksara digital. Disebutkan masyarakat yang masih tuna aksara, bahasa ibunya sangat kuat.
 
Oleh karena itu keaksaraan berbasis bahasa ibu diharapkan dapat mempercepat seseorang untuk beraksara, sehingga kemudian kemampuannya dapat ditransfer ke dalam keaksaraan bahasa nasional dan keaksaraan digital.
Sumber: Antara

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia