Minggu, 16 September 2018

Malaysia Pertahankan Bahasa Melayu

Banyak bahasa yang ada di Malaysia, tapi bahasa Melayu yang paling dominan.
Bahasa Melayu akan tetap dipertahankan di tingkat pendidikan di Malaysia mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan menengah untuk mendorong peningkatan keaksaraan berdasarkan bahasa ibu, kata utusan Kementerian Pembelajaran Pendidikan Malaysia Chin Fong Phin.

"Di sekolah kebangsaan, bahasa Melayu diamalkan di sekolah. Banyak bahasa yang ada di Malaysia, tapi bahasa Melayu yang paling dominan," kata Chin Fong Phin dalam Seminar Internasional Keaksaraan Berbasis Bahasa Ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, penggunaan bahasa Melayu akan terus dilestarikan. "Kami akan terus mengajarkan bahasa Melayu. Sebagian besar, bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar studi," katanya.

Senada dengan Chin, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi mengatakan pentingnya pengembangan keaksaraan berbasis bahasa ibu. 

Hal ini karena masyarakat yang masih tuna aksara itu bahasa ibunya sangat kuat, sehingga diharapkan keaksaraan berbasis bahasa ibu dapat mempercepat seseorang untuk beraksara.


Sementara itu, pemerintah Timor Leste menargetkan seluruh penduduknya pada 2015 mendatang bebas dari buta huruf, kata Direktur National Directorate of Recurrent Education (NDRE) Filomeno Lourdes Dos Reis Belo.

"Targetnya pada 2015, Timor Leste bebas buta huruf," kata Filomeno di sela-sela seminar.

Pada 2007 pemerintah Timor Leste memulai kerjasama dengan Kuba terkait pemberantasan buta huruf di Timor Leste. "Kami bekerjasama dengan Kuba karena mereka memiliki metode audio visual yang bagus untuk pemberantasan buta huruf," katanya.

Menurut dia, dengan metode ini membuat para siswa yang mayoritas kalangan dewasa bersemangat untuk belajar. "Melalui metode audio visual, para orang tua bisa belajar sambil menonton gerakan-gerakan di televisi, itu membuat mereka senang dan semangat belajar.

Sumber: Antara

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia