Minggu, 16 September 2018

Gubernur Jatim dan Kalteng Pelopor Bebas Buta Aksara

Dua gubernur, yaitu Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, akan menerima anugerah keaksaraan pada puncak peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-47 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Mereka dianggap sudah berperan penting dalam peningkatan keaksaraan di daerah masing-masing.

Gubernur Jatim Soekarwo akan menerima Anugerah Aksara Utama atas komitmen pemerintahnnya untuk mengalokasikan dana APBD paling besar untuk program peningkatan keaksaraan.

Sedangkan, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang akan menerima penghargaan Aksara Madya karena perhatiannya terhadap program keaksaraan masyarakat marjinal.

"Setiap tahun kami mengapresiasi kepala daerah yang memiliki komitmen tinggi untuk penuntasan tuna aksara," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lydia Freyani Hawadi di Jakarta, Kamis (13/9).

Lydia menuturkan penghargaan serupa juga diberikan kepada tiga bupati dan satu wali kota. Dari unsur masyarakat, penghargaan diberikan kepada enam warga belajar, enam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), enam taman bacaan masyarakat (TBM), enam Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), enam lembaga kursus, dan enam wartawan yang mempublikasikan isu keaksaraan.

Berdasarkan data tahun 2011, Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama dengan penduduk buta aksara tertinggi yaitu mencapai 1.582.293 pada 2011. Sedangkan, Jawa Tengah menduduki peringkat kedua dengan jumlah penduduk buta aksara 986.179.

Lydia mengatakan gubernur Jatim pernah protes karena disebut sebagai provinsi berpenduduk buta aksara paling banyak. Sebab, masyarakat Jatim khususnya di wilayah Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi) sebenarnya sudah melek aksara namun kebanyakan aksara Arab. Para warga di wilayah Tapal Kuda umumnya tinggal di pondok pesantren.

"Maka perlu intervensi dan kerja sama yang baik dengan Kementerian Agama. Bagaimana di pesantren-pesantren masalah pengajaran bahasa Indonesia dijadikan prioritas. Harus dimasukkan menjadi kurikulum formal pesantren," kata Lydia.

Papua tertinggi
Sementara itu, Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud, Ella Yulaelawati, mengatakan, selain Jawa Timur, Papua juga masih menjadi salah satu daerah tertinggi buta aksara.

Penuntasan keaksaraan di Papua jauh lebih sulit dibandingkan di Jatim karena terkendala sumber daya manusia (SDM) dan keragaman bahasa daerah.

"Ada masalah infrastruktur dan SDM. Di samping itu karena bahasa ibu Papua sangat banyak. Maka kita kekurangan bahan ajar dalam bahasa daerah, apalagi dalam bahasa Papua," kata Ella.

Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dirilis oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI Kemendikbud menyebutkan angka tuna aksara usia 15-59 tahun di Provinsi Papua sebesar 36,31 % atau 633.935 jiwa. Artinya, persentasenya jauh lebih tinggi dibandingkan angka tuna aksara secara nasional sebesar 5,02 %.
Sumber: Suara Pembaruan

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia