Jakarta, 16/9 (Pinmas)--"Masa Depan
Bangsa Harus Diselamatkan Melalui Penguatan Lembaga Pernikahan."
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI
Bahrul Hayat, Ph.D ketika membuka workshop tentang Pendidikan Pranikah dan
Parenting Menuju Keluarga Sakinah dan Sejahtera yang diselenggarakan atas
kerjasama BKKBN Pusat dan Departemen Agama di Hotel Bumikarsa Bidakara Jakarta,
Selasa (15/9).
Pada acara tersebut hadir dan memberi sambutan
Staf Ahli Menteri Agama RI Drs. H. Tulus dan Kepala BKKBN Pusat Dr. Sugiri
Syarief, MPA. Lebih lanjut Sekjen menegaskan, Norma hukum dan nilai-nilai agama
merupakan landasan yang bersifat absolut dan tidak dapat ditawar sebagai
prasyarat untuk menata perkawinan dan membentuk rumah tangga sakinah dan
sejahtera.
"Pemerintah tidak akan pernah
mengakui atau melegalkan pernikahan antara pasangan yang berbeda agama,
pernikahan pasangan sejenis (homoseksual), meskipun hal itu belakangan ini
banyak disuarakan oleh beberapa kalangan dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM),
kemanusiaan universal, perlakuan anti diskriminasi," tegasnya. Bahrul
Hayat mengingatkan bahwa perkawinan mempunyai nilai keagamaan sebagai ibadah
kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadisnya Nabi Muhammad menegaskan, "Menikah
adalah Sunnahku. Siapa yang tidak suka sunnahku, maka dia bukanlah termasuk
golongan umatku. Signifikansi pendidikan pranikah dan parenting dalam pembinaan
keluarga dan pembangunan bangsa di era globalisasi ini amat dirasakan
kepentingannya," paparnya.
"Di negara kita yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa, sebagai sila pertama Pancasila, hanya mengakui pernikahan yang
dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar bagi pembentukan keluarga. Oleh
karena itu Pemerintah terlibat secara aktif dalam berbagai upaya untuk
memperkuat eksistensi lembaga pernikahan dan pemberdayaan keluarga sebagai
entitas yang suci dan terhormat, yang perlu ditingkatkan kualitas dan
ketahanannya seiring dengan kemajuan masyarakat," ujarnya.
Pernikahan bukan semata-mata kepentingan
orang perorangan,Kata Bahrul Hayat, tetapi merupakan
kepentingan masyarakat
secara keseluruhan. Maka dari itu, di samping adanya Kantor Urusan Agama (KUA)
yang bertugas mencatat dan mengadministrasikan peristiwa nikah, juga terdapat
Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau BP4 yang berdiri
sejak 1954 dengan tugas meningkatkan mutu perkawinan, memberikan penasihatan
baik sebelum maupun sesudah menikah bagi pasangan suami istri dan mediasi dalam
penyelesaian perselisihan rumah tangga. Sekjen menyampaikan keprihatinan
terhadap melonjaknya angka perceraian belakangan ini, bersamaan dengan gejala
lain, seperti meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga, maraknya
kehamilan di luar nikah, aborsi, penularan HIV/AIDS, dan lain-lain. Kondisi di
atas merupakan problema serius yang tidak boleh terlambat upaya pencegahan dan
penanggulangannya. Dengan kata lain, sendi-sendi kehidupan masyarakat dan masa
depan bangsa harus diselamatkan melalui penguatan lembaga pernikahan dan
keluarga, tandasnya.
Workshop berlangsung sehari diikuti 60
orang peserta dari unsur Departemen Agama, BKKBN Pusat, BP4 Pusat, pusat studi
wanita dari beberapa universitas, ormas Islam dan LSM yang bergerak dalam
pendidikan keluarga seperti Forum Keluarga Visi 21. Hadir sebagai peserta
beberapa tokoh, di antaranya, H. Taufiq, SH, (Ketua Umum BP4 Pusat), Ny. Dra.
(Psi) Kartini Fahmi Idris (Ketua Forum Keluarga Visi 21), Dra. Zubaidah
Muchtar, H. Mubarok, Hj. Aliyah Hamka, Dr. Nurhayati Djamas, dan lain-lain.
Pemaparan makalah disampaikan oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. Hj. Reni Akbar Hawadi (Ketua Pusat
Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia), Drs. Pranyoto, MSc
(Deputi Bidang KSPK BKKBN), Dr. Rohadi Abdul Fatah (Direktur Urusan Agama Islam
Depag). Workshop juga diisi pemaparan sekilas prosesi pernikahan dan pendidikan
pranikah di lingkungan nonmuslim. Dalam diskusi terbuka bertindak sebagai
moderator sosiolog dari UI, Dr. Imam Prasodjo. Pendidikan pranikah telah pernah
diselenggarakan oleh BP4 Pusat sekitar awal tahun 1970-an, di Masjid Agung
Sunda Kelapa Jakarta Pusat. Program tersebut sejak sekian lama terhenti dan
sekarang saatnya untuk direvitalisasi oleh BP4 dengan mengajakserta
lembaga-lembaga swasta yang memiliki kesamaan visi dan misi dalam pembinaan
perkawinan keluarga melalui pelatihan sebelum dan setelah menikah.
Prof. Dr.
Reni Akbar Hawadi yang juga Konsultan BP4 Pusat memaparkan konsep kurikulum dan
kelembagaan pendidikan pranikah yang diprogram untuk 16 jam pertemuan dengan
muatan materi; Undang-Undang Perkawinan, Hukum-Hukum Perkawinan dalam Islam,
Psikologi Perkawinan, Kesehatan Reproduksi Ibu dan Anak, Psikologi
Perkembangan, Psikologi Keluarga, Manajemen Rumah Tangga, dan Kasus-Kasus Suami
Istri dan Solusinya. Menurut menantu tokoh BP4 Pusat almarhum Dr. H. Ali Akbar
itu, idealnya Kursus Pranikah dibuat oleh Departemen Agama sebagai salah satu
persyaratan untuk menikah. (Mfns).
Sumber: kemenag.go.id