Senin, 09 Oktober 2017

Dirjen PAUDNI: Tanamkan Wawasan Kebangsaan Sejak Dini

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog bermain dengan anak-anak Taman Kanak-kanak di Sekolah Indonesia Bangkok, Thailand, Rabu(27/2). Pendidikan wawasan kebangssan perlu menjadi prioritas untuk anak-anak Indonesia di luar negeri.Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog bermain dengan anak-anak Taman Kanak-kanak di Sekolah Indonesia Bangkok, Thailand, Rabu(27/2). Pendidikan wawasan kebangssan perlu menjadi prioritas untuk anak-anak Indonesia di luar negeri.
BANGKOK. Wawasan kebangsaan perlu ditanamkan sejak dini. Bagi sekolah luar negeri Indonesia (SLNI), pendidikan cinta tanah air ini bahkan menjadi teramat penting. Tentunya, agar peserta didik yang tumbuh di “tanah orang”  itu tidak kehilangan identitasnya sebagai warga negara Indonesia.

Demikian dinyatakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog usai mengunjungi Taman Kanak-kanak di Sekolah Indonesia Bangkok, di sela-sela Kegiatan Pertemuan Koordinator Pendidikan untuk Semua (PUS) di Bangkok, Thailand, Rabu(27/2).

“Hati saya terenyuh sekali ketika saya tanya kepada anak-anak itu, siapa presiden mereka. Banyak di antara mereka yang tidak tahu,” kata Lydia yang juga akrab dipanggil Reni Akbar-Hawadi menceritakan pengalamannya di satuan pendidikan anak usia dini (PAUD) tersebut.

Padahal, kata Reni, gambar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta wakilnya, Boediono terpampang mengapit lambang Garuda Pancasila di dinding ruang kelas. Namun, simbol-simbol negara itu tidak dikenal oleh anak-anak usia dini itu.

Tidak hanya itu saja, mereka juga tak mengenal dengan baik lagu-lagu Indonesia yang lazim dinyanyikan di PAUD. Hal ini pun semakin memperlebar jarak antara diri anak dengan negerinya sendiri.

“Lagu-lagu nasional sebenarnya bisa dikenalkan sejak dini. Ini akan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air,” kata psikolog keberbakatan itu.

Wawasan kebangsaan
Menanggapi hal itu, Reni menyatakan wawasan kebangsaan harus menjadi salah satu prioritas di SILN, terutama pada PAUD. Dengan demikian anak-anak Indonesia yang tumbuh di luar negeri tak kehilangan identitasnya sebagai warga negara Indonesia.

Meski demikian, ditekankan Reni, apa yang ia amati tersebut terjadi bukan karena kesadaran akan pendidikan wawasan kebangsaan telah luntur. Hal itu terjadi tidak lain karena para pendidik PAUD di SILN belum mendapatkan pelatihan dan informasi yang memadai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Hal ini diakui Reni menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Banyak dari para pendidik PAUD tersebut adalah para sukarelawan. Mereka belum mendapatkan pelatihan dan tidak memiliki latar belakang pendidikan PAUD atau psikologi. Oleh karena itu kami akan mengupayakan agar program pelatihan dapat menjangkau pendidik PAUD  di SILN,” kata Reni.

Selain itu, Reni juga menyatakan sarana prasarana PAUD haruslah diperhatikan. Anak-anak harus diberikan ruang yang cukup dan fasilitas yang memadai, seperti alat permainan edukatif. “Sarana dan prasarana untuk PAUD jangan hanya diberikan sebagai pelengkap, tapi sebagai pemenuhan kebutuhan pendidikan anak,” kata Guru Besar Universitas Indonesia itu.

Tidak cukup hanya itu, Reni juga mengundang para atase yang sedang bertandang ke Indonesia untuk sering-sering mengunjungi kantor Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud. Selain untuk berdiskusi dan mempererat hubungan, juga untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai panduan dan petunjuk teknis perihal PAUD.

Tantangan SILN
SILN adalah sekolah yang melayani pendidikan untuk anak-anak Indonesia yang ada di luar negeri. Sekolah ini berada di bawah bimbingan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), sehingga setiap murid yang lulus dari sekolah ini mendapat ijazah yang resmi dari Kemdikbud. Selain itu, SILN juga bisa mendapatkan bantuan dari Kemdikbud.

Dengan adanya SILN, anak-anak Indonesia dapat bersekolah dengan mengikuti kurikulum yang berlaku di Indonesia. Tujuannya adalah agar mereka dapat mengenal Indonesia dan dapat berbahasa Indonesia.

Meski secara substansi pembelajaran SILN dibina oleh Kemdikbud, tapi hingga saat ini penganggaran operasional SILN ada pada Kementerian Luar Negeri. Tahun depan, direncanakan Kemdikbud akan mengambil alih peran Kemlu tersebut.

Sampai saat ini, sudah terdapat 15 negara yang terdapat SILN. Oleh karena berlokasi di luar negeri, terdapat tantangan khas yang dihadapi pendidik di SILN dalam membentuk karakter anak Indonesia. Tidak lain yaitu perbedaan tradisi dan budaya lingkungan, antara apa yang anak didik temui sehari-hari dengan yang ada di nusantara. (Dina Julita/HK)

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia