JAKARTA – Pemahaman pentingnya asupan gizi yang baik dan
mencukupi melalui edukasi gizi sejak dini perlu dilakukan tidak hanya di
rumah, namun juga di lembaga pendidikan, termasuk pendidikan anak usia
dini.
“Karena di tempat ini anak-anak mendapatkan pengalaman,
sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam pertumbuhan dan
perkembangan mereka” kata Dirjen PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi,
Psikolog, pada acara Event Nutritalk dari Sarihusada di Jakarta, Selasa
(21/5).
Menurut Dirjen, esensi dari
PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan yang sesuai
dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui pendekatan
bermain sambil belajar.
“Penanaman kejujuran, disiplin,
cinta sesama, cinta tanah air, dan semua nilai yang positif lain
termasuk pengetahuan mendasar mengenai gizi perlu pembiasaan dan harus
dilakukan secara terus menerus,” tambahnya.
Ini semua, jelas
Reni-Akbar-Hawadi—sapaan akrab Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog,
memerlukan keteladanan yang baik dan konsisten disamping penguasaan
yang baik pula tentang prinsip-prinsip PAUD yang benar.
Untuk itu, persiapan dan
pengembangan generasi emas ini memerlukan keterlibatan dan dukungan
semua pihak, mulai dari orangtua, keluarga, masyarakat, perguruan tinggi
yang memiliki jurusan atau konsentrasi PAUD, dan tentunya pemerintah.
Gizi, tambah Dirjen, merupakan
salah satu hal yang menjadi perhatian Direktorat Jenderal PAUDNI karena
untuk tumbuh kembang anak usia dini, segala kebutuhan esensi anak harus
terpenuhi seperti gizi, kesehatan, pendidikan, perawatan, pengasuhan,
kesejahteraan, dan perlindungan.
“Untuk itu Ditjen PAUDNI
mendorong penyelenggaraan PAUD Holistik integrative yaitu PAUD yang
mencakup pendidikan dan layanan terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan
dasar anak, termasuk kesehatan dan gizi mereka,” ujarnya.
Semua Zat Gizi
Hal senada disampaikan ahli
gizi Dr. Elvina Karyadi. Dia mengatakan pada dasarnya, makanan anak
usia dini antara usia 2-6 tahun harus memenuhi semua zat gizi yang
dibutuhkan sesuai tahapan tumbuhkembang mereka.
“Saat ini salah satu masalah
gizi yang dihadapi anak Indonesia bukan melulu karena kekurangan gizi
makro seperti protein, karbohidrat, lemak, namun kekurangan gizi mikro
atau vitamin dan mineral,” kata Dr. Elvina Karyadi yang juga Direktur
Micronutrient Initiative Indonesia (MII).
Di tengah kenyataan anak
Indonesia masih menghadapi beban gizi ganda, katanya, kurang gizi dan
kelebihan gizi, dukungan dan stimulasi orangtua dalam menanamkan pola
makan sehat dengan gizi seimbang pada anak, sangat penting karena status
gizi anak akan membawa dampak pada kehidupan mereka selanjutnya, dari
mulai masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut.
Hal inilah yang dicanangkan
Sarihusada yang saat ini sudah mendukung 13 PAUD percontohan di
Yogyakarta baik dalam bidang pembinaan tenaga pengajar maupun
pengembangan materi pengajaran tambahan berbasis nutrisi sebagai bagian
dari program ‘Ayo Melek Gizi’.
Salah satu program yang
dikembangkan adalah ‘Kebun Nutrisi’ mini sebagai bagian dari kegiatan
belajar di PAUD Rumah Srikandi Kemudo, Klaten. Program ini mengajak anak
belajar tentang pentingnya gizi sejak dini dengan cara yang
menyenangkan yaitu belajar menanam dan dan merawat tanaman sumber pangan
bergizi.
Menurut Head of Corporate
Affairs Division Sarihusada Arif Mujahidin, kini pihaknya melakukan
kegiatan sosial yang memfokuskan pada edukasi gizi ke berbagai pihak
termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat,
juga organisasi masyarakat di tingkat akar rumput untuk meningkatkan
pemahaman tentang zat gizi dan kebutuhan pemenuhan zat gizi dalam pola
makan sehari-hari khususnya pada 360 minggu pertama dalam kehidupan
mulai pra kehamilan hingga anak usia 6 tahun. (Sugito/HK)