Oleh: M. Ismail Akbar
Awalnya saya kenal, Reni Hawadi namanya. Setelah berlanjut menjadi adik ipar, Reni menikah dengan adik saya Zulkifli Akbar yang lebih bekend dengan panggilan Idjul Akbar, sebutan nama Reni pun berubah. Ia pun menjadi dikenal publik dengan nama Reni Akbar-Hawadi. Boleh dikatakan Reni cinlok dengan Idjul temannya sesama Fakultas Psikologi UI. Mereka sudah dekat sejak mahasiswa dan selalu bersama-sama dalam berkegiatan di kampus. Setahu saya keduanya aktivis UI. Reni menjadi pacar Idjul satu-satunya, karena praktis di setiap acara keluarga besar, hanya Reni lah yang dibawa oleh Idjul. Mereka menikah setelah berpacaran enam tahun dan setahun setelah Reni diwisuda menjadi Sarjana Psikologi.
Saya cerita sedikit tentang adat Minangkabau. Ibunya Reni orang Minang
Asli. Kita ketahui bersama Minangkabau
menganut sistem Matrilineal, sehingga
hal inilah yang membuat acara lamaran adik saya Idjul menjadi istimewa
dibandingkan saya. Istri saya orang Sunda, jadi
acara lamaran dilakukan mengikuti adat Sunda yaitu laki-laki melamar
pihak perempuan. Nah.. untuk Idjul ini, acara meminang dilakukan oleh
pihak perempuan ke pihak laki-laki.
Keluarga besar Ibu Reni yang berasal dari Alang Lawas masih sangat teguh memakai tata cara adat Minangkabau.
Urutan acara dalam adat Minang untuk melamar diikuti sepenuhnya mulai dari maresek, maminang, batukar tando, serta
baretong dan manuak hari. Utusan dari pihak keluarga mami Reni, yaitu ninik mamaknya
ternyata telah mengenal sangat baik dengan orangtua kami. Saya masih ingat dari
cerita yang disampaikan, yaitu saat zaman Jepang mereka evakuasi dari Padang ke
Painan. Di kota Painan inilah perkenalan terjadi, saat papa kami, Dr.H. Ali
Akbar menjadi dokter setempat.
Reni berkarir sebagai
PNS, dosen di almamaternya UI sedangkan Idjul menjadi PNS di Pusdiklat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan). Sambil berkeluarga Reni juga konsisten dengan pilihan hidupnya
bekerja sebagai dosen. Ia sangat paham bahwa
harus terus melanjutkan pendidikannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pendidikan. Pendidikan S2 ditempuh Reni sambil mengandung
anak ketiganya, Ardha Renzulli Akbar dan
begitu juga dengan saat melanjutkan program doktor Reni tengah
mengandung anak keempatnya, Poeti Nazura Gulfira Akbar. Demikian seterusnya
hingga Reni bisa mencapai jenjang
jabatan fungsional akademik tertinggi Profesor di Universitas Indonesia...
ck..ck..ck.. sebuah capaian yang luar biasa, bagi saya yang juga berkiprah
didunia pendidikan... Two thumbs up for
her! Alhamdulillah.
Hal lain yang juga saya
kagumi dari Reni, sudahlah begitu sibuk hari-harinya di dunia pendidikan selaku
staf pengajar maupun psikolog praktek, namun soal keluarga Reni tidak abai
mengurus enam anaknya. Keseluruhan tiga pasang anaknya (Reni Idjul memiliki tiga anak laki-laki dan
tiga anak perempuan) terurus baik hingga masing-masing anak dapat menamatkan pendidikan tingginya di Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) bergengsi. Alhamdulillah...
Saya juga mengagumi melihat
bagaimana Reni mengantar empat anaknya hingga jenjang pernikahan. Reni
mengurusnya semua sendiri, hingga tetek bengek soal penataan ruang resepsinya,
menu, pengisi acara dan lain sebagainya hal-hal detil tidak luput dari
perhatiannya. Ini semua menjadi sebuah kepuasan sendiri baginya.
Dilain hal, di era pemerintahan
Presiden SBY, Reni diberi kedudukan eselon 1a selaku Direktur Jenderal PAUDNI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I.. yaa Reni menjadi pejabat negara. Kesibukannya meningkat sering
wara wiri keliling daerah Nusantara NKRI, banyak kabupaten/kota, provinisi
telah dijelajahi Reni sebagai bagian dari pengabdiannya pada bangsa dan negara
untuk memenuhi target yang ingin dicapainya Satu Desa Satu PAUD. Kelihatannya
enak... melelahkan tentuuuunya…
Hal lain yang saya kagumi
dari ipar saya ini, Reni termasuk etikanya dalam mempererat persaudaraan, jauh dimata dekat dihati. Misalnya, ia berkirim rempeyek se”blek" (sebutan
kaleng yang dibuat dari seng untuk menyimpan makanan kering) kata orang Betawi.
Supir mengantarnya menjelang puasa ke kami
delapan bersaudara kakak, adik
ipar dari suaminya dan tanpa harap kan balasan. Begitulah caranya tersendiri.
Tak terhitung nilai positif yang kami rasakan darinya dan Idjul, tak cukup kata terucap, berlembar-lembar kertas kurang rasanya untuk menuliskan kebaikan dari Reni, walau pasti ada kurangnya namun tak seberapa. Semoga sukses berlanjut adikku Prof.Dr. Lydia Freyani Hawadi, M.Si.,M.M., Psikolog beserta suami tercinta Drs. H. Zulkifli Akbar, M.Si.Psikolog dan seluruh anak mantu cucu, do'a kami sertakan untuk kalian. Aamiin ya Rabbal’Alamin.