Sabtu, 26 Februari 2022

Two thumbs up for you

Oleh: M. Ismail Akbar

Awalnya saya kenal, Reni Hawadi namanya. Setelah berlanjut menjadi adik ipar, Reni menikah dengan adik saya Zulkifli Akbar yang lebih bekend dengan panggilan  Idjul Akbar, sebutan nama Reni pun  berubah. Ia pun menjadi dikenal publik dengan nama Reni Akbar-Hawadi.  Boleh dikatakan Reni cinlok dengan Idjul temannya sesama Fakultas Psikologi UI. Mereka sudah dekat sejak mahasiswa dan selalu bersama-sama dalam berkegiatan di kampus. Setahu saya  keduanya aktivis UI. Reni menjadi pacar Idjul satu-satunya, karena praktis di setiap acara keluarga besar, hanya Reni lah yang dibawa oleh Idjul. Mereka menikah setelah berpacaran enam tahun dan setahun setelah Reni diwisuda menjadi Sarjana Psikologi.

Saya cerita sedikit tentang  adat Minangkabau. Ibunya Reni orang Minang Asli. Kita ketahui bersama  Minangkabau menganut sistem Matrilineal, sehingga  hal inilah yang membuat acara lamaran adik saya Idjul menjadi istimewa dibandingkan saya. Istri saya orang Sunda, jadi  acara lamaran dilakukan mengikuti adat Sunda yaitu laki-laki melamar pihak perempuan.  Nah.. untuk  Idjul ini, acara meminang dilakukan oleh pihak perempuan ke pihak laki-laki.  Keluarga besar Ibu Reni yang berasal dari Alang Lawas masih sangat  teguh memakai tata cara adat Minangkabau. Urutan acara dalam adat Minang untuk melamar diikuti sepenuhnya mulai dari maresek, maminang, batukar tando, serta baretong dan manuak hari. Utusan  dari pihak keluarga mami Reni, yaitu ninik mamaknya ternyata telah mengenal sangat baik dengan orangtua kami. Saya masih ingat dari cerita yang disampaikan, yaitu saat zaman Jepang mereka evakuasi dari Padang ke Painan. Di kota Painan inilah perkenalan terjadi, saat papa kami, Dr.H. Ali Akbar menjadi dokter setempat.

Reni berkarir sebagai PNS, dosen di almamaternya UI sedangkan Idjul menjadi PNS di Pusdiklat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).  Sambil berkeluarga  Reni juga konsisten dengan pilihan hidupnya bekerja sebagai dosen. Ia sangat paham bahwa  harus terus melanjutkan pendidikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan. Pendidikan S2 ditempuh Reni sambil mengandung anak ketiganya, Ardha Renzulli Akbar dan  begitu juga dengan saat melanjutkan program doktor Reni tengah mengandung anak keempatnya, Poeti Nazura Gulfira Akbar. Demikian seterusnya hingga Reni bisa  mencapai jenjang jabatan fungsional akademik tertinggi Profesor di Universitas Indonesia... ck..ck..ck.. sebuah capaian yang luar biasa, bagi saya yang juga berkiprah didunia pendidikan... Two thumbs up for her! Alhamdulillah.

Hal lain yang juga saya kagumi dari Reni, sudahlah begitu sibuk hari-harinya di dunia pendidikan selaku staf pengajar maupun psikolog praktek, namun soal keluarga Reni tidak abai mengurus enam anaknya. Keseluruhan tiga pasang anaknya  (Reni Idjul memiliki tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan) terurus baik hingga masing-masing anak dapat  menamatkan pendidikan tingginya di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bergengsi.  Alhamdulillah...

Saya juga mengagumi melihat bagaimana Reni mengantar empat anaknya hingga jenjang pernikahan. Reni mengurusnya semua sendiri, hingga tetek bengek soal penataan ruang resepsinya, menu, pengisi acara dan lain sebagainya hal-hal detil tidak luput dari perhatiannya. Ini semua menjadi sebuah kepuasan sendiri baginya.

Dilain hal, di era pemerintahan Presiden SBY, Reni diberi kedudukan eselon 1a selaku Direktur Jenderal PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I.. yaa Reni menjadi  pejabat negara. Kesibukannya meningkat sering wara wiri keliling daerah Nusantara NKRI, banyak kabupaten/kota, provinisi telah dijelajahi Reni sebagai bagian dari pengabdiannya pada bangsa dan negara untuk memenuhi target yang ingin dicapainya Satu Desa Satu PAUD. Kelihatannya enak... melelahkan tentuuuunya…

Hal lain yang saya kagumi dari ipar saya ini, Reni termasuk etikanya dalam mempererat persaudaraan,  jauh dimata dekat dihati. Misalnya, ia  berkirim rempeyek se”blek" (sebutan kaleng yang dibuat dari seng untuk menyimpan makanan kering) kata orang Betawi.  Supir mengantarnya  menjelang puasa  ke kami   delapan  bersaudara kakak, adik ipar dari suaminya dan tanpa harap kan balasan. Begitulah caranya tersendiri.

Tak terhitung nilai positif yang kami rasakan darinya dan Idjul, tak cukup kata terucap, berlembar-lembar kertas kurang rasanya untuk menuliskan kebaikan dari Reni, walau pasti ada kurangnya namun tak seberapa. Semoga sukses berlanjut adikku Prof.Dr. Lydia Freyani Hawadi, M.Si.,M.M., Psikolog beserta  suami tercinta Drs. H. Zulkifli Akbar, M.Si.Psikolog dan seluruh anak mantu cucu,  do'a kami sertakan untuk kalian. Aamiin ya Rabbal’Alamin.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia