Oleh: Natalia Indrasari MA, MS, LMFT, IADC | Alumni Fakultas Psikologi UI yang bermukim dan berpraktek di Des Moines, Amerika Serikat
Dengar-dengan dari kakak kelas,
katanya mbak Reni itu galak. Beberapa pesan dari kakak kelas, dan di wanti-wantiiii
banget sebelum mengambil kelasnya mbak Reni: “Hati hati sama mbak Reni” katanya,
“Kuliah sama mbak Reni nggak bisa ngasal, jangan pernah ngobrol dikelas kalau
nggak mau disuruh keluar”. “Harus tepat waktu kalau masuk kelas dan mengumpulkan
tugas, bisa gak boleh masuk (jadi diitung absen)dan gak akan dikasih perpanjangan”.
“Harus rapi kalau mengerjakan tugas dari mbak Reni, kalau beliau nggak
berkenan, itu paper bisa dikembalikan
dan harus diulang”, dan lain sebagainya. Pokoknya typical dosen killer gitu
lah kesannya.
Perasaan Lia waktu dengar pesan
itu, terus terang malah merasa tertantang, “Masa iya sih, segitunya?” gitu.
Ketika kelas mulai, bener aja, emang galak. Hihihihi. Mbak Reni kalau bicara di
kelas itu saklek. Iya iya, nggak, nggak. Nggak pakai basa basi dan nggak
belok-belok. Memang kalau sekelewatan, nada bicaranya terdengar ketus, judes
gitu. Kaya nggak ramah. Tapi if you
really listen, kalau disimak, mbak Reni itu sebenarnya lucu kalau
menerangkan. Banyak humornya, rada sarkastik memang, mungkin itu makanya nggak
banyak yang ngerti. I love sarcasm, so I
enjoyed it. Jadi seneng sih kalau mendengarkan mbak Reni menerangkan.
Teges, tapi very clear, dan mbak Reni
itu memang super organized. Jadi memang
kayanya nggak seneng kalau sesuatu itu nggak rapi atau nggak teratur gitu. Beliau
bisa ngomel panjaaanggg banget kalau ada yang nggak beres. Mungkin itu yang
ditakutkan oleh banyak mahasiswa nya. Padahal sih, kalau di dengarkan omelannya
itu, beliau itu sebenarnya banyak banget ngasih masukan, royal banget feedbacknya. Kalau di kerjakan sesuai
saran dan masukannya, sebenernya kita, mahasiswa juga kok yang beruntung, jadi
tahu dan bisa mengerjakan sesuatu secara benar dan paripurna. Jadi kalua buat
Lia pribadi si, Lia lebih senang dosen seperti mbak Reni, kan namanya masih
belajar ya, kita nggak di expect
untuk bisa atau tahu semua. Ke tahun-tahun berikutnya kalau ada adik kelas
nanaya gimana mbak Reni, Lia bilangnya, be
open minded, gausah sok tau, dan gausah pake dibawa ke hati, didengerin aja
yang banyak, karna mbak Reni mau mahasiswanya maju.
Satu hal lagi yang Lia suka tentang cara mbak Reni mengajar adalah, beliau itu banyak bertanya pertanyaan terbuka, kita disuruh mikir, memang untuk ngecek juga kan, apa kita baca bahan dan mendengarkan. Mbak Reni itu senang menantang mahasiswanya berpikir kritis dan kreatif. Kalau ada jawaban mahasiswanya yang “nggak biasa”, atau kata orang jaman sekarang “thinking out of the box”, mbak Reni itu malah terlihat senang sekali, she entertained the thought, nggak langsung di shut down gitu, dan saat mendengarkan ide-ide ajaib itu beliaunya bisa ketawa lepasss banget, kaya hepi banget, gitu. Sempat beberapa kali pas selesai kelas, kakak-kakak kelas suka nanya, “Itu tadi mbak Reni Hawadi yang tadi ketawa? Kok bisa?” gitu. Mungkin Angkatan Lia memang berisi anak-anak ajaib, yang emang pikirannya agak-agak aneh. Tapi ini malah membuat mbak Reni kayanya jadi very interested dalam melibatkan kami-kami di project-project beliau.
Awal-awalnya beliau suka
menawarkan, ada nggak yang berminat mengerjakan data entry hasil penelitian, karna mbak Reni sering bikin
penelitian. “Ada upahnya” Kata mbak Reni, “Kita fair-fair an aja, segini per
entry, tapi formatnya harus begini dan dikumpulkan tanggal segini, jam segini,
nggak boleh telat”. Yah namanya mahasiswa kan, seneng aja kalau bisa dapat uang
jajan tambahan. Jadi disitu Lia dan beberapa teman mulailah banyak ikutan
dengan projectnya mbak Reni.
Selain terlibat di penelitian,
ada lagi kegiatan mbak Reni yang Lia ikut terlibat didalamnya. Sekitar tahun
1996/ 1997 mungkin ya, udah tingkat 3 atau 4 ceritanya, Lia udah banyak mengambil
mata kuliah pilihan di masa itu. Salah satunya kelas keberbakatan, yang diajar
mbak Reni. Lia dan salah satu sahabat Lia, Cida namanya, sama-sama mengambil
kelas ini. Banyak tugas-tugas di kelas keberbakatan, salah satunya bikin
tulisan tentang keberbakatan dan leadership,
dan belajar membuat module training. Setelah kelas selesai, mbak Reni
menawarkan, “Ini ada project Lab School dan TNI Angkatan Laut buat pelatihan
kepribadian dan kepemimpinan remaja saat libur sekolah, mau bantuin nggak, ada
upahnya” kata mbak Reni, ya mau banget laah mbaaaak. Tertariknya bukan hanya
ada upahnya, tapi kan ini kesempatan untuk menguji apakah module yang di buat di
kelas waktu itu bisa diaplikasikan apa nggak. Di project itu, Lia dan Cida
adalah anak bungsu, karena kakak-kakak kelas yang diikut sertakan mbak Reni itu
rata-rata Angkatan 1989, 1990 dan 1991 yang kebanyakan sedang mengambil stasis
buat jadi Psikolog. Kita buat modul pelatihan lewat menggunakan permainan dan
aktifitas yang fun, very experiential dan
hands on. Hepi banget ngerjain project
itu. Sering ketemu untuk bikin bahan pelatihan dan ahirnya adalah menjalankan
modul itu di kapal Angkatan Laut. Kita dibawa berlayar ke perairan sekitar Kepulauan
Seribu, sempat docking ke salah satu
pulaunya, untuk menjalankan aktifitasnya di pulau. Seruuuu banget. Kita belajar
banyak sekali soal ini, yang berguna banget di pendidikan Lia selanjutnya, dan
juga di pekerjaan Lia sekarang-sekarang ini.
Nah, hal lain yang berkaitan
dengan cari-cari tambahan uang jajan, dan kadang dalam rangka penggalangan dana
Psycamp (Lia selalu jadi ketua seksi konsumsi dari tahun 1994 sampai lulus),
Lia dan beberapa teman tuh suka membuat acara bazaar di kampus, jualan makanan
dan kerajinan. Dosen-dosen, termasuk mbak Reni suka beli, namanya mau bantu
mahasiswanya, kan. Mbak Reni saking seringnya beli, jadi ngasi ide, “Kalian
bikin kaya menu kek, apa aja yang di jual, gitu, harganya berapa, jadi kalau
mau pesen gampang”. Ya jadi lah kita bikin rotating menu, tergantung mood yang
pingin masak, hehehe. Mbak Reni pesanan favoritnya itu brownies, strawberry cake, pastel tutup, dan macaroni schotel. Pesen biasanya buat acara pengajian, atau
kumpul-kumpul apa gitu, mbak Reni kan aktif di banyak organisasi.
Ini ceritanya pernah mbak reni
pesan cake untuk acara pengajian sebelum beliau pergi Haji. Mbak Reni itu
orangnya kan blak blakan gitu ya, jadi kalau pas pesen, ya pake dicerewetin
dulu, “Ini bisa dianter nggak? Saya perlu segini porsi, udah dipotong-potong
ya, ini saya ada kotakan pesan dari tempat lain, bisa nggak di kemas yang bisa
langsung dimasukkan ke kotak yang sudah ada? Hari ini, jam segini, dianter ke
sini”, dan seterusnya. Kata mbak Reni “Yang saya bayar itu bukan hanya
produknya ya, tapi juga service nya,
profesionalitasnya saya mau liat.” Wah, saking takutnya telat nganter kue, yang
buat mau naik haji itu, Lia dan Cida bikin dan mengemas kue sampe jam 3 pagi,
padahal ada kuliah jam 8, hari itu, untuuungg bukan ujian jam 8, hahaha. Tapi
kan namanya sudah komit ya, jadi harus beres. Untung juga ada supir, jadi
seperjalanan ke kampus Depok, kita tidur di jalan, supaya nggak ngantuk di
kelas.
Mbak Reni itu sekali lagi, sangat
fair. Kalau beliau hepi, beliau selalu ngasih lebih, “ni buat tambahan jajan”
gitu, dan yang Lia ingat, mbak Reni pernah bilang, “Yang bikin mbak Reni senang
pesan ke kamu itu, kuenya enak dan motongnya rapi , ukurannya sama semua, dan
udah dikemas bagus, jadi liatnya juga bikin selera”. Wah noted banget itu, jadi
semangat kan kalau di recognize gitu.
Walau mbak Reni nggak tau aja, itu motong kue pake penggaris metal tu mbak, supaya
bisa precise gitu. Dan kita juga jadi
dapat banyak orderan dari dosen-dosen lain karna mbak Reni mempromosikan juga
itu kue-kue dan makanan lain ke kolega-kolega mbak Reni.
Nah karena sering berinteraksi
ini, Lia jadi sering ngobrol sama mbak Reni dan suaminya, Bang Ijul.
Salahsatunya tentang mau ngapain setelah lulus. Sekitar tahun 1998/1999 itu
program studi S1 Psikologi kan lagi banyak perubahan, Lia lagi mikir-mikir ini
mending melanjutkan sekolah ke luar negri, apa melanjutkan program profesi buat
jadi psikolog di UI aja. Saat itu Lia nyoba cari banyak masukan dari beberapa
dosen tentang rencana lanjutan ini. Beberapa diantaranya dengan Bu Bernadette
Setiadi yang merupakan pembimbing akademis Lia, Bu Yati Utoyo Lubis, yang waktu
itu adalah Dekan Psikologi, dan juga teman keluarga, Bu Jeanette yang merupakan
dosen pembimbing skripsi, dan mbak Reni, yang emang enak aja di curhatin. Semua
menyarankan Lia melanjutkan sekolah di luar. Alasan yang diberikan beda-beda.
Yang Lia ingat dari mbak Reni, mbak Reni bilang gini, “Lia, kan kamu punya
sarana, sekolahlah yang kamu mau sekarang, sebelum ada yang serius juga kan
sama soal perjodohan, kalau sudah serius , kita perempuan suka susah
melanjutkan, bisa sih, tapi musti cari laki-laki yang bisa mendukung kamu,
mumpung belum ada, sekolah aja dulu.”Waktu itu konteksnya adalah Lia mau
belajar Psikoanalisa. Salahsatu school of
thought yang rada ditakuti karna belibet, dan pendidikannya lama.
Jadi setelah Lia lulus, Lia pergi
ke Inggris melanjutkan S2 di bidang Psychoanalytic Studies, dan kemudian lanjut
lagi ke Hawaii untuk melanjutkan S2 lagi di Counseling Pychology dengan
spesialisasi Marriage and Family Therapy, yang ahirnya jadi berpraktek di US. Dengan
Lia ke luar negri memang Lia jadi bisa liat ya mbak, dengan lebih jelas, Lia
itu siapa, bisanya apa, I learn to not
sweat the small stuff, dan kerja secara professional dengan full commitment. Nggak ngasal gitu loh
mbak. Dan yang terpenting dari pesannya mbak Reni, Lia cari suami yang
mendukung maunya Lia apa, karna Lia kan emang banyak maunya, nahh untung dapet
yang modelnya begini mbak, hahahaha. Jadi emang bener, semua yang Lia
cita-citakan, alhamdulillah bisa tercapai, apakah itu di bidang psikologi, atau
masak memasak yang serius, yang sampe ahirnya Cida dan Lia bisa bikin Café
beneran, yang sekarang ini udah masuk tahun ke 6. Btw itu kue-kuenya macemnya
makin banyak lo mbaaakkkk.
Semenjak lulus tahun 1999, memang
sudah jarang ketemu mbak Reni in person. Tapi somehow kita selalu keep in
contact. Buat Lia personal, mbak Reni itu bukan hanya seorang dosen, tapi
juga seorang mentor. Apa yang diajarkan dari mbak Reni ke Lia itu beyond mata kuliah Psikologi Pendidikan
loh mbak, but also about life lessons and
life skills. Terus terang ni mbak, setelah kelas mbak Reni yang belajar tentang
gaya belajar itu, Lia jadi tahu gaya belajar Lia dan benar-benar Lia
aplikasikan di dua Pendidikan S2 berikut-berikutnya. “Knowing myself made it so much easier to study”. Mbak Reni juga secara nggak langsung
mengajarkan Lia untuk bisa menerima dan lebih comfortable untuk jadi diri sendiri. “You modeled this”. Mungkin
mbak Reni nggak menyadari impact ini
ke Lia. “But, you did changed my life,
for the better, and with that I am forever grateful”. Selamat ulang tahun
ke 65 ya mbak Reni, “just so that you
know, you did a lot in your life, and you have touched so many lives, even
without you knowing” Semoga mbak Reni selalu diberi kesehatan, kebahagiaan
dan umur panjang. I enjoy every conversations I have with you. Semoga masih
banyak waktu buat kita ngobrol ya mbak… Kapan ni mbak kita ngopi dan makan kue
lagi?
Des Moines, January 23, 2022,
Love always,
Natalia Indrasari MA,
MS, LMFT, IADC