Jumat, 14 Januari 2022

Prof. Reni Mengingatkan pada Figur R.A. Kartini, yang Cerdas dan Tetap Feminin.

Oleh: Dr. Nur Eva, M.Psi., Psikolog. 

Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

 

Alhamdulillahirobbal alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia ilmu pengetahuan, termasuk ilmu yang diberikan Allah SWT melalui Prof. Dr. Reni Akbar, M.Si., M.M., Psikolog  sejak saya sebagai mahasiswa Magister Psikologi pada tahun 2006 – 2009 dan sampai sekarang.

Saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada Prof. Reni (demikianlah saya memanggil beliau) atas ilmu yang diberikan dan atas jalinan silaturahmi yang terus terjaga. Saya merasa jalinan guru dan murid yang tidak terputus walaupun saya telah meninggalkan kampus UI. Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan Prof. Reni di dunia dan akhirat, amin.

Pertemuan pertama dengan Prof. Reni telah ditakdirkan oleh Allah SWT, ketika saya diterima sebagai mahasiswa Magister Profesi pada tahun 2006. Prof Reni saat itu sebagai Ketua Bagian Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi UI.

Pertemuan itu membuka kesempatan saya belajar banyak hal bukan hanya keilmuan psikologi, namun lebih dari itu. Prof. Reni memberikan pelajaran tentang bagaimana perempuan tetap menjadi perempuan walaupun telah menyelesai pendidikan tertinggi yang munkin dicapainya dan menduduki jabatan tertinggi dalam pekerjaan.  Hal ini ditunjukan beliau dari penampilan, tutur kata, dan perilaku beliau.

Penampilan Prof. Reni dengan menggunakan baju kurung (demikianlah saya menyebut baju ala makcik di Sumatera) ketika di kampus mencitrakan perempuan yang feminin. Sebagai keturunan dari keluarga Encik dari Sumatera maka baju kurung yang biasa digunakan Prof. Reni mengingatkan saya kebiasaan orang-orang Melayu. Sebagai sarjana psikologi yang pernah meneliti tentang gender perempuan berpendidikan tinggi maka saya menggolongkan Prof. Reni sebagai perempuan berpenampilan feminin. Mengingatkan saya pada figur R.A. Kartini, yang cerdas dan tetap feminin.

Feminitas Prof. Reni juga dibuktikan dengan perannya beliau pada sektor domestik. Prof. Reni mempunyai anak enam orang. Ini tidak lazim pada zaman modern sekarang. Wanita memilih melahirkan lebih dari dua anak adalah wanita dengan feminitas yang tinggi. Sebagian besar wanita berpendidikan tinggi hanya mempunyai anak maksimal dua orang. Prof. Reni menegaskan identitas gendernya bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi tidak perlu kehilangan feminitasnya.

Bukti feminitas yang lain sering beliau mencontohkan kepatuhan pada suami, meminta restu pada suami, dan melaksanakan kewajiban beliau sebagai istri dan ibu yang baik. Bagi saya pribadi inilah figur limited edition. Tidak banyak wanita yang berpendidikan tinggi yang tetap menjadi pribadi feminin, rendah hati, dan percaya diri dengan semua feminitas yang dikaruniakan Tuhan.

Pelajaran kedua, Prof. Reni adalah pribadi yang pekerja keras. Kita semua tahu, Prof. Reni menjadi pejabat di banyak instansi dan organisasi, bahkan di UI pun beliau tidak pernah bebas dari jabatan. Saya yakin beliau menghabiskan sepanjang hari untuk mengurusi banyak hal. Saya ketika konsultasi, di saat menempuh magister Profesi, selalu menemui beliau di waktu yang sudah sore, ketika dosen-dosen yang lain sudah tidak ada, atau di sela-sela kesibukan beliau, dan pada hari minggu pun saya harus ke rumah beliau untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. demikianlah Prof. Reni yang selalu punya energi untuk melakukan banyak hal.

Pelajaran ketiga, Prof Reni senang menuntut ilmu. Prof. Reni pernah bilang bahwa dirinya selalu menggunakan hari sabtu untuk mengikuti seminar. Wow ... dan ini dilakukan secara kontinyu dan sampai sekarang. Bahkan ilmu nonpsikologi pun dilahap beliau. Ini dibuktikan gelar Master Manajemen diperoleh dengan menggunakan hari sabtu untuk kuliah lagi karena seminarnya sudah habis. Hahahaha...Kesenangan Prof. Reni dalam menuntut ilmu juga tampak pada saat saya masih kuliah di UI, Prof. Reni senang membuat kelas dengan mengundang narasumber dari berbagai latar belakang keilmuan yang memperkaya hasanah keilmuan mahasiswa.

Pelajaran keempat, pribadi yang rendah hati.  Coba bayangankan, pada saat Prof. Reni sudah bergelar guru besar, beliau tidak malu belajar dari orang yang tingkat pendidikan lebih rendah dari dirinya, terbukti ketika beliau kuliah lagi di bidang Magister Manajemen, atau membuka kelas sharing dengan posisi beliau sebagai moderator. Saya yang pernah mendapat kesempatan sebagai narasumber pada kelas sharing beliau merasa tidak pantas dimoderatori oleh Prof. Reni. Pengalaman sharing dengan beliau adalah kesempatan yang langka bagi saya.

Pelajaran kelima, sistematis. Prof. Reni terbiasa hidup secara sistematis. Semua telah direncanakan dan beliau melakukan secara konsisten. Saya yakin itu adalah kunci keberhasilanya beliau. Amanah demi amanah dapat beliau tunaikan dengan baik. Beliau mengajarkan saya merapikan data, membuat planning, walaupun secara tidak eksplisit beliau sampaikan kepada saya. Ini tantangan bagi saya yang sering bekerja dengan tidak sistematis. Senang bertemu beliau. Jujur pertemuan dengan Prof. Reni begitu membekas dalam diri saya. Semoga saya bisa mengikuti jejak beliau. Amin.

 

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia