Oleh: Dr. Nur Eva, M.Psi., Psikolog.
Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang
Alhamdulillahirobbal alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia ilmu pengetahuan, termasuk ilmu yang diberikan Allah SWT melalui Prof. Dr. Reni Akbar, M.Si., M.M., Psikolog sejak saya sebagai mahasiswa Magister Psikologi pada tahun 2006 – 2009 dan sampai sekarang.
Saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya
kepada Prof. Reni (demikianlah saya memanggil beliau) atas ilmu yang diberikan
dan atas jalinan silaturahmi yang terus terjaga. Saya merasa jalinan guru dan
murid yang tidak terputus walaupun saya telah meninggalkan kampus UI. Semoga
Allah SWT berkenan membalas kebaikan Prof. Reni di dunia dan akhirat, amin.
Pertemuan pertama dengan Prof. Reni telah
ditakdirkan oleh Allah SWT, ketika saya diterima sebagai mahasiswa Magister
Profesi pada tahun 2006. Prof Reni saat itu sebagai Ketua Bagian Psikologi
Pendidikan Fakultas Psikologi UI.
Pertemuan itu membuka kesempatan saya
belajar banyak hal bukan hanya keilmuan psikologi, namun lebih dari itu. Prof.
Reni memberikan pelajaran tentang bagaimana perempuan tetap menjadi perempuan
walaupun telah menyelesai pendidikan tertinggi yang munkin dicapainya dan
menduduki jabatan tertinggi dalam pekerjaan.
Hal ini ditunjukan beliau dari penampilan, tutur kata, dan perilaku
beliau.
Penampilan Prof.
Reni dengan menggunakan baju kurung (demikianlah saya menyebut baju ala makcik
di Sumatera) ketika di kampus mencitrakan perempuan yang feminin. Sebagai
keturunan dari keluarga Encik dari Sumatera maka baju kurung yang biasa digunakan
Prof. Reni mengingatkan saya kebiasaan orang-orang Melayu. Sebagai sarjana
psikologi yang pernah meneliti tentang gender perempuan berpendidikan tinggi
maka saya menggolongkan Prof. Reni sebagai perempuan berpenampilan feminin.
Mengingatkan saya pada figur R.A. Kartini, yang cerdas dan tetap feminin.
Feminitas Prof.
Reni juga dibuktikan dengan perannya beliau pada sektor domestik. Prof. Reni
mempunyai anak enam orang. Ini tidak lazim pada zaman modern sekarang. Wanita
memilih melahirkan lebih dari dua anak adalah wanita dengan feminitas yang
tinggi. Sebagian besar wanita berpendidikan tinggi hanya mempunyai anak
maksimal dua orang. Prof. Reni menegaskan identitas gendernya bahwa perempuan
yang berpendidikan tinggi tidak perlu kehilangan feminitasnya.
Bukti feminitas
yang lain sering beliau mencontohkan kepatuhan pada suami, meminta restu pada
suami, dan melaksanakan kewajiban beliau sebagai istri dan ibu yang baik. Bagi
saya pribadi inilah figur limited edition. Tidak banyak wanita yang
berpendidikan tinggi yang tetap menjadi pribadi feminin, rendah hati, dan
percaya diri dengan semua feminitas yang dikaruniakan Tuhan.
Pelajaran kedua,
Prof. Reni adalah pribadi yang pekerja keras. Kita semua tahu, Prof. Reni
menjadi pejabat di banyak instansi dan organisasi, bahkan di UI pun beliau
tidak pernah bebas dari jabatan. Saya yakin beliau menghabiskan sepanjang hari
untuk mengurusi banyak hal. Saya ketika konsultasi, di saat menempuh magister
Profesi, selalu menemui beliau di waktu yang sudah sore, ketika dosen-dosen
yang lain sudah tidak ada, atau di sela-sela kesibukan beliau, dan pada hari
minggu pun saya harus ke rumah beliau untuk menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan. demikianlah Prof. Reni yang selalu punya energi untuk melakukan
banyak hal.
Pelajaran ketiga, Prof
Reni senang menuntut ilmu. Prof. Reni pernah bilang bahwa dirinya selalu
menggunakan hari sabtu untuk mengikuti seminar. Wow ... dan ini dilakukan
secara kontinyu dan sampai sekarang. Bahkan ilmu nonpsikologi pun dilahap
beliau. Ini dibuktikan gelar Master Manajemen diperoleh dengan menggunakan hari
sabtu untuk kuliah lagi karena seminarnya sudah habis. Hahahaha...Kesenangan
Prof. Reni dalam menuntut ilmu juga tampak pada saat saya masih kuliah di UI,
Prof. Reni senang membuat kelas dengan mengundang narasumber dari berbagai latar
belakang keilmuan yang memperkaya hasanah keilmuan mahasiswa.
Pelajaran keempat,
pribadi yang rendah hati. Coba
bayangankan, pada saat Prof. Reni sudah bergelar guru besar, beliau tidak malu
belajar dari orang yang tingkat pendidikan lebih rendah dari dirinya, terbukti
ketika beliau kuliah lagi di bidang Magister Manajemen, atau membuka kelas
sharing dengan posisi beliau sebagai moderator. Saya yang pernah mendapat
kesempatan sebagai narasumber pada kelas sharing beliau merasa tidak pantas
dimoderatori oleh Prof. Reni. Pengalaman sharing dengan beliau adalah
kesempatan yang langka bagi saya.
Pelajaran kelima,
sistematis. Prof. Reni terbiasa hidup secara sistematis. Semua telah
direncanakan dan beliau melakukan secara konsisten. Saya yakin itu adalah kunci
keberhasilanya beliau. Amanah demi amanah dapat beliau tunaikan dengan baik.
Beliau mengajarkan saya merapikan data, membuat planning, walaupun
secara tidak eksplisit beliau sampaikan kepada saya. Ini tantangan bagi saya
yang sering bekerja dengan tidak sistematis. Senang bertemu beliau. Jujur
pertemuan dengan Prof. Reni begitu membekas dalam diri saya. Semoga saya bisa
mengikuti jejak beliau. Amin.