Senin, 30 November 2020

PASAR BARU


Dollar...dollar...dollar...suara khas yang sering kita dengar kalau berjalan ke Pasar Baru jaman tahun 1960'an. Mereka ternyata para pemuda tanggung urang awak yang merantau ke Jakarta untuk mencari peruntungan di ibu kota Jakarta. Salah satunya bernama Syamsir, yang tahun ini berumur 80 tahun setia dengan profesinya berjualan mata uang. Tapi kali ini ia tidak berjualan dollar, melainkan mata uang lama. Bagi mereka yang kolektor mata uang, numimastik Pasar Baru salah satu tempat untuk berburu. Penjual dollar seperti Syamsir sdh banyak yang tidak ada, angkatan Syamsir tinggal dia seorang.

Saya dan Idjul sengaja ingin bernostalgia ke Pasar Baru untuk makan siang. Jadi kami langsung ke Resto Tropic, tempat ngadem keluarga kami jaman dulu setelah pusing jalan dari ujung ke ujung Pasar Baru. Letaknya yang ditengah, dan hampir keluar Pasar Baru memang strategis untuk dimampiri. Praktis tidak ada lawan Tropic, karena kiri kanan yang ada toko sepatu, taylor, toko pecah belah, apotik dan toko sport.
Tropic yang saya ingat berplafond tinggi dengan kipas-kipasnya yang berputar terus dan kursi besi bercat merah. Namun saat td kami masuk, resto terasa sempit dengan kursi yang sudah jauh berbeda.
Suyudi generasi kedua yang dipercaya ayahnya mengelola resto Tropic, membenarkan ingatan saya. Dia bilang plafond memang diturunkan 4 meter, sehingga sekarang terkesan sempit, padahal ukuran resto tidak berubah.
Saya merasa tidak perlu melihat menu yang disodorkan pramusaji. Saat kesana masing-masing sdh tahu apa yang ingin dimakan. Saya memilih lontong cap gomeh dengan minuman soda es krim, Idjul memilih gado-gado ditemani cendol es krim.Rasa makanannya bagi lidah saya sudah tidak istimewa lagi namun saat makan saya jadi ingat masa kanak-kanak saya.
Biasanya mami, papi mengajak saya, serta dua adik saya Nita dan Siska untuk keperluan beli sepatu, beli perlengkapan sekolah, beli kain baju untuk dijahit, beli jamu Nyonya Meneer atau sekedar jalan-jalan sore untuk ngeskrim horn di De Zon.
Ada saja yang dibeli Toko Eropa, dan De Zon tapi yang pasti anak-anak minta dibelikab es krim horn. Kl mau beli sepatu, banyak opsinya mulai dr Bata, Sin Lie Seng, Sinar Baru, Hongkong atau Canada. Dan kalau mau beli keperluan perlengkapan sekolah atau buku piano, mami ke Toko Buku Tropen yang letaknya nyaris d ujung Pasar Baru sisi kiri. Di seberang Tropen, ada toko jamu Nyonya Meneer dan Toko Probitas, dua toko langganan mami. Mami rajin minum jamu, sayapun selalu dibelikan juga Jamu Galian Puteri. Selesai belanja jamu, mami pasti mampir ke si abang penjual telur penyu yang mangkal persis dekat pintu masuk Nyonya Meneer. Sensasi telur penyu yang direbus sambil disedot terus ketelan masih terasa di lidah saya sampai sekarang😋
Papi sangat suka kue amandel sementara mami suka dengan sosijs broodnya. Jd seringkali sehabis dr Nyonya Meneer kami jalan lagi ke arah Polsek Pasar Baru (sekarang Metro namanya) dan nyebrang mampir ke toko Parisienne, yang letaknya sederet dengan Tropen.
Sebenarnya selain tukang telor penyu ada lagi langganan mami yaitu abang yang jual jambu bol dan nangka yang sudah dikupas. Jambu bol, buah kesukaan mami yang jarang saya ketemu lagi saat kini baik di pasar maupun toko buah All Fresh, maupun Ranch Market.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia