Senin, 30 November 2020

JEBOLAN SEKOLAH KATOLIK


Masa pendidikan dasar dan menengah saya dihabiskan di sekolah Katolik. Rumah orang tua saya di Komplek Perumahan Angkatan Darat (KPAD) Siliwangi, di Jalan Dr. Wahidin I No. D2. Usai bersekolah dua tahun di TK A dan B TK Siliwangi, saya dan rata-rata anak kompleks melanjutkan ke SD Van Lith. Sekolah yang letaknya di Jalan Gunung Sahari Raya ini terletak di seberang jalan rumah saya. Kekhasan sekolah ini adalah pagi hari khusus untuk anak laki-laki dan siang hari khusus anak perempuan.

Tamat dari SD Van Lith, sebagian besar teman saya memilih melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri IV terus ke SMA Negeri IV Buah Batu atau SMA Negeri I Boedi Oetomo. Namun saya berbeda sendiri, saya memilih SMP Sancta Ursula. Saya ingat-ingat bisa jadi pilihan saya karena ikut-ikutan mbak Pongky, yang pacarnya abang saya Bambang Trijaya Hawadi. Begitu juga tamat SMP,. saya lanjut ke SMA Sancta Ursula. So..praktis 12 tahun saya bersekolah yang siswanya perempuan semua. Dan teman saya pastinya lebih banyak perempuan.
Bersekolah d sekolah Katolik, saya dan teman-teman ikut ke gereja. Kami ke Gereja Kathedral setiap hari Rabu. Teman yang beragama Katolik di dalam gereja akan diberkati pastor dan diberi hosti. Sementara saya dan siswa lain yang non Katolik hanya berdiri dan menyanyikan lagu-lagu rohani diiringi orgel.
Salah satu kegiatan yang dilakukan saat sekolah adalah retreat. Narsum kami antara lain Pater I. Pater I tinggal di Wisma Jesuit unit Kampung Ambon yang letaknya tidak jauh dari rumah saya, dan saat itu sepertinya masih jadi mahasiswa STF Driyarkara tingkat akhir.
Saya belum lama jadi mahasiswa Fakultas Psikologi UI saat Pater menanyakan apakah saya punya buku On Becoming a Person karya Carl R Rogers? Saya bilang tidak punya dan belum diajar, mgk bs sy cari di perpus.
Nah ini yang bikin saya kemudian merasa memang "keibuan" hehe (setuju gak) dan harus berlaku demikian, ya Pater inilah.. dia menyebut saya punya sifat "moederlijk". Dankjewel Pater..maar weet jij dalam hati saya wah dia ga tahu saja -meminjam istilah Jung- sisi animus saya jauh lebih besar saya tomboy berat.
Gak tahu ya kalo saya saat SD berani manjat pohon jambu, naik genteng untuk main layangan, main sepeda, berkuda, sempat sebentar belajar karate, dan sdh berani bawa mobil di jalan raya saat usia 12 tahun.Dari sisi berpakaian saya tetap feminin tapi ini mengecohkan loooh.
Sikap tomboy oleh mami dibalans, kira-kira gitu.. Reni kecil dimasukan les piano di YPM, les melukis di Pak Ooq dan les tari Jawa di Sampan Hismanto.Jadi ketomboyan saya dipoles...yg keluarnya pas saat dibutuhkan.
Lingkungan rumah saya yang jadi tempat mangkalnya anak-anak Siliwangi saat itu (1957-1967) plus adanya lima sepupu papi yang berkuliah d FKUI membuat kepribadian saya tumbuh jadi seperti sekarang.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia