Senin, 30 November 2020

BELAJAR TAREKAT


Ada hal menarik setelah saya membaca proposal tesis satu mahasiswa bimbingan saya dari Kajian Islam dan Psikologi, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, SKSG-UI dengan topik spiritualitas, regulasi diri, dan pencarian makna hidup. Di latar belakang penelitiannya, saya menjumpai untaian kalimat dengan bagiannya tertulis kata tarekat Naqsyabandiah.

Kata Tarekat Naqsyabandiah dalam tesis Rizka membawa ingatan saya ke buya, Dr.Syekh Haji Djalaluddin. Sejatinya hanya papi mami yang belajar namun kemudian saya menyampaikan ketertarikan pada papi untuk ikut belajar.
Awalnya saya diajak pertama kali papi mami ikut menemani mereka belajar d rumah buya yang sederhana. Kami duduk dibawah bersama beberapa orang lainnya, saya ikut duduk juga namun di belakang . Saya satu-satunya anak kecil berusia 10 tahun yang ada disana. Diam- diam saya ikut menyimak dan mengamati pelajaran dan praktek yang buya berikan. Lama kelamaan saya tertarik untuk belajar dan berpraktek hal yang papi mami pelajari.
So di dalam perjalanan menyusuri gang kecil menuju mobil yang di parkir di jalan raya, yang tidak jauh dari jalan Kepu Selatan saya bilang pada papi " piii..pi Reni boleh ikut belajar gak" . Papi yang berada di sisi kanan saya, merespons cepat pertanyaan saya.." boleh..boleh..nanti d rumah Reni ikut saja berdzikir dgn papi mami.. tp syaratnya hrs rajin sholat ya" . Sesampainya d rumah, mami memberi saya tasbeh, dan minta saya cari satu buku tulis kosong.
Insya Allah saya msh mempraktekan dzikir tauhid yg diajari buya, guru Tarekat Naqsyabandiah kami sampai hari ini. Kalimat La ilaha illa Allah..secara perlahan saya sebut dengan pengaturan nafas kalimat La Illa Allah dengan bersuara serta membentuk garis melalui tubuh. Bunyi la dari daerah pusar terus ke ubun-ubun..disambung ilaha turun ke kanan dan berhenti diujung bahu kanan. Selanjutnya bunyi illa dimulai dan turun melalui bidang dada sampai jantung. Dan ke arah jantung inilah kata terakhir Allah dihujamkan sekuat tenaga.
Orang yang berdzikir membayangkan jantung berdenyutkan nama Allah dan menghilanglan segala kotoran. Dan saya msh ingat ada beberapa amalan dzikir yang harus saya lakukan dan catat d buku tulis. Mulai dari 5000 kali, naik jadi 6000 kali kemudian 7000 kali.
Untuk menelusuri dzikir tarekat yang telah saya pelajari lebih dari setengah abad y.l, dan terlebih memperoleh kesahihan pemahaman maka saya melakukan googling Dzikir Tarekat Naqsyabandiah.
Alhamdulillah...saya telah memperoleh kembali narasi komplit tata cara dzikir Tarekat Naqsyabandiah. Saya menjadi diingatkan kembali...LTM memory saya bekerja baik setelah ada stimulus. Titik-titik dzikir di tubuh saya yang saya pelajari masa kecil, berisi nafsu-nafsu tertentu jadi muncul kembali. Hal ini membuat saya excited karena membuat apa yang saya lakukan sampai hari ini menjadi lebih sempurna.
Papi dan Mami tercinta...terima kasih banyak telah beri Reni kesempatan untuk bertarekat, jalan untuk menjadi orang yang bertaqwa dan diridhoi Allah SWT, jalan utk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.
Kata-kata yang Reni sering dengar dari papi mami " la haula wala quwata illa billah" (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) disambung dengan " Ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi" (ya Tuhanku, Engkau tempat ku memohon dan keridhaan Mu lah yang kuharapkan) telah menjadi pegangan Reni dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia