KOMPAS.com - Peran Direktorat Jenderal
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal
Kementerian Pendidikan Kebudayaan ((PAUDNI Kemdikbud) amat penting dalam
rangka mempersiapkan generasi emas. Bahkan, bisa dikatakan, perannya
menentukan kualitas generasi mendatang, karena pendidikan usia dini
merupakan cikal bakal pembentukan kecerdasan, moral, dan karakter
seorang anak.
Pada masa usia emas (golden age), otak anak-anak mampu secara cepat menyerap berbagai informasi yang diterima dari lingkungan sekelilingnya. Pada masa ini pula anak-anak mahir meniru tingkah laku dan kebiasaan yang dilihat di sekitarnya.
Semua itu berlangsung secara alami. Maka, jika yang diterima si anak adalah perilaku baik, ia dapat meniru kebiasaan baik tersebut hingga dewasa. Sebaliknya, saat anak menerima perilaku buruk, hal tersebut juga akan ditirunya hingga dewasa.
Berkaitan dengan generasi emas yang sedang dipersiapkan untuk menyonsong 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia, pemerintah dan masyarakat harus lebih perhatian terhadap pendidikan dan gizi anak-anak, terutama yang masih dalam fase golden age. Para generasi emas ini diharapkan tampil di era tersebut sebagai manusia-manusia terbaik, berakhlak mulia, berkarakter, dan cerdas.
"Anak-anak dengan usia 0-9 tahun dan 10-19 tahun yang berjumlah lebih dari 89 juta jiwa, pada 2045 nanti akan berada para usia produktif. Pada usia tersebut, tentu mereka diharapkan dapat menjadi generasi yang produktif dan kompetitif secara global," ujar Direktur Jenderal PAUDNI Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, di Bogor (15/6/2013) lalu.
Sejak usia dini inilah, anak-anak perlu mendapat bimbingan, baik dari lingkungan keluarga maupun lewat lembaga PAUD, seperti kelompok bermain (KB), tempat penitipan anak (TPA), taman kanak-kanak (TK), atau satuan PAUD sejenis (SPS). Melalui bimbingan ini, anak-anak usia dini kelak dapat menjadi generasi emas Indonesia yang mampu bersaing di kancah internasional.
Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, Direktorat Jenderal PAUDNI telah menyusun konsep besar, di antaranya gerakan PAUD-isasi yang merupakan tonggak penguatan dan kebulatan tekad untuk membangun PAUD. Gerakan ini dilakukan dengan membangun lembaga PAUD dengan target: satu desa, satu PAUD.
"Saat ini baru ada 10 provinsi yang seluruh desanya sudah memiliki lembaga PAUD dan masih lebih dari 15.000 desa yang harus segera dibangun. Ini target kami selama dua tahun ke depan," ujar Lydia.
Pembangunan PAUD di Indonesia diarahkan secara bertahap menuju insan cerdas komprehensif pada 2045 sebagai kado 100 tahun Indonesia merdeka. Dimulai pada 2011 melalui gerakan PAUD-isasi, menuju fundamental SDM berkualitas pada 2015, kemudian melahirkan SDM andal pada 2025, dan pada 2035 mengantarkan SDM yang mampu bersaing secara global.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang dididik dengan baik selama dalam kandungan hingga usia tujuh tahun memiliki kolerasi positif terhadap prestasi si anak di tingkat pendidikan dasar.
"Kita berharap, anak-anak yang mengikuti PAUD memiliki fondasi yang kuat untuk mengikuti pendidikan di jenjang berikutnya," tutur Lydia.
Untuk memperkuat gerakan nasional PAUD tersebut, Ditjen PAUDNI menyusun berbagai program yang terbagi dalam empat bagian, mulai dari pembelajaran dan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta kelembagaan. Pada bagian pertama, pihaknya melakukan penguatan pendidikan karakter anak dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam keseluruhan proses pembelajaran PAUD. Selain itu, dilakukan pula diversifikasi pola pembelajaran yang disesuaikan dengan budaya dan potensi daerah, termasuk menyiapkan bahan dan media pembelajaran yang dikembangkan dengan sistem berbasis e-learning.
Saat ini, Ditjen PAUDNI juga mendorong perluasan PAUD holistik-integratif melalui Pos PAUD dan BKB (bina keluarga balita), dan satuan PAUD lainnya. Program ini mampu mengoptimalkan kecerdasan anak sesuai dengan tahap kembang anak, dan memberikan kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Di Jawa Timur program ini dikenal dengan nama ‘Taman Posyandu’, yaitu integrasi antara Posyandu dan PAUD. Sementara itu, di Mamuju program ini diberi nama ‘Stimulasi, Optimasi, Intervensi Layanan Anak atau disingkat dengan SOILA,’.
Pendidikan kepramukaan
Terkait pendidikan karakter, Ditjen PAUDNI juga meningkatkan pelayanan pendidikan kepramukaan dalam rangka membangun karakter anak melalui peningkatan mutu dan kompetensi pembina dan pelatih pramuka. Ditambah dengan penguatan program pengasuhan (parenting) di satuan PAUD melalui pelatihan parenting bagi orangtua yang memiliki anak usia 0-2 tahun.
Pelatihan semacam ini juga dilakukan di Amerika Serikat, di mana orangtua diikutkan dalam pelatihan-pelatihan sehingga mereka tidak melepas begitu saja pengurusan tumbuh kembang si anak kepada lembaga PAUD.
"Kita ingin orangtua menjadi mandiri. Bagaimana pun, orangtua, khususnya ibu, merupakan pendidik yang pertama dan utama," Lydia menambahkan.
Untuk menyelenggarakan kebijakan tersebut, tentu harus diikuti dengan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan PAUDNI yang baik. Oleh karena itu, Ditjen PAUDNI menyelenggarakan program peningkatan kapasitas, kapabilitas, serta profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang berkelanjutan. Peningkatan kapasitas, kapabilitas, serta profesionalitas tersebut dilakukan melalui pelatihan, pemagangan, serta pemberian penghargaan dan perlindungan yang merata, adil, dan berkelanjutan.
"Kami berusaha memberikan insentif, meskipun jumlahnya kecil, sebagai bentuk perhatian kami kepada tenaga PAUD," katanya.
Selain itu, sebagai penunjang pelaksanaan program, Ditjen PAUDNI meningkatkan kapasitas kelembagaan PAUD melalui perbaikan sistem manajemen informasi, asistensi, dan advokasi, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai, dan peningkatan kapasitas tenaga yang profesional. Pada Unit Pelaksana Teknis Pusat dan Daerah, tengah dikembangkan model dan program percontohan program PAUD.
Lydia mengakui, Ditjen PAUDNI tidak dapat berjalan sendiri untuk melaksanakan program PAUD-isasi tersebut. Peran perguruan tinggi dalam menyediakan jurusan PAUD sangat penting untuk menghasilkan tenaga PAUD yang berkualitas. Sayangnya, hingga saat ini tidak banyak perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan untuk calon tenaga PAUD.
"Padahal, kita membutuhkan guru PAUD yang berkualitas. Saya meminta Ditjen Dikti untuk juga punya perhatian pada PAUD ini," imbuhnya.
Melalui program yang dijalankan Ditjen PAUDNI, diharapkan target peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD secara nasional dapat terus meningkat pada 2014 sehingga mencapai 45,05. Dukungan berbagai pihak, mulai dari swasta dan masyarakat, diharapkan dapat mempercepat target pembangunan PAUD yang pada saatnya nanti menghasilkan generasi emas Indonesia berkualitas. Dengan demikian, semua elemen bangsa dapat menegakkan kepala ketika bangsa Indonesia memperingati kemerdekaannya pada tahun 2045. (RATIH)
Pada masa usia emas (golden age), otak anak-anak mampu secara cepat menyerap berbagai informasi yang diterima dari lingkungan sekelilingnya. Pada masa ini pula anak-anak mahir meniru tingkah laku dan kebiasaan yang dilihat di sekitarnya.
Semua itu berlangsung secara alami. Maka, jika yang diterima si anak adalah perilaku baik, ia dapat meniru kebiasaan baik tersebut hingga dewasa. Sebaliknya, saat anak menerima perilaku buruk, hal tersebut juga akan ditirunya hingga dewasa.
Berkaitan dengan generasi emas yang sedang dipersiapkan untuk menyonsong 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia, pemerintah dan masyarakat harus lebih perhatian terhadap pendidikan dan gizi anak-anak, terutama yang masih dalam fase golden age. Para generasi emas ini diharapkan tampil di era tersebut sebagai manusia-manusia terbaik, berakhlak mulia, berkarakter, dan cerdas.
"Anak-anak dengan usia 0-9 tahun dan 10-19 tahun yang berjumlah lebih dari 89 juta jiwa, pada 2045 nanti akan berada para usia produktif. Pada usia tersebut, tentu mereka diharapkan dapat menjadi generasi yang produktif dan kompetitif secara global," ujar Direktur Jenderal PAUDNI Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, di Bogor (15/6/2013) lalu.
Sejak usia dini inilah, anak-anak perlu mendapat bimbingan, baik dari lingkungan keluarga maupun lewat lembaga PAUD, seperti kelompok bermain (KB), tempat penitipan anak (TPA), taman kanak-kanak (TK), atau satuan PAUD sejenis (SPS). Melalui bimbingan ini, anak-anak usia dini kelak dapat menjadi generasi emas Indonesia yang mampu bersaing di kancah internasional.
Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, Direktorat Jenderal PAUDNI telah menyusun konsep besar, di antaranya gerakan PAUD-isasi yang merupakan tonggak penguatan dan kebulatan tekad untuk membangun PAUD. Gerakan ini dilakukan dengan membangun lembaga PAUD dengan target: satu desa, satu PAUD.
"Saat ini baru ada 10 provinsi yang seluruh desanya sudah memiliki lembaga PAUD dan masih lebih dari 15.000 desa yang harus segera dibangun. Ini target kami selama dua tahun ke depan," ujar Lydia.
Pembangunan PAUD di Indonesia diarahkan secara bertahap menuju insan cerdas komprehensif pada 2045 sebagai kado 100 tahun Indonesia merdeka. Dimulai pada 2011 melalui gerakan PAUD-isasi, menuju fundamental SDM berkualitas pada 2015, kemudian melahirkan SDM andal pada 2025, dan pada 2035 mengantarkan SDM yang mampu bersaing secara global.
Hasil penelitian menunjukkan, anak-anak yang dididik dengan baik selama dalam kandungan hingga usia tujuh tahun memiliki kolerasi positif terhadap prestasi si anak di tingkat pendidikan dasar.
"Kita berharap, anak-anak yang mengikuti PAUD memiliki fondasi yang kuat untuk mengikuti pendidikan di jenjang berikutnya," tutur Lydia.
Untuk memperkuat gerakan nasional PAUD tersebut, Ditjen PAUDNI menyusun berbagai program yang terbagi dalam empat bagian, mulai dari pembelajaran dan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta kelembagaan. Pada bagian pertama, pihaknya melakukan penguatan pendidikan karakter anak dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam keseluruhan proses pembelajaran PAUD. Selain itu, dilakukan pula diversifikasi pola pembelajaran yang disesuaikan dengan budaya dan potensi daerah, termasuk menyiapkan bahan dan media pembelajaran yang dikembangkan dengan sistem berbasis e-learning.
Saat ini, Ditjen PAUDNI juga mendorong perluasan PAUD holistik-integratif melalui Pos PAUD dan BKB (bina keluarga balita), dan satuan PAUD lainnya. Program ini mampu mengoptimalkan kecerdasan anak sesuai dengan tahap kembang anak, dan memberikan kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Di Jawa Timur program ini dikenal dengan nama ‘Taman Posyandu’, yaitu integrasi antara Posyandu dan PAUD. Sementara itu, di Mamuju program ini diberi nama ‘Stimulasi, Optimasi, Intervensi Layanan Anak atau disingkat dengan SOILA,’.
Pendidikan kepramukaan
Terkait pendidikan karakter, Ditjen PAUDNI juga meningkatkan pelayanan pendidikan kepramukaan dalam rangka membangun karakter anak melalui peningkatan mutu dan kompetensi pembina dan pelatih pramuka. Ditambah dengan penguatan program pengasuhan (parenting) di satuan PAUD melalui pelatihan parenting bagi orangtua yang memiliki anak usia 0-2 tahun.
Pelatihan semacam ini juga dilakukan di Amerika Serikat, di mana orangtua diikutkan dalam pelatihan-pelatihan sehingga mereka tidak melepas begitu saja pengurusan tumbuh kembang si anak kepada lembaga PAUD.
"Kita ingin orangtua menjadi mandiri. Bagaimana pun, orangtua, khususnya ibu, merupakan pendidik yang pertama dan utama," Lydia menambahkan.
Untuk menyelenggarakan kebijakan tersebut, tentu harus diikuti dengan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan PAUDNI yang baik. Oleh karena itu, Ditjen PAUDNI menyelenggarakan program peningkatan kapasitas, kapabilitas, serta profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang berkelanjutan. Peningkatan kapasitas, kapabilitas, serta profesionalitas tersebut dilakukan melalui pelatihan, pemagangan, serta pemberian penghargaan dan perlindungan yang merata, adil, dan berkelanjutan.
"Kami berusaha memberikan insentif, meskipun jumlahnya kecil, sebagai bentuk perhatian kami kepada tenaga PAUD," katanya.
Selain itu, sebagai penunjang pelaksanaan program, Ditjen PAUDNI meningkatkan kapasitas kelembagaan PAUD melalui perbaikan sistem manajemen informasi, asistensi, dan advokasi, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai, dan peningkatan kapasitas tenaga yang profesional. Pada Unit Pelaksana Teknis Pusat dan Daerah, tengah dikembangkan model dan program percontohan program PAUD.
Lydia mengakui, Ditjen PAUDNI tidak dapat berjalan sendiri untuk melaksanakan program PAUD-isasi tersebut. Peran perguruan tinggi dalam menyediakan jurusan PAUD sangat penting untuk menghasilkan tenaga PAUD yang berkualitas. Sayangnya, hingga saat ini tidak banyak perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan untuk calon tenaga PAUD.
"Padahal, kita membutuhkan guru PAUD yang berkualitas. Saya meminta Ditjen Dikti untuk juga punya perhatian pada PAUD ini," imbuhnya.
Melalui program yang dijalankan Ditjen PAUDNI, diharapkan target peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD secara nasional dapat terus meningkat pada 2014 sehingga mencapai 45,05. Dukungan berbagai pihak, mulai dari swasta dan masyarakat, diharapkan dapat mempercepat target pembangunan PAUD yang pada saatnya nanti menghasilkan generasi emas Indonesia berkualitas. Dengan demikian, semua elemen bangsa dapat menegakkan kepala ketika bangsa Indonesia memperingati kemerdekaannya pada tahun 2045. (RATIH)