Hampir kurang lebih 150 orang perwakilan penggiat pendidikan Badan Pengurus Daerah Gereja Bethel Indonesia dari 32 provinsi menghadiri Semiloka dan Lokakarya tentang Rintisan PAUD di Daerah Tertinggal yang diselenggarkan di Gereja Bethel Mawar Saron, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada tanggal 18 – 22 Maret 2013.

Sebagai Pembicara Utama, Ibu Dirjen PAUDNI, Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog mengemukakan bahwa postur anggaran pendidikan anak usia dini relatif masih rendah.  Masih banyak anak usia dini di negeri ini yang belum terlayani pendidikannya, sementara diyakini oleh para ahli bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pondasi yang harus dibangun sebelum mereka memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

Ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah) bangsa kita yang belum diperhatikan secara baik. Begitu pula pendidik PAUD di Indonesia diperkirakan baru 15 persen yang berpendidikan S1(Strata Satu) dari 984.000 guru PAUD yang dibutuhkan. Itupun belum semua  lulusan dari jurusan pendidikan anak usia dini atau psikologi perkembangan anak, akibatnya cara pembelajarannya juga kurang sesuai dengan perkembangan anak. Demikian pula kurikulum yang dipergunakan PAUD saat ini juga adalah menu generik yang sifatnya masih sangat membutuhkan kecerdasan dan kreativitas pendidik ketika menerapkannya dalam proses belajar mengajar.

Ada rencana besar pemerintah bahwa tahun 2045 anak-anak Indonesia akan menjadi generasi yang produktif dan sejajar dengan bangsa yang sudah maju sebagai kado ulang tahun Indonesia merdeka yang ke 100. Keberadaan PAUD saat ini sudah didukung oleh beberapa kementerian yang turut mengurus PAUD, seperti Kemdagri, Kemkes, Kemsos, Menkokesra, Kempera, BKKBN, dan Bappenas. Memang seharusnya urusan anak usia dini, seperti di negara-negara yang sudah maju, difasilitasi semua kementerian dan menjadi gerakan nasional, bila negara ingin keluar dan bangkit dari keterpurukan.

Prakarsa Gereja Bethel Indonesia untuk merintis PAUD di daerah tertinggal tentu saja sangat membantu pemerintah dalam menggerakkan dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan anak usia dini, seperti lembaga-lembaga keagamaan yang lainnya. Namun demikian Ibu Dirjen juga mengingatkan bahwa permasalahan agama di masyarakat masih sangat sensitif dan aturan dan ketentuannya benar-benar diperhatikan, agar tidak timbul dampak yang tidak terduga. (Hendro)