Selasa, 17 April 2018

Pengarustamaan Gender Bidang Pendidikan di Indonesia

PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN DI INDONESIA 
Lydia Freyani Hawadi 
Guru Besar Universitas Indonesia 

Disampaikan dalam Seminar Sosialisasi Pengarusutamaan Gender Diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI, pada hari Senin, tanggal 9 November 2015. 

Berbicara tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) tidak lain bicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Hak Asasi Manusia Perempuan. Isu HAM adalah isu yang universal dan ini berarti kita bicara tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dan isu HAM Perempuan sudah mempunyai landasan-landasan universal, baik yang mengikat secara hukum (Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945) maupun secara moral (Deklarasi Umum tentang HAM). Sedangkan landasan yang mengikat secara hukum bagi negara-negara untuk isu HAM Perempuan dan Gender adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW). Indonesia adalah salah satu dari 187 Negara yang telah mengikatkan diri secara hukum, dengan terbitnya Undang Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1984.

Kilas Sejarah Pengarusutamaan Gender
1945-1975. Isu Perempuan adalah isu sosial, untuk itu masalah HAM Perempuan berada dalam tanggung jawab Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic and Social Council atau ECOSOC) tepatnya di Komisi Kedudukan Perempuan (UN Comission on the Status of Women atau UN CSW). UN CSW berdiri tahun 1946, yang tadinya hanya merupakan sub komisi dan Komisi HAM PBB. UN CSW hampir tiga dasawarsa bekerja keras meningkatkan kesadaran pemerintah dan negara-negara seluruh dunia tentang perlunya mereka mengambil aksi nyata untuk mewujudkan persamaan HAM Perempuan. Setelah beberapa capaian UN CSW selama 1946 -1975 yaitu : Konvensi tentang Pencegahan Perdagangan Manusia dan Prostitusi, Konvensi tentang Imbalan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan yang nilainya sama, Konvensi tentang Hak-Hak Politik Perempuan, Konvensi tentang Nasionalitas Perempuan, Konvensi tentang Diskriminasi yang bertalian dengan hal-hal mempekerjakan dan pemberian jabatan, Konvensi tentang Persetujuan untuk kawin, usia minimum untuk kawin, dan pendaftaran perkawinan dan Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan; tahun 1972 Majelis Umum PBB menyetujui resolusi tentang Pencanangan Tahun 1975 sebagai Tahun Perempuan Internasional (International Women’s Years). Resolusi tentang Pencanangan Tahun 1975 sebagai Tahun Perempuan Internasional menjadi pintu masuk untuk dibahas lebih seriusnya masalah Persamaan, Pembangunan dan Perdamaian (Equality, Development, and Peace) dalam Konferensi Dunia I Tentang Perempuan Tahun 1975 di Mexico City. Hasilnya antara lain Deklarasi Mexico tentang Persamaan Perempuan dan Sumbangan Perempuan bagi Pembangunan dan Perdamaian; Rencana Aksi Dunia untuk mewujudkan Tujuan Tahun Perempuan Internasional; Rencana Aksi Regional wilayah Asia dan Timur Jauh serta Afrika;
serta Pencanangan Dasawarsa PBB untuk Perempuan (United Nations Decade for Women)

1976-1985. Di lingkup nasional, titik penting yang terjadi kurun waktu ini adalah dibentuknya Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI) tahun 1967. Komite ini pula yang aktif dalam penyusunan RUU tentang Perkawinan serta memperjuangkan komitmen nasional bagi kemajuan perempuan dalam GBHN. 1976-1985. Dasawarsa PBB untuk Perempuan: Persamaan, Pembangunan dan Perdamaian merupakan tahun-tahun pemusatan perhatian pada langkah konkrit untuk melaksanakan Rencana Aksi Dunia dari Mexico City. Salah satu keberhasilan dalam Dasawarsa PBB untuk Perempuan disetujuinya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW) oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1979. Kemudian penyelenggaraan Konferensi Dunia II tentang perempuan tahun 1980, di Kopenhagen, Denmark menghasilkan salah satu kesepakatan yaitu penandatanganan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) oleh puluhan Ketua Delegasi.

Hal ini sebagai indikasi komitmen pemerintah masing-masing untuk segera mengesahkan atau meratifikasi dari badan legislatif masing-masing dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam konvensi. Konvensi CEDAW sering digambarkan sebagai “International Bill of Rights for Women” menetapkan persamaan antara perempuan dan laki-laki dalam menikmati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Diskriminasi terhadap perempuan akan dihapuskan baik melalui langkah-langkah hukum, kebijakan, dan program. Pada tahun 1981, Konvensi mulai berlaku. Pengarustamaan Gender adalah konsep kebijakan publik untuk mengkaji implikasi setiap aksi kebijakan dalam bidang hukum dan program terhadap perempuan dan laki-laki.

Konsep PUG ini pertama kali dilontarkan di Konferensi Dunia III Tentang Perempuan Tahun 1985 di Nairobi, Kenya. Tujuan konfrensi ini menelaah dan menilai hasil-hasil dasawarsa ataupun mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi. Terobosan penting yang dihasilkan disebut Strategi Berwawasan Kedepan untuk Pemajuan Perempuan menjelang Tahun 2000 (Forward Looking Strategies for the Advancement of Women to Year 2000 atau Nairobi F.L.S.) Di tingkat Nasional, KNKWI berhasil memasukkan isu perempuan dalam GBHN 1978 dengan judul Perempuan dalam Pembangunan Bangsa; pertama kalinya di pemerintahan terdapat Menteri Muda Urusan Peranan Wanita; penetapan wajib belajar 9 tahun tahun 1984 serta ‘gong’nya Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW pada tahun 1984 dengan UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. 1986-1995. Dalam melaksanakan Strategi Nairobi, PBB meningkatkan partisipasi organisasi-organisasi non pemerintah. Banyak agenda internasional yang dilakukan dan intinya menyebutkan bahwa pendidikan merupakan sarana paling penting untuk memberdayakan perempuan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Konferensi Dunia IV Tentang Perempuan Tahun 1995 di Beijing, China, yang bertemakan “Action for Equality, Development and Peace” menghasilkan dua dokumen penting yaitu Deklarasi Beijing dan Kerangka Aksi Beijing (Beijing Platform for Action/BPFA), Disinilah pengakuan penuh dan komitmen untuk mewujudkan persamaan hak, kewajiban, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan melalui pengintegrasian perspektif gender. Pada saat itu untuk pertama kalinya dipetakan hal-hal yang dianggap kritis untuk diperhatikan baik pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan gender. PUG didesakkan PBB sebagai strategi yang harus diadopsi oleh pemerintah dan organisasi yang relevan, agar dipastikan ada rencana aksi yang dilaksanakan dengan efektif. Mengenal Istilah : Gender, Keadilan Gender, Kesetraan Gender dan Pengarusutamaan Gender Semua istilah yang saya gunakan dalam tulisan ini merujuk pada Achmad (2013) dalam bukunya yang berjudul Syamsiah Achmad Matahari Dari Sengkang-Wajo. Gender. Gender sebagai suatu pengertian yang mengacu pada atribut sosial dan kesempatan yang bertalian dengan keberadaan seseorang sebagai perempuan atau laki-laki, dan hubungan antara laki-laki dan perempuan, antara anak-anak perempuan dan anak laki-laki. Atribut, kesempatan, dan hubungan merupakan konstruksi sosial, yang dipelajari dan dimiliki seseorang, laki-laki dan perempuan, melalui proses sosialisasi sejak lahir dan bersifat kontekstual, dan dapat berubah atau diubah. Lebih jauh dijelaskan, Gender menetapkan apa yang diharapkan, diperbolehkan, dan dihargai dari seorang perempuan atau laki-laki dalam konteks tempat dan waktu. Gender merupakan bagian integral dan penting dalam konteks sosial budaya pada umumnya. Contoh : Perempuan bermain boneka, baju warna pink. Laki-laki bermain mobil-mobilan, baju warna biru. Keadilan Gender. Keadilan Gender dianggap sebagai suatu proses untuk berlaku adil pada perempuan dan laki-laki. Untuk menjamin keadilan, langkah-langkah sering diperlukan untuk menangani bahkan menutupi kekurangan atau ketidak beruntungan sosial dan historis yang tidak memungkinkan laki-laki dan perempuan untuk berkiprah bersama-sama dalam kondisi yang sama. Contoh: Perempuan bekerja menjadi supir bus. Laki-laki bekerja sebagai full time dad. Kesetaraan Gender. Kesetaraan Gender adalah penghargaan yang setara oleh masyarakat atas persamaan dan ketidaksamaan antara perempuan dan laki-laki, dan keanekaragaman peran yang mereka lakukan Pengarusutamaan Gender. Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan upaya untuk memastikan bahwa perspektif gender dan tujuan kesetaraan dan keadilan gender merupakan pedoman utama dalam semua kegiatan. Hal ini dimulai dari perumusan kebijakan dan strategi, perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran sampai pada pelaksanaan dan pemantauan kemajuan yang dicapai serta kendala-kendala yang dihadapi, sampai pada evaluasi keberhasilan dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi untuk dijadikan dasar dalam penyusunan langkah-langkah kedepan. Dewan Ekonomi dan Sosial PBB mendefinisikan PUG sebagai “ Strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan ketidak adilan tidak ada lagi”. Jadi dari batasan PUG tersebut, kita memahami bahwa PUG adalah suatu strategi, bukan tujuan. Strategi itu berarti mengikut sertakan perempuan dalam artian memberi kesempatan maupun akses, kendali dan manfaat dalam semua program pembangunan dalam bidang politik, sosial, ekononomi dan budaya.

Tujuan PUG, adalah mewujudkan keadilan gender. Impelementasi PUG di Indonesia Secara resmi PUG diadopsi menjadi strategi pembangunan bidang pemberdayaan perempuan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Ruang lingkup PUG meliputi (1) perencanaan, termasuk didalamnya perencanaan yang responsif gender/gender budgeting, (2) pelaksanaan dan (3) pemantauan dan evaluasi. Kemudian terbit UU No.25 Tahun 2000 tentang Propemas 2000-2004 yang menyebutkan 19 program pembangunan yang responsif gender di lima bidang pembangunan, yaitu bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan sosial budaya, Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009 yaitu peningkatan kualitas hidup perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan salah satu dari agenda menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis. Untuk pelaksanaan PUG di daerah-daerah , Dasar hukum PUG diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri no.15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Di Daerah. Kemudian diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor.67 Tahun 2011.

Beberapa daerah telah meresponsnya dengan mengeluarkan peraruran daerah (Perda) tentang PUG. Merespons gender budgeting telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.119 Tahun 2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan. Pada tahun anggaran 2010 sebanyak 7 Kementerian didorong untuk menerapkan Anggaran Responsif Gender (ARG) ke dalam program dan kegiatan kementerian yaitu : Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan Naasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Selanjutnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2011 impelementasi ARG diperluas ke dalam bidang pembangunan sosial, ekonomi, dan politik. Dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2012. Untuk mempercepat pelaksanaan PUG, juga telah dikeluarkan Surat Edaran tentang Strategi Nasional PUG melalui Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender pada tanggal 1 Nopember 2012. Surat Edaran ini dikeluarkan secara bersama-sama oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembanguanan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Surat Edaran ini ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, para pimpinan kesekretariatan lembaga negara, para gubernur, dan para bupati/walikota.

Sayangnya sejak Instruksi Presiden no.9 Tahun 2000 diterbitkan, sampai saat ini Indonesia belum memiliki Peraturan Pemerintah tentang Pengarusutamaan Gender. Impelementasi PUG Bidang Pendidikan Di Bidang Pendidikan payung hukum kebijakan PUG adalah Permendiknas No.84 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan pada Tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Program utama yang dilakukan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di bidang pendidikan melalui penguatan kelembagaan terhadap : - Pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan pendidikan - Perencana bidang pendidikan - Penulis buku/bahan ajar - Kepala/pimpinan satuan pendidikan - Para tenaga pendidik dan kependidikan - Dan pemangku pendidikan lainnya Pada tahap awal, penguatan kapasitas kelembagaan dilakukan di tingkat pemerintah pusat, yaitu di 7 unit utama Kementerian Pendidikan Nasional. Mulai tahun 2003 pemerintah pusat bekerja sama dengan pokja PUG Bidang Pendidikan di 33 Provinsi mulai mengembangkan model impelementasi PUG Bidang Pendidikan di Provinsi. Kemendiknas menaruh perhatian sejak 2002 sebagai wujud dari komitmen internasional yang telah dituangkan dalam CEDAW yang telah diratifikasi dengan UU no.7 Tahun 1984.

Komitmen Kemendiknas tentang keadilan dan kesetaraan gender juga mengacu pada EFA yang tertuang dalam kesepakatan Dakar yaitu :
a. Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan PAUD, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung;
b. Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk etnis minoritas, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik;
c. Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills);
d. Mencapai perbaikan 50% pada tingkat nirkeaksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa;
e. Menghapus disparitas dender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik; f. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua terutama dalam keaksaraan, angka, dan kecakapan hidup yang penting.

Referensi :
Achmad, Sjamsiah. 2013 . Sjamsiah Achmad Matahari Dari Sekang-Wajo, Jakarta : Kompas Gramedia.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia