Rabu, 20 Desember 2017

Tegakkan Clean Government dalam Pengadaan Barang dan Jasa

SOLO. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI), Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog memerintahkan agar pengadaan barang dan jasa diselenggarakan secara terbuka, dan tanpa kolusi, korupsi serta nepotisme. Hal tersebut guna mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan tata kelola yang baik (good governance).

“Ciptakan iklim persaingan yang sehat, dan efisiensi belanja negara dalam tiap pelaksanaan lelang,” ucapnya kepada seluruh peserta Diklat Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Ditjen PAUDNI, di Solo, (25/6).

Dirjen mengingatkan agar para peserta bersungguh-sungguh mengikuti diklat. Sebab tindak pidana korupsi masih sangat marak dalam pengadaan barang dan jasa. Oleh sebab itu, kita semua harus membentengi diri, dengan cara memahami ketentuan pengadaan barang dan jasa.

Dirjen juga menyambut baik bahwa pelaksanaan lelang di lingkungan Ditjen PAUDNI diselenggarakan secara elektronik (e-Procurement). Dengan cara tersebut, maka semua aktivitas pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi lebih transparan, efektif, dan efisien. “Jangan hanya lelang saja yang elektronik, kita juga harus mulai e-office, e-arsip, dan pekerjaan lainnya berbasis elektronik,” ujarnya bersemangat.

Kasubdit Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP),  Irawaty mengingatkan agar para peserta memahami Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas  Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah. Sebab, bila kita taat aturan maka praktik korupsi dapat dicegah sedini mungkin. “Kalau kita semua mengikuti Perpres dalam proses lelang, pasti aman,” ucapnya.

Ia juga mengingatkan bahwa sekira 70 persen tindak pidana korupsi yang ditangani KPK adalah terkait pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu kita diminta cermat dalam proses lelang. “Banyak pejabat yang ditetapkan tersangka oleh KPK, padahal ia merasa tidak bertanggung jawab. Ini terjadi karena para Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran belum memahami secara benar proses pengadaan barang dan jasa,” urainya. (Yohan Rubiyantoro/HK)

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia