Awalnya
ketika Sekolah Dasar bahkan sampai tamat SMA saya tidak paham, dan kurang
peduli dengan keturunan Poeti-Poeti. Hal ini menjadi bermakna saat saya akan
menikah. Nama depan saya dan adik-adik yang perempuan sejak lahir tidak memakai
gelar Poeti, dan tidak juga adik saya yang laki-laki memakai gelar Soetan.
Foto
kakek nenek saya dari papi dan mami ada di pasang d kediaman kami. Begitu juga
foto kakek pihak ibu saya yang bergelar Marah Oejoeb, dan dikenal sebagai regent
terakhir Padang bahkan di pajang di ruang tamu. Bergelar lengkap Tuanku
Panglima Regent Padang Marah Oejoeb Gelar Maharadja Besar menjadi regent selama
45 tahun. Diangkat oleh pemerintah Belanda pada tahun 1875, dan berhenti tahun
1910 setelah pemerintah Belanda membentuk jabatan Demang.
Saat
mau menikah, saya di brief oleh para tante saya, dua kakak mami saya
yaitu Unang, Angah serta adik mami, tante Elly dan tante Yus. Mereka
masing-masing berceritera tentang regent dan turunannnya.
Salah
satunya, bahwa saya bersepupuan dengan Prof.Dr. Jenderal Polisi Awaluddin
Djamin. Saat itu Oom Awal sedang bertugas sebagai Duta Besar R.I. di Republik
Jerman. Sederet jabatan Oom Awal kami ikuti, karena setiap lebaran kami menerima kartu ucapan yang disertai nama dan gelar plus
jabatannya.
Kakek
Oom Awal begitu saya menyapanya (padahal seharusnya Uda, tapi karena oom Awal
tidak beda jauh usianya dengan mami maka mami memanggilnya Uda, yang seharusnya
cukup nama saja. Bahkan mami seharusnya yang dipanggiil dengan sebutan tante), beradik kakak dengan
nenek saya.
Selain
foto dirinya, ada foto lain dimana Regent terlihat berpakaian putih
putih atas bawah, dengan memakai topi suluk. Ia duduk dengan kaki bersilang dan
tangannya memegang tongkat. Terlihat kepala tongkat ada di tangan kirinya.
Regent tampak berwibawa dengan kumis putihnya yang tebal dan melintang. Di kiri
kanan Regent tampak berdiri dua anak laki-laki kecilnya, satu berpakaian matros
warna gelap dan satu lagi berpakaian atas bwah warna gelap memegang buku. Di
belakang Regent berdiri tujuh anak laki-lakinya yang lain.
Anak
sulung regent inilah- Soetan Djamin- yang merupakan kakek dari Oom Awaluddin
Djamin, sedang anak bungsu regent yang satu-satunya perempuan, adalah Poeti Atang, merupakan nenek saya, alias
ibunya mami.
Oom
Awal boleh dikata salah satu turunan regent yang dekat dengan kekuasaan. Pernah
jadi Kapolri, Dubes dan Rektor. Secara tidak langsung mempengaruhi saya yang
anak yatim untuk minta advise tentang karir saya kedepannya. Saat itu saya
ingin sekali jadi anggota legislatif, dan karena oom Awal ini anggota Pembina
DPP Golkar maka saya pikir akan mudah kalau bilang ke dia. Ternyata respons oom
Awal adalah “ sekolah saja S2” dan setelah dapat gelar S2 saya melapor,
si oom bilang” ambil S3”. Nasehatnya memang saya turuti dan sejak saat
itu saya tidak pernah melapor karena beranggapan si Oom tidak akan menolong
saya.
Dari
sisi silsilah memang jelas, tapi dari sisi berkumpulnya keturunan regent saya
tidak beruntung. Karena kami tidak pernah berada dalam satu wadah Keluarga
Besar. Sampai sekarang saya kehilangan kontak dengan anak cucu cicit regent,
diluar keturunan dari satu nenek saya.
***