Selasa, 10 Oktober 2017

BTH

BTH adalah inisial sebuah nama..
Bambang Trijaya Hawadi. Ia adalah almarhum abang saya.
Walaupun saya mengenalnya hanya kurun waktu sepuluh tahun (1957-1967), tetapi banyak kenangan manis yang saya kenang semasa hidupnya.
Cerita ini secara khusus saya persembahkan untuk mengenang jasa baik almarhum abang saya, Bambang Trijaya Hawadi.

Trijaya adalah nama tengah abang saya
Ada Radio FM bernama SINDO Trijaya FM.
Nama radio ini diambil dari nama tengah Bambang

Dalam satu kesempatan acara talkshow di RCTI tahun 1993, saya bersama dengan Yapto Soerjosoemarno. Saat belum on air, Ade Anwar tiba-tiba menyebutkan nama Radio Trijaya FM yang ada di belakang studio kami. Ia berkata seraya menunjuk kebelakang studio dimana kami berada, “Radio Trijaya itu namanya diambil dari nama almarhum abang kamu  lho Ren, Bambang. Bambang Trijaya “.

Saya saat itu berusia 36 tahun belum lama promosi menjadi Doktor Psikologi dari Universitas Indonesia. RCTI menyelenggarakan talkshow, dengan pembicara Yapto Soerjosoemarno sebagai tokoh nasional pemuda dan saya sebagai psikolog yang mengupas masalah topik yang diberikan. Ini suatu co - incidence atau bisa jadi juga bukan kebetulan, karena katanya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua terjadi karena ijin Allah SWT. Dalam kesempatan di studio karena adanya commercial break itu,  Ade Anwar  mengingatkan tentang cerita asal muasal Radio Trijaya.

Setelah niat menulis biografi muncul, saya hubungi Benny Suyoto yang saya sapa Mas Ben. Dari informasinya lah sangat jelas bahwa pendiri dan pemberi nama radio tersebut adalah ia sendiri,  Mas Benny Suyoto. Berikut ceritanya “ awalnya berupa  pemancar AM dibikin di rumah Jalan Dr. Wahidin 1 /D12 saat saya masih siswa kelas 1 SMA Negeri 1 Boedi Oetomo. Dulu namanya bukan Trijaya. pertamanya pake nama Radio Wahidin Satu, tahun 1967/1968 baru berubah ke Trijaya. Penyiarnya  dulu anak-anak aja, ada Acun, Mat Silet, Basye, saya -Benny- , dan Iwan. Terus ganti nama ke Trijaya jadi radio serius, penyiarnyapun serius. Jebolannya malah ada yang jadi penyiar radio atau TVRI”. Sayangnya era Radio Trijaya di Jalan Dr. Wahidin berakhir tragis, “ dijual pada saat saya gak ada.. semua piringan hitamnya dibawa semua dan peralatannya oleh si Udin “ kata mas Ben lebih lanjut. Dijual kepada siapa Mas Ben tidak melanjutkan ceritanya, dan tiba-tiba radio tersebut sudah menjadi bagian dari RCTI. Dan selanjutnya setelah kepemilikan RCTI berubah, maka radionyapun berubah nama menjadi Sindo Trijaya FM.

BTH adalah inisial sebuah nama..
Bambang Trijaya Hawadi. Ia adalah almarhum abang saya.
Walaupun saya mengenalnya hanya kurun waktu sepuluh tahun (1957-1967), tetapi banyak kenangan manis yang saya kenang semasa hidupnya.
Cerita ini secara khusus saya persembahkan untuk mengenang jasa baik almarhum abang saya, Bambang Trijaya Hawadi.

Bambang, demikian ia dipanggil sehari-hari. Seorang pemuda, berperawakan atletis,  dengan tinggi badan kira-kira 180 cm, dan berat badan 72 kg. Banyak yang bilang  abang saya ini ganteng dan dandy. Ia selalu berpenampilan casual yang rapih dan serasi, namun lebih sering terlihat memakai stelan blue jeans dengan hem lengan pendek berwarna putih. Rambutnya klimis mengkilat disemir minyak rambut Tancho pomade. Rambutnya suka dicatok, dicoak seperti gaya Elvis Presley dan Ricky Nelson. Model sisiran rambutnya belah pinggir. Badannya wangi sandalwood dari sabun Bee and Flower Brand yang biasa disebut sabun China, dan sesekali bau sabun Camay. Mencium parfum Aramis mengingatkan saya ke almarhum. Merk jeans yang dipakai BTH adalah Lee, dibeli khusus di Pasar Ular, Tanjung Priok. Konon barang-barang yang dijual tersebut berasal dari barang bawaan pelaut asing, jadi pastinya origineel, ori istilah anak sekarang. Nama pasar ini sangat bekend kala itu, identik sebagai pusat barang branded.

BTH adalah inisial sebuah nama..
Bambang Trijaya Hawadi. Ia adalah almarhum abang saya.
Walaupun saya mengenalnya hanya kurun waktu sepuluh tahun (1957-1967), tetapi banyak kenangan manis yang saya kenang semasa hidupnya.
Cerita ini secara khusus saya persembahkan untuk mengenang jasa baik almarhum abang saya, Bambang Trijaya Hawadi.

Bambang berusia sepuluh tahun lebih tua dari saya.Tahun 1965 ia lulus SMA. Dan langsung kuliah di Unika Atmajaya, Fakultas Ekonomi. Semasa mahasiswa almarhum aktif di Resimen Mahajaya, resimen mahasiswa pertama di Indonesia. Kata Mas Ben Almarhum tuh sibuk di Mahajaya di Lapangan Banteng dan pencetus PP, sebelumnya apatuh bentukan Pak Nasution PPKRI atau apa lupa… Saya ingat sekali bagaimana Bambang berseragam Mahajaya, bertali komando merah, berbaret kuning, dan berkacamata rayban. Semua atribut itu membuat Bambang semakin tampak gagah dan keren. Saya ingat juga saat Bambang asyik mem brasso kepala kopelrim nya,  menyemir sendiri sepatu tentara PDH dan PDLnya,serta membersihkan sendiri pistol pegangannya. Selain mengendarai motor, sekali Bambang memakai Jeep Willys yang suka diperbaikinya di Kemayoran Jiung, ke markas Mahajaya yang berlokasi di Jalan Lapangan Banteng Utara, dekat kompleks sekolah Santa Ursula.

BTH adalah inisial sebuah nama..
Bambang Trijaya Hawadi. Ia adalah almarhum abang saya.
Walaupun saya mengenalnya hanya kurun waktu sepuluh tahun (1957-1967), tetapi banyak kenangan manis yang saya kenang semasa hidupnya.
Cerita ini secara khusus saya persembahkan untuk mengenang jasa baik almarhum abang saya, Bambang Trijaya Hawadi.

Bambang ini rajin melakukan exercise. Sering kali saya melihat ia melakukan push up, sit up dan menggunakan beberapa peralatan fitness yang ada di rumah kami seperti dumbbell dan barbell . Iapun juga rajin berlatih boksen dengan meninju samsak yang digantung di pojok bangunan tengah selasar rumah kami. Olahraga BTH lain yang rajin ditekuninya adalah gulat. Sifat rajin Bambang terlihat pada caranya merawat moge nya. Setiap pagi, begitu keluar ke bawah dekat selasar.. saya akan lihat ritual Bambang yaitu bercelanan pendek jongkok, membersihkan motor kesayangannya. Dengan obat poles motor, motornya tampak bersih dan bodynya kinclong mengkilap, bebas dari debu dan jamur. Bambang memiliki beberapa motor, dengan merk yang berbeda. Mula-mula  motornya adalah BMW R26 warna hitam, kemudian Honda Dream 250cc warna merah, yang mesinnya konon diubah dengan 350 cc ex mesin Honda Paswal CPM. Perubahan CC motornya ini pula yang bisa jadi membuat ia kehilangan keseimbangan dan slip di tikungan Cipayung dan Cibulan, Puncak, Jawa Barat.

BTH adalah inisial sebuah nama..
Bambang Trijaya Hawadi. Ia adalah almarhum abang saya.
Walaupun saya mengenalnya hanya kurun waktu sepuluh tahun (1957-1967), tetapi banyak kenangan manis yang saya kenang semasa hidupnya.
Cerita ini secara khusus saya persembahkan untuk mengenang jasa baik almarhum abang saya, Bambang Trijaya Hawadi.

Bambang memiliki passion besar terhadap musik, walaupun tidak pandai memetik gitar atau alat musik lainnya. Temannya yang bernama Unus lah yang bisa dan biasa genjrang genjreng, dan menyanyi. Bagi saya, Bambang identik dengan The Beatles. Kamarnya yang berada di belakang berupa pavilion tidak pernah sepi dengan suara musik. Boleh dikata dari almarhum lah saya mengenal lagu-lagu The Beatles pertama kali. Sampai saat ini kalau mendengar lagu-lagu The Beatles era 1960an ingatan saya selalu melayang ke masa kecil saya. The Beatles, memang fenomenal. Band rock pop dari Inggris yang terbentuk di Liverpool tahun 1960 ini seolah menyihir orang,  baik tua-muda, maupun besar-kecil menyukai semua lagu-lagunya. Tiada hari tanpa mendengarkan  lagu-lagu The Beatles yang diputar Bambang dari tapecorder reel to reel tape player merk Sony TC 355. Mengutip kata Mas Ben “ Jaman itu punya reel lagu2 Beatles cuman BTH”  Dari semua lagu The Beatles, lagu pertama yang ditulis George Harrison Don’t bother me menjadi favourite BTH. Rasanye bersyukur sekali bisa memutar lagu The Beatles kapanpun kami mau. Rasanya kami tidak mengalami hambatan, gangguan ataupun ancaman mendengarkan lagu-lagu yang disebut kala itu oleh Presiden Soekarno dengan musik ”ngak ngek ngok” seperti yang dialami kakak beradik Koes bersaudara Tony, Yon, Yok dan Nomo Koeswoyo yang sampai di penjara gara-gara gemar memainkan lagu-lagu The Beatles.

BTH memang memberikan banyak kenangan terhadap masa kecil saya.  Saat papi membelikan turn table Teac TN-550 saya excited untuk mencobanya.Bambang mengajari saya cara memegang plat, piringan tipis berwarna hitam dengan alur-alur yang melingkar berisi data lagu-lagu. Piringan hitam  atau PH berdiameter 30 cm, cukup terlihat besar dibadan saya yang kecil. Dengan sangat berhati-hati, kedua telapak tangan saya memegang kiri kanan vinyl dan tidak boleh menyentuh  bagian tengah vinyl. Saya juga diajarkan agar vinyl tidak boleh tergores agar suara lagu tetap jernih. Vinyl dijaga tetap bersih dan sebelum dimasukkan ke platter  diusahakan  di lap  dengan kain lembut seperti microfiber (kain untuk membersihkan kacamata). Bambang juga mengajarkan memegang tonearm yaitu batang panjang yang berukuran 12 inch agar tetap stabil dan stylus tegak menekan alur pada lagu yang ingin saya dengar.

Koleksi Vinyl di rumah kami lumayan banyak , karena papi juga seorang penggemar musik. Selain album-album The Beatles, papi memiliki banyak koleksi album lagu-lagu Indonesia keluaran Lokananta, Irama dan RMC. Beberapa biduan berikut dengan lagu-lagu yang masih segar dalam ingatan dan  masih bisa saya ikuti dengan berkaraoke, yaitu Alfian dengan Senja di Kaimana., Dara Puspita dengan Mari Mari., Erni Djohan dengan Senja Di Batas Kota., Norma Sanger Gembala Sapi., Lilis Suryani dengan Gang Kelinci., Oni Suryono dengan Pesanku, Tuty Subardjo dengan Janjimu, Diah Iskandar dengan Surat Undangan, Oslan Husein dengan Kampuang Nan Jauh Di Mato, Patti Bersaudara dengan Paradiso, Nien Lesmana dengan Menanti Dibawah Pohon Kamboja, Rahmat Kartolo dengan Patah Hati Sam Saimun dengan Juwita Malam,, Tetty Kadi dengan Teringat Selalu. Ada beberapa album keroncong, lupa namanya… salah lagu yang saya suka Aryati,ciptaan Ismail Marzuki.

Saat mendengar lagu Nini Rosso yang bernama Il Silenzio, Bambang pernah bilang kalau meninggal ia minta diiiringi lagu Il Silenzio dari Nini Rosso. Permintaannya dipenuhi. Saat jenasahnya yang wangi parfum Nina Ricci, dengan isi botol berwarna kuning diusung berjalan keluar halaman maka mengalunlah lagu kesayangannya tersebut. Dan kemudian Lagu Il Silenzio sering saya dengar dipakai Radio El Shinta untuk setiapkali mengawali pengumuman berita duka cita.


Bambang meninggal 5 November 1967, ia dikebumikan di TPU Blok P, Kebayoran Baru. Jakarta Selatan dengan diringi banyak sekali teman-temannya. Bambang meninggalkan legacy berupa 234 SC. Ia layak dikenang, disayang banyak teman-temannya karena kebaikan hatinya.

0 komentar:

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia