JAKARTA. Penyusunan standar kompetensi untuk acuan lembaga kursus
dan pelatihan (LKP) harus dijadikan prioritas pada program kerja
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan (Ditbinsuslat). Saat ini, baru
26 dari 65 jenis kursus terstruktur yang telah memiliki standar
kompetensi lulusan (SKL) dan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Demikianlah yang dinyatakan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak
Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Prof. Dr. Lydia Freyani
Hawadi, Psikolog, pada Rapat Capaian tahun 2012 dan Program Ditbinsuslat
tahun 2013 di Jakarta, Rabu (9/1).
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Ditbinsuslat menyusun SKL
dan KBK yang merujuk Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI). Saat ini, sudah ada 26 SKL yang sudah disahkan. Akan tetapi,
setelah Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia diterbitkan, maka 26 SKL itu perlu dikaji kembali.
Tahun 2012, ada 13 SKL lama dan 6 SKL baru yang telah selesai dikaji.
Sepuluh di antaranya telah disahkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
SKKNI merupakan ukuran atau patokan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang harus dimiliki seseorang untuk
mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan unjuk kerja yang
dipersyaratkan. Standar kompetensi tidak berarti hanya kemampuan
menyelesaikan suatu tugas, tetapi dilandasi pula bagaimana serta mengapa
tugas itu dikerjakan. Standar tersebut disahkan oleh Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans).
Meskipun kewenangan SKKNI berada di bawah Kemnakertrans, tapi
penyusunan dapat dilakukan oleh Kementerian terkait. Hingga saat ini,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditbinsuslat sudah
menyusun 27 SKKNI. Di antara keseluruhan itu, sebanyak 19 SKKNI sudah
ditetapkan Kemnakertrans, 5 SKKNI sudah diajukan untuk disahkan, dan 3
SKKNI tengah melalui tahap finalisasi.
Tahun ini, Lydia yang juga akrab dipanggil Reni Akbar-Hawadi meminta
agar Ditbinsuslat memberikan perhatian pada penyusunan SKKNI. “Harus ada
target kapan semua jenis kursus memiliki SKKNI,” kata Reni.
Reni menyatakan bahwa SKKNI untuk semua jenis LKP terstuktur sangat
penting dan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Hal ini juga yang menjadi
acuan kinerja LKP dalam menghasilkan lulusan yang berkompetensi. Oleh
karena itulah prioritas untuk penyusunan SKKNI sangat dibutuhkan.
Tiap jenis LKP, tentunya LKP yang terstruktur, seyogyanya sudah
memiliki acuan standar kompetensi. LKP terstruktur adalah jenis kursus
keterampilan yang harus didesain sedemikian rupa sehingga lulusannya
wajib memiliki kompetensi berstandar nasional atau internasional, dan
diakui oleh dunia usaha dan industri.
Daya Serap Ditbinsuslat Lampaui Target
Sementara itu, pada kegiatan yang sama, diungkapkan bahwa
Ditbinsuslat berhasil melampaui target daya serap anggaran 2012. Dari
target 96 persen, Ditbinsuslat berhasil mencapai target 96,26 persen.
Keberhasilan ini merupakan salah satu pendorong bagi prestasi Ditjen
PAUDNI dalam mencapai daya serap tertinggi di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2012.
“Saya ucapkan selamat untuk capaian Ditbinsuslat. Untuk target daya
serap tahun depan, yaitu sebesar 98 persen tentunya diperlukan kerja
yang lebih keras lagi,” kata Reni.
Tahun lalu, Ditbinsuslat memperoleh anggaran Rp261, 82 miliar. Dari
keseluruhan anggaran itu didekosentrasikan ke daerah sebesar Rp126
miliar. Sepanjang tahun, dana sebesar Rp249,16 miliar berhasil diserap,
yakni di pusat sebesar Rp130,34 miliar dan dekon sebesar Rp 118 miliar.
Tahun ini, anggaran Ditbinsuslat turun menjadi Rp211, 82 miliar. (Dina
Julita/HK)