Rabu, 23 Februari 2022

Mengenang Kiprah Reni di Kepanitiaan Peringatan Seperempat Abad DMUI

Oleh: Aswil Nazir | Alumnus FTUI,Caretaker Dewan Mahasiswa UI 1980, Blogger dan Praktisi IT

Ketika saya pertama kali diminta oleh Reni untuk menuliskan kesan-kesan tentang perayaan seperempat abad Dewan Mahasiswa UI (DMUI), saya sejujurnya merasa agak ragu. Saya bingung, mau cerita apa? Pasalnya, peristiwa itu sudah lama sekali berselang, terjadinya Oktober 1980. Mengingat-ingat kembali momen bersejarah lebih dari 40 tahun yang silam, tidaklah mudah. Apalagi sebelumnya saya tidak begitu mengenal sosok Reni. Saya lebih akrab dengan Idjul Akbar, Ketua Senat Mahasiswa FPsi-UI yang kelak menjadi suaminya.

Namun perlahan, ingatan lama itu mulai terkuak. Peringatan Seperempat Abad DMUI bisa dibilang sebagai  kegiatan monumental Dewan Mahasiswa UI sebelum dinyatakan punah oleh penguasa tiran di kala itu. Dewan Mahasiswa tidak lagi diakui legalitasnya oleh pemerintahan Orde Baru setelah keluarnya SK Mendikbud no. 37/U/1979 yang melahirkan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di setiap kampus dibawah kendali Rektor, sebagai pengganti Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa.

Saya masih ingat, Dewan Mahasiswa UI menolak tegas aturan tersebut, dan salah satu bentuk pembangkangan itu adalah dengan tetap memperingati seperempat abad DMUI di bulan Oktober 1980. Perayaan ini dilakukan selama sebulan penuh dengan aneka kegiatan, dari pasar buku murah, khitanan massal, lomba karikatur, lomba puisi perjuangan, panel diskusi hingga malam kesenian. Rangkaian agenda ini ternyata disambut antusias oleh para mahasiswa yang meramaikan kampus Salemba, tempat diselenggarakannya acara tersebut.

Rasa-rasanya disitulah saya baru mulai mengenal sosok Reni Hawadi yang diangkat sebagai Ketua Umum Panitia Peringatan Seperempat Abad DMUI. Agak mengejutkan memang, ketua panitia yang ditunjuk oleh Pj. Ketua Umum DMUI saat itu, Biner Tobing, adalah seorang mahasiswi. Betapa tidak? Suasana kehidupan lembaga kemahasiswaan saat itu sedang tidak normal, penuh dengan intrik, intaian intel, ancaman, larangan, teror hingga hantaman sepatu lars. Entah apa pertimbangan Biner ketika itu sehingga mengangkat Reni untuk kegiatan yang penuh risiko tersebut. Belakangan terbukti, kekawatiran itu tidaklah berlebihan. Seusai peringatan seperempat abad DMUI ini, Biner Tobing dijatuhi hukuman skorsing. Konon Prof. Mahar Mardjono selaku Rektor mendapat tekanan dari Kaskopkamtib, Laksamana Sudomo dan Mendikbud Daoed Joesoef untuk menjatuhkan sanksi buat Biner.

DMUI dianggap sudah keterlaluan, karena menyelenggarakan panel diskusi yang mendatangkan dua tokoh Penandatangan Petisi 50 sebagai pembicara, yaitu bapak A.H. Nasution dan Bang Ali Sadikin. Perlu diketahui bahwa di masa itu ke lima puluh tokoh Petisi 50 yang meminta pak Harto mundur dari jabatan Presiden telah dicekal dan dimusuhi pemerintah.

Akibatnya, saat acara panel diskusi baru berjalan, kampus Salemba diserbu sepasukan tentara yang meminta pak Nas dan Bang Ali untuk meninggalkan kampus. Dalam peristiwa ini jatuh belasan korban mahasiswa dan tamu akibat hantaman popor senapan sehingga harus dirawat di RSCM. Sejumlah kaca nako Fakultas Teknik juga hancur akibat serbuan tersebut. Kejadian ini dikenang mahasiswa sebagai “Peristiwa 25 Oktober 1980 Berdarah”.

Secara umum, rangkaian acara yang dikomandoi Reni ini, boleh dibilang sukses. Selain panel diskusi berdarah, ada lomba karikatur NKK/BKK yang diikuti oleh mahasiswa dari perguruan tinggi se Jakarta. Banyak karikatur kreatif dan lucu-lucu yang ditampilkan. Sayangnya pihak panitia tidak menyimpan koleksi karikatur-karikatur tersebut. Demikian juga dengan lomba puisi perjuangan yang diselenggarakan di Taman FMIPA Salemba, ramai diikuti oleh penampilan khas mahasiswa yang penuh satire, dibawah pengawasan para intel Laksusda Jaya.

Menurut saya, Reni yang juga aktif di kegiatan pramuka ini telah berhasil menggalang partisipasi rekan-rekan mahasiswa dari seluruh fakultas dalam berbagai kegiatan seperti diutarakan di atas. Saya yakin Reni sejak awal tidak berpikir tentang konsekuensi dari kegiatan yang dikoordinirnya tersebut. Selain Biner sebagai tumbalnya, tidak ada sanksi akademis dari Rektor yang dijatuhkan kepada pihak panitia. Sehingga sebulan kemudian,  Reni bisa menyelesaikan laporan pertanggungjawaban panitia dan menyerahkannya kepada saya yang didaulat sebagai Caretaker DMUI, menggantikan Biner Tobing yang dikenai skorsing.  Sungguh sebuah contoh praktek berorganisasi yang bertanggung jawab.

Itulah sekilas kenangan saya tentang kegiatan Reni semasa aktif di Dewan Mahasiswa. Setelah tamat, saya sempat hilang kontak dengan Reni cukup lama. Namun akhirnya kita bertemu lagi dalam sebuah reuni dan kini berinteraksi cukup rutin dengan ex ketua panitia seperempat abad DMUI yang sekarang sudah menjadi Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Psikologi UI. 


Jakarta, 27 Januari 2022.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia