Oleh: Dr. Herry Widyastono, M.Pd.
Kepala Program Studi S2 Pendidikan Luar Biasa UNS, dan
mantan Kepala Bidang Kurikulum dan Perbukuan Pendidikan Menengah, Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemdikbud Jakarta. Bekerja di Pusat
Kurikulum sejak tahun 1982 sampai dengan 2017.
Saya mengenalnya sejak tahun 1982 di Pusat Kurikulum dan Sarana Pendidikan (Pusbangkurrandik) Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), pada saat itu sama-sama mendapat tugas sebagai anggota Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kami berdua belum lama lulus dari program sarjana. Ketika itu Kepala Pusbangkurrandik Balitbang Dedpdikbud dijabat oleh Prof. Dr. Conny R. Semiawan dan Ketua KKPPAB yaitu Prof. Dr. SC Utami Munandar.
KKPPAB telah merintis
penyelenggaraan pendidikan Anak Berbakat Intelektual pada sekolah-sekolah (SD,
SMP, dan SMA) di Jakarta dan Kabupaten Cianjur Jawa Barat dengan Program
Pengayaan (Enrichment) dalam bentuk
Modul Anak Berbakat dalam bidang Sains dan Matematika. Namun, sayangnya penyelenggaraan
pendidikan Anak Berbakat Intelektual di Jakarta dan Cianjur dihentikan seiring
dengan pergantian pimpinan Depdikbud.
Meski demikian, Prof. Reni
Hawadi tetap gigih memperjuangkan penyelenggaraan pendidikan anak berbakat
intelektual, dan seiring dengan pergantian pimpinan Depdikbud berikutnya berhasil
merintis penyelenggaraan pendidikan anak berbakat intelektual dalam bentuk program percepatan belajar, yang
lebih dikenal dengan sebutan Program Akselerasi. Pada awalnya rintisan hanya di
beberapa sekolah (SD, SMP, dan SMA) di Jakarta, namun kemudian didesiminasikan
oleh Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud ke seluruh wilayah di Indonesia.
Prof. Reni Hawadi pun seringkali
diundang sebagai narasumber di tingkat nasional. Tidak terhitung banyak sekolah
dari berbagai tempat yang ingin membuka program akselerasi mengundang Prof..Reni Hawadi bersama saya untuk
memberikan sosialisasi tentang pentingnya penyelenggaraan pendidikan anak
berbakat intelektual di Indonesia, sekaligus melakukan seleksi siswa yang akan
mengikuti Program Akselerasi. Salah satu yang tidak terlupakan saat kami
diundang oleh Yayasan Pendidikan Prima Swarga Bara (YPPSB) di Sangatta, Kutai
Timur, Kalimantan Timur dibawah pengelolaan
Kaltim Prima Coal.
Sayangnya, seiring dengan
implementasi Kurikulum 2013, Program Akselerasi dihentikan oleh Pemerintah. Pada
saat itu, Prof. Dr. Reni Hawadi menjabat Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia
Dini, Non-Formal dan Informal (PAUDNI) Kemdikbud. Beliau satu-satunya pejabat
eselon 1 Kemdikbud yang mempertahankan dan merasionalkan pentingnya pendidikan
anak berbakat di Indonesia. Namun sayangnya pimpinan Kemdikbud lainnya
bersikukuh menghentikan penyelenggaraan program akselerasi dengan salah satu
pertimbangan bahwa implementasi Kurikulum 2013 sudah cukup rumit. Melalui Surat
Edaran Nomor 6398/D/KP/2014 tertanggal 9
Oktober 2014 Kemdikbud secara resmi menghapus program akselerasi. Dan kemudian
muncul kebijakan baru tentang Sistem Kredit Semester (SKS),yang
memungkinkan peserta didik menyelesaikan
studi lebih cepat selama 2 tahun atau 2,5 tahun dari rencana masa Pendidikan selama 3 tahun atau 6
semester. Program SKS disebut lebih
berkeadilan, dibandingkan Program akselerasi yang hanya mengakomodir peserta
didik yang memiliki taraf kecerdasan
tinggi saja.
Catatan akhir sekedar penutup.
Selama 40 tahun mengenal Prof. Reni Hawadi, beliau sangat konsiten dalam memperjuangkan
pengembangan pendidikan anak berbakat di Indonesia, punya karakter yang gigih,
ulet, aktif, kreatif, cerdas, dan punya prinsip!
Solo, 31 Januari 2022
Dr. Herry
Widyastono, MPd