Oleh: Julianto Benhayudi | Tetangga masa kecil di Jalan Wahidin I, Jakarta Pusat
Rumah masa kecil saya dan Reni berada di jalan yang sama, yaitu Jalan Dr. Wahidin I, Kompleks Siliwangi, Jakarta Pusat. Orang tua kami bertetangga.
Jika rumah keluarga Doelli Hawadi, orang tua Reni lebih dekat ke arah Jalan Dr.Budi Utomo, tempat SMA Negeri 1 dan Rumah Tahanan Militer (RTM) maka rumah keluarga Dr. Suyoto orang tua saya, terletak di deretan tengah rumah-rumah di jalan tersebut, yang persis di depannya ada stasiun pompa bensin khusus mobil tentara.
Rumah ortu saya dicirikan ada pohon Beringin dan pohon Kamboja maka rumah ortunya Reni memiliki ciri khas, ada pohon Mangga dan pohon Mahoni. Di dalam pohon Mangga ada papan-papan untuk duduk, yang naiknya pake tangga tali. Saya sering menikmati duduk di atasnya. Sejajar dengan pohon Mangga di sebelah kiri, ada dua pohon Mahoni yang besar–besar, dan salah satunya bertuliskan kata dari cat putih S 234 C. Kata ini disusun dari atas ke bawah dan konon cerita dari salah seorang senior, kata di pohon tersebut ditulis oleh Husein, salah seorang temannya Bambang Trijaya Hawadi, abang Reni. Bisa jadi tulisan S 234 C yang kemudian dalam berjalannya waktu menjadi 234 SC dibuat sebagai penanda rumah ortu Reni Om Hawadi sebagai markasnya anak-anak Siliwangi yang sering nongkrong di kamarnya Bambang.
Boleh
dikata saya sering main ke rumah om Hawadi. Tidak bisa dipungkiri hampir setiap
hari paviliun bagian belakang di rumah ortu Reni tersebut selalu ramai. Di
kamar Bambang Trijaya Hawadi anak-anak SC bermain gaple, kartu Remi sambil
mendengarkan lagu-lagu The Beatles dari tape recorder merek AKAI yang terus
menerus diputar sambil merokok merk Dji Sam Soe, 234. Kepulan asap rokok di
kamar ber AC itu menjadi memori yang tidak terlupakan.
Reni
sepantaran dengan adik saya Jendol. Jadi saya jauh lebih senior dari Reni namun
walau demikian meski berusia 6 tahun, kelas 1 SR Reni itu alih-alih main dengan anak perempuan
atau sebayanya malah lebih suka berada
di kamar abangnya. Reni itu suka nimbrung
dan kepo bertanya apa saja pada
teman-teman abangnya, yang sepuluh tahun lebih tua. Ia juga ga punya rasa
takut, berani.. Misalnya pada malam takbiran, Reni tiba-tiba sudah ada di dalam
mobil. Ia ikut dalam mobil yang penuh dengan
para pemuda teman-teman abangnya. Reni ikut menikmati orang-orang bakar petasan dan melempar
petasan keluar mobil. Ke kepo’an Reni
terlihat juga saat ada di antara teman
abangnya bermain gitar, ia minta nyoba pegang gitar dan memainkan snarnya. Begitu
juga saat kami bermain kartu, Reni minta diajarkan. Tidak lama kemudian Reni
sudah ikut jadi pemain. Kalau kalah ia ikut ketawa-tawa melihat mukanya penuh cemongan dari tepung
basah yang dicorengkan di wajah pemain yang kalah..
Om dan Tante
Hawadi walau memanjakan Reni
namun berhasil menjadikannya sebagai anak perempuan yang mandiri dan memiliki rasa percaya diri yang besar. Dengan
rumah yang luas dan fasilitas untuk bermain apa saja membuat rumah ortunya Reni jadi tempat
mangkal yang ideal.Mau main ping pong ada meja pingpong, mau main catur ada
catur, mau main halma ada halma, mau main dam ada dam, dan board game yang lain seperti ular tangga dan Monopoli. Lapangan
yang luas juga bisa untuk main badminton, disediakan net, raket dan kok nya.
Oia di sisi kanan ada samsak berbahan terpal dan sarung tinju yang sering
digunakan Bambang untuk berlatih pukulan. Hahaha Reni juga mencoba jajal memakai sarung tinju namun tidak
bisa sampai menjangkau memukul samsak.
Menurut
saya Reni itu tidak bisa diam.Ia tidak canggung untuk memanjat pohon, naik
genteng maupun kejar-kejar layangan. Satu hal yang saya juga masih ingat Reni
gemar bersepeda, tidak peduli sepeda batangan, Reni akan naik dengan cara
miring yaitu kaki kanannya berada dibawah batang sepeda. Karena sifat berani
dan mau tahunya ini maka om Hawadi memasukan Reni dalam olah raga berkuda di DISC,
Mampang. Fasilitas berkuda untuk Pamen TNI-AD diberikan om Hawadi pada
putrinya, Reni.
Peran Tante Hawadi sangat besar menjadikan
Reni seperti sekarang. Dari kecil Reni ikut berbagai les, seperti les piano,
les menggambar, les menari disamping les mengaji. Ketomboyan Reni membuat Reni
cepat bisa menyetir mobil. Mobil VW kodok B 159 yang dimiliki orangtuanya telah dapat dipakai Reni saat dia kelas VI
SR.
Jika
sekarang kita mengenal Reni sebagai guru besar, dosen maka sebenarnya ia sudah
merintisnya dari kecil.. Selain main masak-masak’an, rumah-rumah’an,
Sarinah-Sarinah’an. Reni bersama kelima adiknya (waktu itu Dian belum lahir)
dan anak tetangga yang sebayanya juga suka main guru-guru’an. Reni menjadi Guru
dan anak lainnya dijadikan murid-muridnya.
Ren, selamat ulang tahun! Panjang umur. Sehat selalu dan bahagia bersama Idjul dan anak, mantu, cucu sekalian.
Tebet,
17 Januari 2022.
Julianto
Benhayudi