Rabu, 12 Januari 2022

Kiprah Bu Dirjen

Oleh: Pria Gunawan, SH.,M.Si.

Pada tahun 2012 Jawa Timur adalah satu diantara provinsi dengan angka buta aksara yang cukup tinggi, menurut data BPS [2012] angka melek aksara penduduk jawa Timur pada tahun 2012 adalah 89,28 sehingga lebih 11% penduduk jawa timur adalah masyarakat yang buta aksara. Tingginya angka buta aksara di Jawa Timur secara langsung berimbas terhadap rendahnya angka indek pembangunan manusia. Catatn BPS [2012] indek pembangunan manusia provinsi jawa Timur pada tahun 2012 ada di posisi 17 dengan angka 72,83.

Sebenarnya sudah banyak program dilaksanakan dalam rangka mengurangi angka buta aksara di Jawa Timur, baik dilakukan oleh pemerintah pusat, Pemerintah provinsi dan juga pemerintah Kabupaten/Kota. Berbagai program dilaksanakan, berbagai inisiatif dan insentif dilakukan namun angka penurunan buta aksara di Jawa Timur berjalan cukup lambat.

Kondisi inilah yang mendasari Pemerintah provinsi Jawa Timur melalui Badan Perecanaan Daerah [Bappeda] untuk merancang program komperehensif dalam menurunkan angka buta aksara di Jawa Timur, Sebuah inisiatif yang juga didukumg oleh Unicef dan Beberapa Perguruan Tinggi di Jawa Timur dan BPPAUD DIKMAS Jawa Timur[saat itu BPPAUDNI Regioan IV].

Rancangan inisiatif penuruntan buta aksara di Jawa Timur yang digagas oleh Bappeda tersebut disambut oleh berbagai kalangan dan salah satunya disambut oleh BPPAUD DIKMAS Jawa timur melalui perancangan sebuah model penurunan buta aksara dengan pendekatan dan strategi baru.

Kerangka dasar pengembangan model pembelajaran keaksaraan yang dikembangkan oleh BPPAUD DIKMAS Jawa Timur berangkat dari fenomena kegagalan pelaksanaan pembelajaran keakaraan, dimana ada tiga fenomena yang ditemui dalam pelaksanaanya yaitu [1] sebagian besar peserta pendidikan keaksaraan adalah penduduk usia lanjut, cendrung miskin dan ada di pedesaan, kondisi ini membuat kemampuan mengingat peserta didik sangat rendah, sedangkan disisi lain rentang waktu pembelajaran berlangsung lama dalam durasi waktu hingga 6 bulan, [2] pembelajaran keaksaraan dasar cenderung menggunakn pendekatan drill dan dalam setting kelas, peserta didik jarang mendapatkan bahan ajar, [3] ketiadaan alat evaluasi yang terujur dan valid.

atas berbagai persoalan tersebut, BPPAUD DIKMAS Jawa Timur melalui pamong belajar mengembaangkan sebuah model yang menjawab persoalan di atas melalui model pembelajaran akseleratif  Batung Bingar. Model Pembelajran akseleratif batung Bingar, adalah model pembelajaran keaksaraan yang bercirikan sebagai berikut: [1] pembelajaran dilakukan secara komperehensif dengan meminimalisasikan jeda, bahkan harapannya selama pembelajaran peserta didik tidak ada jelas, hal ini dikarenakan sebagian besar peserta didik berusia tua dimana kemampuan menghafal sangatlah rendah, maka minimalisasikan jeda akan berpotensi memperkuat pemahaman peserta didik pendidikan keaksaraan. [2] model pembelajaran keaksaraan akseleratif batung bingar dilengkapi bahan ajar, media dan alat evaluasi yang terpola dan terstruktur. melalui keberadaan ini akan memudahkan peserta didik dalam belajar baik seara mandiri maupun kelompok.

Salah satu ciri dari pembelajaran keaksaraan batung bingar adalah pengurangan waktu pembelajaran keaksaraan, dimana bila selama ini program keaksaraan batung bingar dilakukan maksimal 6 bulan, maka batung bingar bisa dilakukan secara terus menerus selama 24 kali pertemuan. kondisi ini jelas sangat mengurangi wakti pembelajaran dan tentunya sangat efesien.

Walau mampuc mendekonstruksi sistem pembelajaran keaksaraan, sehingga mampu menghasilkan sebuah pembelajaran yang efektif  [mampu meluluskan peserta didik sesuai standar kompetensi keaksaraan dan efesien [ waktu singkat, penggunaan sumber daya yang optimal] namun tidak banyak dukungan terhadap  model ini, malah banyak yang sinis dan menganggap model batung bingar model yang gagal.

Dari dedikit fihak yang mendukung pengembangan model ini adalah  Ibu Dr. Lydia Freyani Hawadi.  Dirjen PAUDNI [2012-2014]. Mendengar kemampuan Batung Bingar dalam mempercepat akselerasi penuntasan buta aksara, Bu Dirjen ingin mendengar dan mengetahui secara langsung bagaimana batung bingar ini dikembangkan dan hasil dari pengembangan tersebut, alhasil pada periode awal jabatan bu Dirjen langusng melihat proses pembelajaran keaksaraan batung bingar di Probolinggo Jawa Timur.

 

Tidak itu saja, pasca review langsung penerapan pembelajaran batung bingar dalam skala terbatas, bu Dirjen juga mengundang tim pengembangan model untuk berdiskusi dalam rangka menyempurnakan model secara langsung di ruang diskusi Dirjen PAUDNI.

Pada kesempatan inilah, nalar birokrat Bu Dirjen berkelindan dengan nalar akademisi, Nalar akademisi yang teguh terhadap norma akademik membuat bu Dirjen kritis atas berbagai aspek dalam pengembangan model batung bingar baik dalam aras akademik maupun praksis. Sebauh sumbangan yang memperkaya mdoel batung bingar di kemudian hari. dimana pada akhirnya kekritisan dan masukan konstruktuf Ibu Dirjen membuat model batung bingar mampu secara komperehensif membantu pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur dalam menuntaskan buta aksara.

Batung bingar sebagai sebuah model pembelajaran telah nyata memberi sumbanngan terhadap penurunan angka buta aksara di Jawa Timur, Banyak Kabupaten baik atas dukungan dari BPPAUD DIKMAS Jawa Timur maupun secara mandiri menerapkan batung bingar sebagai startegi pembelajaran keaksaraan dasar.

Salah satu kabupaten yang menerapkan pembelajaran batung bingar secara masif dalam program keaksaraan dasar adalah kabupaten Pasuruan. Kabupaten Pasuruan termasuk kabupaten di Jawa Timur dengan angka buta aksara yang cukup tinggi, menurut data BPS 2013 angka buta aksara di Kabupaten Pasuruan di kisaran 37.400 orang. Melihat fenomena ini sejak tahun 2014, bekerjasama dengan BPPAUD DIKMAS Jawa Timur, kabupaten pasuruan mencanangkan program penuntasan buta aksara melalui penerapana model batung bingar. Sampai tahun 2017, sudah tergarap kurang lebih 36.000, sasaran dengan tingkat ketuntasan mencapai  80%. atas prakarsa dan inisiatif ini, pemerintah kabupaten Pasuruan mendapatkan anugerah aksara kategori pratama tahun 2015 dan madya pada tahun 2017, disamping itu salah satu kelompok aksara kabupaten Pasuruan menjadi juara pertama lomba aksara tingkat nasional.

Tidak saja di Pasuruan, strategi pembelajaran Batung bingar diterpakan hampir di semua kabupaten/kota di Jawa Timur khususnya Kabupaten yang banyak angka buta aksaranya.

Keteguhan akan sikap dan nalar birokrasi dan akadmik juga terpancar dalam dukungan bu Dirjen dalam upaya memasukkan salah satu saka yang dirancang oleh BPPAUD DIKMAS Jawa Timur sebagai salah satu saka PRAMUKA yaknis Saka Widya Budaya bakti.

Saka Widya Budata Bhakti awalnya adalah sebuah model pembelajaran keaksaraan dengan pelibatan Pramuka, sesuai perkembangan model saka bina aksara dirancang, dikembangkan dan diakselerasikan sesuai kebutuhan sehingga bisa mewujud sebagai sebuah saka resmi gerakan Pramuka.

Besar sekali kiprah bu Dirjen dalam mendorong penerimaan saka widya budaya bhakti sebagai salah satu saka, penerimaan saka widya budaya bakti sebagai saka kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah gambaran betapa dukungan itu tak hanya sekedar dukungan kosong dan dinarasi saja, namun dukungan secara kongkret melalui pendanaan, sumber daya dan berbagai upaya bail formal maupun informal membuat saka widya budaya bakti menjadi identitas kementerian yang mewujud menjadi saka resmi gerakan pramuka.


Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia