Jumat, 25 Desember 2020

Pascasarjana

Setelah dua hari melepas anak keenam jadi sarjana, saya merefleksi diri tentang yang telah saya lakukan untuk memotivasi kuliah pascasarjana pada enam anak kami setelah mereka jadi Sarjana.

Saya merasa lebih mudah memotivasi anak yang memilih berkarir di dunia akademik untuk langsung mengambil jenjang kuliah lanjutan yang lebih tinggi. Nazura, anak keempat kami ini relatif cepat memutuskan lanjut ke S2 saat dia lulus dari ITB Jurusan Planologi, karena merasa mantap akan bekerja sebagai dosen. Untuk itu pula ia jg tidak ragu lanjut ke S3 karena Program Doktor memang sdh jd tuntutan dunia Pendidikan Tinggi bagi mereka yang bekerja sebagai dosen.

Chica dan Ardha yang berkarir di swasta, alhamdulillah termasuk yang tidak lama-lama memutuskan lanjut ke S2. Mereka ada kebutuhan sendiri kuliah lagi tanpa ada dorongan yang berarti dari aybunnya. Namun Chica yang kemudian lebih enjoy dengan kerja "wirausaha" nya merasa tidak perlu lanjut ke S3, katanya untuk apa? Aq kan bukan kerja jadi dosen, begitu jalan pikiran anak kedua kami ini.So, S3 msh identik kental utk karir di bidang akademik.

Ardha, anak ketiga yang sebenarnya tertarik jadi dosen. Dia minat sepulang kerja, sore bisa mengajar. Ia sudah sempat kirim lamaran serta jumpa berbincang banyak hal dengan Dekan FISIP UAI, Dr. Maya kalau-kalau ada dibuka Kelas Karyawan (saat bicara dgn Maya belum ada kelas S1 sore). Ardha jg sdh berbagi cita-citanya kepada saya ancang-ancang keluar kerjaan untuk lanjut Ph.D Program ke Belanda biar sama-sama temani adiknya Nazura (makanya Ali dan Gladyz secara khusus beri kado Buku IELTS di ultahnya Ardha ke-32). Ardha mgk terinspirasi bundanya yg jd Doktor d usia 36 tahun, dan adiknya Nazura yang dlm hitungannya di usia 29 tahun sdh bergelar Ph.D.Ardha selalu membuktikan pada aybunnya bahwa dia 'one step ahead'.

Namun manusia boleh berencana, ternyata Allah memutuskan lain. Kami menerima qadha Allah, Ardha tidak bisa menuntaskan cita-citanya. Allah maha tahu mana yang terbaik bagi Ardha dan kami. Bagi kami aybunnya, Ardha seorang anak istimewa, yang visioner. Tidak saja IQ yang tinggi namun EQ dan TCnya besar. He was really our Gifted Kid. Love you so much da Insya Allah cita-cita kamu bisa dilanjutkan Eeiiy..Mireya Alana Renzulli.

Ali, anak milenial yang sudah dua tahun ngantor...tanda-tanda kuliah S2 semakin ga jelas krn kebanyakan senior dan pegawai selevelnya baru S1. Mereka ada yang kerja 3 tahun msh nyaman di S1. Ali merujuk contoh CEO BUMN yang baru stlh 14 tahun kerja ambil S2. Apakah mmg tdk ada dampak gelar S2 bagi karir seseorang di perusahaan swasta ya? Jadi mikir saya.

Namun bs jadi ayahnya jd role model Ali dalam karier dan kuliah..Ali bilang ayah baru klaar S2 UI usia 51 tahun. Wadduh..sy jd susah kl bandingannya ayahnya.Ayahnya kan PNS yg saat itu empat tahun sekali naik golongan..Ali ga tahu ya jaman"keemasan" PNS yang di birokrasi sudah berubah..skr sistem merit nak.

Teman-teman saya PNS yang berkarier d K/L paham bahwa saat pensiun 58 tahun insya Allah msh sehat fisik dan otak jg msh kenceng mikir. Jd eman-eman kalau ga dipake..So strateginya jauh sebelum usia pensiun mereka ambil kuliah lagi sampai S3, untuk bisa nyambi mengajar d PTS. Nah cerdik bin mantul Ini jadul, apa skr msh?

Nah, Gladyz yang Gen Z saya beri wawasan ana ini seputar karier PNS di K/L, tetap ogah..ga mikir mau jd PNS Diceritakan yang enak2 jd PNS..bs jd pejabat lho tetap sj Gladyz gak bergeming ..jualan emaknya gak payu hehehe.

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia