Pro kontra
terkait sistem zonasi dalam PPDB 2019
terus bergulir. Sejumlah orang tua siswa di beberapa kota seperti Cimahi, Solo,
Surabaya, Bandung melakukan aksi
demontrasi. Mereka menyampaikan aspirasi agar jalur zonasi dihapuskan karena
membingungkan dan cenderung menyulitkan masyarakat.
Sebelumnya
sejumlah tokoh memberikan pandangannya. Sebagian setuju dengan sistem zonasi dan
sebagian lain menolaknya mentah-mentah.
Psikolog
yang juga Guru Besar Universitas Indonesia,
Reni Akbar- Hawadi menyatakan setuju sistem zonasi dengan alasan berkeadilan. Maksudnya sistem zonasi tidak memandang siswa
dengan perolehan nilai UNBK tinggi otomatis
bisa masuk ke sekolah yang bagus dalam zona rumahnya.
“Selama
ini kita tahu bahwa hanya siswa tertentu
yang bisa masuk sekolah yang dikenal sekolah favorit. Dengan sistem zonasi hal
itu tidak bisa lagi terjadi. Hal ini yang saya maksud dengan berkeadilan,”
ujarnya.
Ia menambahkan
dampak positif zonasi akan melecut setiap Kepala Sekolah untuk memperhatikan
mutu pengajarannya. Guru juga ekstra kerja keras karena siswa yang masuk sangat
heterogen.
“Bagi siswa
yang tergolong berbakat Intelektual dengan tingkat kecerdasan tinggi IQ 130 ke atas
tetap membutuhkan penanganan yang berbeda. Layanan yang sama untuk setiap siswa
justru memunculkan tidak berkeadilan. Menurut saya, di tingkat provinsi masih
diperlukan sekolah unggulan khusus bagi para siswa berbakat intelektual,” ujar
mantan Dirjen PAUDNI itu.
Menurutnya anak-anak
berbakat intelektual tidak bisa dicampur dengan siswa lain. “Sistem grouping
bagi mereka yang bagus adalah homogenous,” tegasnya. Tujuannya untuk mempertahankan
tingkat kinerja akademik mereka.
Ia tak
menampik bahwa ada satu literatur yang menyebutkan kalau dicampur dengan siswa
biasa maka IQ mereka akan turun
sekira 15 point.
DKA/CMH
DKA/CMH