Sabtu, 03 November 2018

Bab III Ayo Kursus

Pemecahan Rekor MURI Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal PAUDNI menorehkan prestasi yang membanggakan pada tahun 2013. Bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi dan Kompetensi (LSK), Direktorat menyelenggarakan pemecahan  rekor Muri Uji Kompetensi Tata Rias Pengantin Tradisional. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 27 Juni 2013.

Ketua LSK Suyatmi Harun menjelaskan, uji kompetensi tata rias pengantin tradisional diikuti 506 orang peserta, meliputi 13 gaya pengantin tradisional. Peserta terdiri dari 23 Tempat Uji Kompetensi (TUK) di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur Lampung, dan Bali. Sedangkan tata rias pengantin 13 gaya tersebut adalah tata rias pengantin Gaun Panjang, Sunda Putri, Sunda Siger, Yogya berkerudung, pengantin Betawi, pengantin Padang, Pengantin Banten Lestari, Pengantin Solo Putri, Pengantin Lampung Pepadun, Pengantin Bali Agung, Pengantin Dayak Kenyah, Pengantin Dayak Bahau, dan Pengantin Balikpapan. Dengan jumlah peserta sebanyak 506, Uji Kompetensi Tata Rias Pengantin Tradisional ini berhasil memecahkan rekor MURI. Pemecahan rekor MURI tahun ini tujuannya mengukur tingkat kompetensi peserta kursus, serta mensosialisasikan tata rias pengantin yang merupakan salah satu kekayaan budaya.


Direktur Jenderal PAUDNI menegaskan Indonesia harus bangga memiliki berbagai corak budaya unik. Ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia, yang menjadi akar kepribadian bangsa, termasuk rias pengantin, yang tidak dimiliki bangsa lain.


Direktur Jenderal mengatakan satuan pendidikan seperti lembaga kursus dan pelatihan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pelestarian dan pembudayaan tata arias pengantin tradisional kepada masyarakat. Agar masyarakat memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan tata rias pengantin yang berkualitas dan sesuai dengan pakemnya, maka perlu dikembangkan standar-standar pembelajarannya.


Pada kegiatan tersebut, Direktur Jenderal meminta agar LKP tata rias meningkatkan mutu pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan merujuk standar internasional melalui pendekatan adaptasi atau adopsi pendidikan karakter. Sehingga, pembelajarannya dapat membentuk insan cerdas, terampil, dan berakhlak mulia, agar tidak kehilangan jati diri sebagai suatu bangsa.
Oleh karena itu, Himpunan Perias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati
diharapkan terus menerus menggali dan mengembangkan berbagai jenis atau
gaya pengantin di setiap daerah. Selain itu, pemerintah akan mendorong HARPI
Melati untuk mematenkan hak cipta atas seni tata rias pengantin tradisional karya Bangsa Indonesia.


TUK dan LSK Untuk meningkatkan kualitas peserta didik kursus dan pelatihan, Direktorat Jenderal PAUDNI megembangkan program Uji kompetensi. Ini adalah proses pengujian dan penilaian yang dilakukan oleh penguji uji kompetensi untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi hasil belajar peserta didik kursus dan satuan pendidikan nonformal lainnya, serta warga masyarakat yang belajar mandiri pada suatu jenis dan tingkat pendidikan tertentu. Uji  kompetensi diselenggarakan di Tempat Uji Kompetensi (TUK), yang merupakan tempat berlangsungnya Uji Kompetensi. Keberadaan TUK ini ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) setelah dilakukan verifikasi kelayakan sarana dan prasarana. LSK bersifat independen, dan didirikan oleh asosiasi /organisasi profesi yang selama ini menjadi mitra Ditjen PAUDNI, dan  keberadaannya diakui oleh Ditjen PNFI. LSK ini merupakan lembaga independen yang berhak melakukan uji kompetensi


Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Direktorat Jenderal PAUDNI pada tahun 2013 telah mempersiapkan diri menerapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). KKNI merupakan penjenjangan kualifikasi, dan kompetensi tenaga kerja yang menyandingkan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan, serta pengalaman kerja. Melalui skema ini, seseorang yang memiliki keterampilan dengan tingkat tertentu dapat disetarakan dengan sarjana (S1), bahkan doktor (S3). Sejumlah kegiatan telah diselenggarakan terkait dengan penerapan KKNI yang secara penuh akan diimplementasikan pada tahun 2015. Selain  enyiapkan sejumlah regulasi dan ketentuan tentang KKNI, Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan juga melakukan Sosialisasi KKNI dalam Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta,
Rabu (14/8). Pada kegiatan sosialisasi tersebut, Direktorat mengundang pejabat
dari 19 kementerian terkait dan sejumlah media massa.


KKNI terdiri dari sembilan jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1 (satu)
sebagai jenjang terendah sampai dengan 9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi. Seorang pekerja dengan jabatan operator, yang telah berpengalaman dan mengikuti sejumlah pelatihan kerja dapat disetarakan hingga diploma 1. Sedangkan teknisi atau analis yang memiliki jenjang 6 dapat disetarakan dengan sarjana, dan seorang ahli dengan jenjang 9 dapat disandingkan dengan seorang doktor.


KKNI disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja. KKNI terdiri dari Deskripsi umum yang mendeskripsikan karakter, kepribadiaan, sikap berkarya, etika, moral yang berlaku pada setiap jenjang. Sedangkan deskripsi spesifik mendeskripsikan cakupan keilmuan (science), pengetahuan (knowledge), pemahaman (know-how) dan keterampilan (skill) yang dikuasai seseorang bergantung pada jenjangnya.


Direktur Jenderal PAUDNI pada sambutannya mengatakan selama ini
penghargaan yang sudah tertata rapih dan jelas baru ada pada tenaga kerja lulusan pendidikan formal. Ada sistem jenjang karier dan gaji yang jelas.
Sedang tenaga kerja yang berasal dari pendidikan non formal seperti kursus
dan pelatihan belum mendapatkan penghargaan yang lebih baik. Meski dalam beberapa hal, tenaga kerja yang berasal dari kelompok nonformal ini acapkali jauh lebih baik dan lebih terampil dibanding tenaga kerja dari pendidikan formal. Menurut Dirjen, pemerintah sesungguhnya sudah memberikan acuan
yang jelas terkait penjenjangan dan kualifikasi tenaga kerja pendidikan non formal yakni melalui Keppres Nomor 8 tahun 2012 tentang KKNI. Inti Kepres tersebut adalah aturan penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pengalaman kerja dengan jenjang kualifikasi dengan  mempertimbangkan bidang dan pengalaman kerja, tingkat pendidikan serta pelatihan kerja yang sudah diikuti.


Dirjen Pembinaan Pelatihan Dan Produktivitas Kemenakertrans Abdul
Wahab Bangkona mengatakan bahwa KKNI merupakan upaya komprehensif
untuk mensinkronkan pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu
seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam memetakan kebutuhan tenaga kerja dan kompetensi yang harus dimiliki.


Oleh karena itu ia menyambut baik upaya Direktorat Jenderal PAUDNI yang
mengundang berbagai kementerian terkait untuk membahas tentang KKNI. Sebab hal ini merupakan program nasional yang saling terkait antara kementerian satu dengan lainnya. Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan, Wartanto mengatakan berdasarkan Keppres Nomor 8 tahun 2012 tentang KKNI, penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pengalaman kerja dengan jenjang kualifikasi pada KKNI mempertimbangkan bidang dan lama pengalaman kerja, tingkat pendidikan, serta pelatihan kerja yang telah diperoleh. Capaian pembelajaran dinyatakan dalam bentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.


KKNI merupakan upaya kompre hensif dari pemerintah untuk mensinkronkan
pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam memetakan kebutuhan tenaga kerja dan
kompetensi yang harus dimiliki. Persiapan penerapan KKNI ini sejalan dengan potensi ekonomi Indonesia di masa mendatang. Dengan pertumbuhan yang relatif stabil pertahun, Indonesia diperkirakan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh dalam beberapa kesempatan menyebutkan, di tahun tersebut Indonesia membutuhkan 130 juta tenaga terampil. 


Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH)
Peran kursus dan pelatihan dalam memberikan layanan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi masyarakat, merupakan salah satu aspek yang sangat strategis dalam mendukung program pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Jumlah lembaga kursus dan pelatihan yang jumlahnya mencapai
kurang lebih 17.805 LKP di Indonesia dan yang sudah divalidasi 10.909 (data
Januari 2013), dengan berbagai jenis keterampilan merupakan kekuatan yang sangat besar dalam mendukung pemerintah untuk mewujudkan pengentasan kemiskinan dan pengangguran tersebut.


Pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih cukup besar yang memerlukan perhatian pemerintah. Jumlah penganggur terbuka berdasarkan data BPS pada Agustus 2011 sebesar 7,70 juta jiwa atau 6,56% dari jumlah angkatan kerja (15 tahun ke atas), yaitu sebanyak 117,37 juta jiwa.Sementara
itu, jumlah angkatan kerja setengah menganggur sebanyak 13,52 juta jiwa
dan bekerja paruh waktu sebanyak 21,06 juta jiwa.


Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang atau 12,36% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu segera dilakukan langkah-langkah strategis melalui pengembangan program yang secara langsung dapat mengurangi pengangguran. Penanganan masalah pengangguran akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan dan tindak kriminal.


Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) adalah salah satu solusi yang tepat
dalam menanggulangi masalah pengangguran sekaligus kemiskinan dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan hal di atas, Direktorat pembinaan Kursus dan Pelatihan pada tahun 2013 telah memprogramkan, melanjutkan, dan memperkuat pelayanan pendidikan kecakapan hidup (life skill) bagi warga masyarakat putus sekolah, menganggur dan kurang mampu (miskin). 


Penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup merupakan upaya nyata untuk mendidik dan melatih warga masyarakat agar menguasai bidang-bidang keterampilan tertentu sesuai dengan kebutuhan, bakat-minat, dan peluang kerja/usaha mandiri yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja baik di sektor formal maupun informal sesuai dengan peluang kerja (job opportunities)
atau usaha mandiri. Misi dari program pendidikan kecakapan hidup adalah; 1) mengentaskan pengangguran dan kemiskinan di perkotaan/ pedesaan, 2) memberdayakan masyarakat perkotaan/pedesaan, 3) mengoptimalkan dayaguna dan hasilguna potensi dan peluang kerja yang ada, serta 4) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan kursus dan pelatihan sehingga memiliki bekal untuk bekerja atau usaha mandiri Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM).


Menurut World Economic Forum, sebuah lembaga nirlaba yang didirikan oleh
1.000 perusahaan papan atas dunia yang berkedudukan di Jenewa,   kewirausahaan merupakan penggerak yang sangat penting bagi kemajuan perekonomian dan sosial suatu negara. Pertumbuhan yang begitu cepat dari banyak perusahaan tak lepas dari adanya peran kewirausahaan yang dinilai sebagai sumber pertumbuhan inovasi, produktivitas dan peluang kerja
Dalam laporan penelitiannya pada tahun 2011 yang bertajuk “The Global  Entrepreneuralship and Successful Growth Strategies of Early Stage Companies”, menunjukkan bahwa 1% dari total 380.000 perusahaan top dunia di 10 negara memberikan kontribusi sebesar 44% dari total penghasilan mereka kepada negara dan 40% memberikan lapangan kerja. Dan 5% dari perusahaan-perusahaan teratas tersebut memberikan kontribusi 72% dari jumlah total penghasilan mereka dan 67% terhadap penyediaan lapangan kerja.


Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia mendorong tumbuhnya semangat kewirausahaan masyarakat melalui program  pendidikan kewirausahaan dalam bentuk regulasi dan implementasi di lapangan, diantaranya melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Presiden Republik Indonesia juga telah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional pada 2 Februari 2011.


Melalui program kewirausahaan masyarakat ini diharapkan mampu mengurangi
angka pengangguran yang menurut data BPS bulan Agustus 2011, jumlah penganggur terbuka tercatat sebanyak 7,7 juta orang (6,56%) dari total angkatan kerja sekitar 117,37 juta orang. Dari jumlah tersebut sebagian besar berada di pedesaan. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan para penganggur tersebut, 3,56% berpendidikan SD ke bawah, 8,37% berpendidikan SLTP
10,66% berpendidikan SMA, 10,43% berpendidikan SMK,7,16% berpendidikan Diploma, dan 8,02% berpendidikan Sarjana.


Berdasarkan lapangan pekerjaan utama yang diidentifikasi, pada umumnya
penduduk yang bekerja lebih mengandalkan bekerja sebagai karyawan atau bekerja sebagai karyawan/buruh tidak tetap. Dari 109,67 juta orang yang bekerja pada Agustus 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai
buruh/karyawan sebesar 37,77 juta orang (34,44 persen Sementara itu, jumlah angka putus sekolah dan lulus tidak melanjutkan masih cukup tinggi. Data Pusat Statistik Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2008/2009 menunjukkan bahwa dari 2,56 juta lulus SMP/MTs sebesar  1,13% tidak melanjutkan, angka putus sekolah SMA/MA sebesar 3,77%, putus SMK
sebesar 3,43%, dan lulus sekolah menengah yang tidak melanjutkan sebesar 45,49%. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka diperlukan suatu langkah terobosan.


Penguatan sumber daya manusia, khususnya dalam peningkatan mutu produk
perlu didorong dan disiapkan kemampuannya. Menurut pendapat Sosiolog David Mc Clelland, suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur sedikitnya 2 % dari jumlah penduduknya. Singapura sudah 7,2 %, sedangkan
pada 2001 di Indonesia baru 0,18% dari penduduknya yang menggeluti dunia wirausaha. Hal ini juga menunjukkan bagaimana paradigma tentang pendidikan yang ditanamkan oleh penjajah, pendidikan hanya menyiapkan, tenaga-tenaga terampil untuk keperluan birokrasi dan industri. Disinilah, dunia pendidikan dan pemerintah bekerja sama untuk mendorong terwujudnya pendidikan yang berorientasi wirausaha.


Apresiasi LKP Berprestasi Salah satu upaya yang dilakukan Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan dalam  meningkatkan kinerja lembaga kursus
dan pelatihan (LKP) adalah melalui lomba. Pada tahun 2013, Direktorat kembali
menggelar Apresiasi LKP Berprestasi Tingkat Nasional. Kegiatan ini sudah menjadi agenda rutin Direktorat Jenderal PAUDNI setiap tahun sejak 2007. Acara ini telah mencetak LKP yang dapat menjadi contoh bagi LKP lain yang belum memiliki kesempatan untuk menjadi juara nasional.


Lomba atau apresiasi ini tidak saja sebagai ajang bagi LKP dalam mengukur
prestasi penyelenggaraan LKP tetapi juga Berdasarkan 8 komponen standar
tersebut diharapkan akan terjaring keunggulan-keunggulan dari setiap LKP
dalam mengembangkan program dan pelayanannya, sehingga LKP yang unggul
akan terpilih menjadi pemenang dan patut memperoleh gelar juara. Apresiasi inipun merupakan ajang seleksi dan media bagi LKP yang sudah berkualifikasi/berprestasi di tingkat nasional dapat berkompetisi di tingkat internasional.


Dengan demikian keberadaan LKP tidak saja diakui di dalam negeri saja,
tetapi diharapkan dapat menunjukkan kualitasnya di manca negara. Penghargaan Pengabdi Kursus Pada tahun 2013, Direktorat Pembinaan
Kursus dan Pelatihan menyematkan penghargaan bagi pemerintah daerah yang memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan, pendanaan dan pembinaan kepada kursus di daerah. Selain itu, Direktorat juga memberikan penghargaan kepada perorangan yang telah mendedikasikan dirinya memajukan kursus dan pelatihan dapat sebagai pembuktian dalam manajemen mutu dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pemakai jasa lembaga.


Tim juri/penilai Apresiasi LKP Berprestasi Tingkat Nasional terdiri dari
kalangan praktisi LKP, akademisi, media massa, konsorsium LKP, dan sejumlah
unsur masyarakat. Dalam menentukan pemenang apresiasi, para juri  menggunakan alat ukur yang mengacu pada komponen standar nasional pendidikan yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian Pemberian penghargaan ini dilatarbelakangi banyaknya lembaga kursus dan pelatihan yang diselenggarakan oleh masyarakat, lembaga, organisasi secara mandiri dalam rangka melayani masyarakat yang ingin memiliki keterampilan.


Peran lembaga penyelenggara kursus sangat membantu pemerintah daerah karena memberikan bekal keterampilan, mengurangi pengangguran sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat melalui berbagai keterampilan usaha di daerah-daerah. Warga masyarakat yang berperan aktif di bidang kursus dan keterampilan, baik; sebagai penyelenggara kursus, pengurus konsorsium, pengurus organisasi profesi kursus dan keterampilan semakin banyak. Hingga tahun 2013, terdapat sebanyak 17.805 lembaga kursus dan pelatihan yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.


Program kursus dan pelatihan mencapai 24.204 program layanan, dan setiap
tahun lebih dari 2,1 juta orang terlayani. Ini menandakan bahwa kursus memiliki nilai strategis dalam pemberdayaan masyarakat dan pembentukan daya saing bangsa. Oleh sebab itu, Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan
memberikan penghargaan kepada para pengabdi yang dapat membangkitkan kebanggaan tersendiri di bidang pendidikan, karena tanpa banyak dukungan pendanaan dari pemerintah mereka dapat secara mandiri memajukan kursus dan pelatihan Pameran Kursus dan Pelatihan Bertempat di Mega Mall Center Batam (MMBC), Direktur Jenderal PAUDNI membuka secara resmi kegiatan pameran kursus dan pelatihan tingkat nasional.


Pameran yang menjadi kegiatan rutin tahunan Direktorat Pembinaan Kursus dan
Pelatihan itu diselenggarakan selama 3 hari, dari tanggal 5 hingga 7 Oktober 2013. Pada tahun 2013, tema pameran yang diambil adalah “Kursus Membangun Karakter dan Daya Saing Bangsa.” Selaku penanggung jawab kegiatan, Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan Dr. Wartanto menyampaikan bahwa pameran tahun 2013 mengambil tema tersebut karena
sesuai dengan kondisi kota Batam yang telah menjadi kota industri dan perdagangan bebas. Tema dan kondisi kota tersebut sangat relevan jika dikaitkan dengan telah dekatnya pemberlakukan penuh Asean Free Trade Area
(AFTA) pada tahun 2015.


Menurut Wartanto, pemberlakukan AFTA menuntut kompetensi SDM
yang dapat bersaing dan memiliki karakter positif. Dengan mengikuti kursus dan pelatihan, kompetensi dapat diraih dan profesi pun akan mudah didapat. Kursus dan pelatihan telah berkontribusi dalam usaha mengurangi tingkat pengangguran. Sedangkan dalam pengarahan pembukaan, Direktur Jenderal PAUDNI, Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog., menyatakan dukungannya atas pelaksanaan pameran. Menurutnya, pameran seperti ini memberikan manfaat yang luar biasa bagi perkembangan kursus dan pelatihan dan masyarakat secara luas khususnya di kota Batam. Menurut dirjen, ada
4 alasan penting kegiatan pameran seperti ini sangat penting dan strategis, yaitu:
1. Adanya era globalisasi yang telah dimulai dengan China ASEAN Free
Trade Area (CAFTA) pada tahun 2010, India-Asean Free Trade Asean (IAFTA) pada tahun 1011, Asean Economic Community (AEC) pada tahun 2015, dan era globalisasi penuh pada tahun 2020.


2. Masih adanya permasalah dasar Indonesia, yaitu masalah lapangan
kerja, pengangguran di usia produktif, masalah kemiskinan, dan kesenjangan
antar wilayah. 


3. Masih sedikitnya persentase jumlah wirausahawan di  Indonesia, yang hanya sebesar 0,85% dari idealnya minimal 2%.
4. Kontribusi yang signifikan dari kursus dan pelatihan bagi kemajuan
bangsa dan negara. Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal menyerahkan memberikan penghargaan bagi pemenang apresiasi LKP berprestasi tingkat nasional dan bagi para pengabdi kursus. Pameran turut dimeriahkan penampilan “Musik Balada” oleh Asosiasi Pendidik dan Praktisi Seni Pertunjukan Indonesia (Prasasti) pimpinan Ully Hary Rusady Pergantian Direktur Pada pengujung tahun 2013, terjadi sejumlah mutasi di lingkungan Direktorat Jenderal PAUDNI. Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan memiliki Direktur  yang baru, yaitu Muslikh, SH. Sebelum menjabat sebagai Direktur Pembinaan  Kursus dan Pelatihan, beliau adalah Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal Kemdikbud. Sedangkan Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan yang sebelumnya, Dr. Wartanto dipercaya menjabat Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal PAUDNI. Serah terima jabatan (sertijab) pejabat esselon II ter-  sebut diselenggarakan pada hari Senin, 4 November 2013. Seremoni tersebut disaksikan oleh Direktur Jenderal PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog dan sejumlah pejabat.


Dr. Wartanto yang menjabat Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan sejak 16 Juli 2008 berpesan kepada pejabat baru agar terus melakukan penataan lembaga. Selain itu, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan. Antara lain, penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. “Program penjaminan mutu lembaga kursus juga perlu ditingkatkan,” ucapnya saat memberikan kesan dan pesan selama menjabat.


Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia