Sabtu, 11 Agustus 2018

AKSARA :Bahasa Ibu & Teknologi Informasi Tepat Untuk Pengajaran Keaksaraan

JAKARTA: Berbagai pihak diminta mendorong pengajaran keaksaraan berdasarkan bahasa ibu dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan komunikasi.

"Keaksaraan yang dikembangkan tidak  hanya memampukan baca tulis semata, tetapi  mampu  mengembangkan budaya dan ekonomi,"kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Musliar Kasim, Rabu (1/11/2012).

Berbicara saat membuka seminar Keaksaraan Internasional Berbasis Bahasa Ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Musliar mengatakan dalam hal Bahasa Ibu, semua pihak bertugas untuk mempertahankan,melestarikan, dan menghargai kebhinekaan yang ada dan pada saat yang sama mengupayakan pencapaian tujuan bersama pada kemajuan TIK. 

“Keaksaraan berperan penting untuk  meningkatkan kualitas bangsa, juga memajukan  peradaban bangsa. Tidak  ada kemampuan yang mendasar dari keaksaraan selain kemampuan membaca,menulis dan berhitung (calistung) untuk  bertahan di dunia global. Sebab itu,  bahasa ibu dan TIK menjadi penting bagi keaksaraan orang dewasa," tegas Musliar. 

Seminar empat hari dari 31 Oktober- 4 November 2012 ini diikuti sedikitnya 200 peserta dari Indonesia dan  negara E-9,yaitu Bangladesh,Brazil, Cina, Mesir, India,Meksiko,Nigeria dan Pakistan serta negara Asean serta hadir pula Menteri Pendidikan Timor Lest, Bendito do Santos Freitas.

Tema seminar ini cukup terkait dengan peningkatan pendidikan di Timor Leste karena itu sejak 29 Oktober Bendito dos Santos Freitas telah tiba di Jakarta bergabung dengan tim nara sumber dan mengamati contoh pendidikan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Taman Bacaan Blok M dan Rumah Pintar Cikeas.

Dirjen Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemdikbud.Lydia Freyani Hawadi sebagai penyelenggara kegiatan seminar internasional ini mengatakan tema yang diambil agar RI memiliki strategi lain untuk menekan ketuna aksaraan.

“Bagaimana caranya masyarakat bisa cakap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional melalui pembelajaran dengan Bahasa Ibu sebagai bahasa pertama yang diterimanya di lingkungan rumah. Kita juga ingin orang bisa belajar Bahasa Ibu melalui internet karena masyarakat Indonesia kini menempati rangking empat di dunia sebagai pengguna internet maupun twitter,” ungkapnya.

Tujuan meningkatkan Keaksaraan Berbasis Bahasa Ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ini juga untuk berbagi praktik dan pengalaman terbaik antarnegara peserta tentang pembelajaran berbasis bahasa ibu dan TIK, mengembangkan jejaring dan kemitraan antarnegara dalam meningkatkan budaya baca, serta menformulasikan rencana aksi dan komitmen negara peserta dalam meningkatkan budaya baca berbasis bahasa ibu dan TIK.  

Untuk melestarikan Bahasa Ibu di suatu daerah, ujar  Lydia Freyani Hawadi, perlu ada Peraturan daerah yang mengatur agar sekolah-sekolah dan berbagai pihak mengajarkannya pada generasi penerusnya sebab melestarikan Bahasa Ibu berarti juga melestarikan budaya.

“Di era otonomi daerah, maka tanggungjawab pendidikan mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi ada di Pemda. Jadi hidup matinya 748 bahasa daerah yang dimiliki negri ini  sepenuhnya tergantung kepedulian Pemda untuk mengganggarkan dana untuk peningkatan penggunaan Bahasa Ibu, bagaimana sistem kurikulumnya, pengadaan bahan ajarnya dan lain-lain,” tegasnya.

Sejauh ini pihaknya baru mengetahui Jawa Barat yang sudah memiliki Perda mengenai Bahasa Ibu sehingga di sekolah-sekolah di wilayah ini mengajarkan bahasa Sunda sebagai Bahasa Ibu kepada anak didik. 

Pembicara seminar diantaranya pakar General Education Quality Analysis Framework (GEQAF), Aliou Boly, dari UNESCO Paris, akan mengupas status keaksaraan dunia saat ini untuk mencapai target keaksaraan tahun 2015.  Ulrike Hanemann dan Christine Glanz dari UNESCO Institute for Lifelong Learning masing-masing akan membedah cara mengukur kompetensi pembelajaran orang dewasa.

Christine Glanz dari UNESCO Institute for Lifelong Learning akan membahas  Keaksaraan Orang Dewasa dalam Konteks Multibahasa, sehingga dapat dijadikan sebagai wawasan pengembangan bagi sasaran yang perlu meningkatkan keaksaraan melalui bahasa ibu.

Narasumber Indonesia yang berbicara pada seminar keaksaraan ini a.l Lydia Freyani Hawadi, Arief Rahman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO  dan  Ella Yulaelawati Rumindasari, Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud. (bas)

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia