Sabtu, 28 Juli 2018

Pemahaman Mengenai Anak Berbakat

Menurut Reni, anak disebut berbakat apabila sejak kecil sudah memiliki komitmen yang besar dengan bidang yang disukainya. Tak hanya itu, anak yang berbakat pun akan terus-menerus mengembangkan kemampuan yang dimilikinya itu. ”Kememapuannya melampaui di atas rata-rata,” ujar penggagas Pusat Keberbakatan Fakultas Psikologi UI itu.

Tak hanya itu, anak yang berbakat juga memiliki kemampuan intelegensi yang jauh di atas rata-rata. Anak yang unik ini juga dikarunia komitmen yang besar dan berbakat kreatif dalam bidang yang disukainya. Sehingga, bidang itu bisa kembangkannya untuk menjadi lebih besar lagi. ”Misalnya ada anak yang senang olahraga. Kalau anak itu berbakat maka ia akan terus mencari bahan tentang olahraga yang disukainya,” tutur psikolog kelahiran Kota Bandung ini. Dengan begitu, si anak akan tahu tokoh, hasil pertandingan, hingga teknik-teknik olahraga tersebut. ”Anak berbakat itu akan all out.”Begitu juga dengan anak yang suka dengan matematika. Anak berbakat akan terlihat lain. Menurut Reni, akan berbakat akan punya komitmen untuk mempelajari matematika hingga mampu menciptakan rumus-rumus baru. ”Orang yang berbakat main piano dan yang tidak berbakat akan lain saat memainkan tuts piano. 


Sentuhannya akan lain,” ungkapnya. Sedangkan, lanjut Reni, anak disebut cerdas, karena memiliki taraf intelijensia yang tinggi. Namun, anak cerdas ini belum tentu memiliki komitmen yang besar dan belum tentu mampu berkreativitas. Sementara, istilah anak pandai, kata dia, adalah istilah yang diberikan masyarakat luas untuk menunjukkan bahwa seorang anak punya ranking tinggi di kelasnya.

Pandai,Cerdas, dan Berbakat
”Anak pandai belum tentu berbakat dan belum tentu cerdas,” kata Reni. Berdasarkan hasil penelitian seorang mahasiswa Psikologi UI, dari 250 anak sekolah dasar (SD) yang selalu meraih ranking satu sampai 10 di sekolahnya, ternyata yang terkategori cerdas hanya 20 persen. Malah, 20 persen lainnya kecerdasannya di bawah rata-rata. Mungkin Anda bertanya, ”Kok bisa sih anak yang nggak cerdas mendapat ranking?” Menurut Reni, hal itu tentu sangat mungkin terjadi. Sebab, pelajaran di SD terbilang masih mudah. Selain itu, kontrol yang diberikan orang tua juga terus-menerus. Sehingga, tiap hari orang tua men-drill anaknya untuk belajar.”Tapi, begitu si anak masuk SMP dan SMA jadi drop, karena mereka harus belajar mandiri.”

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia