PERLUKAH si kecil yang baru berusia 2 tahun, 3 tahun atau 4
tahun bersekolah? Mengingat dunia bermain anak-anak yang bebas dan penuh
ekspresi sepertinya kontradiktif dengan sejumlah aturan main yang
dijumpai disebuah lembaga pendidikan dimana segala kegiatan sudah
terjadwal dengan baik.
”Awalnya saya berpikir bahwa sekolah hanya penting untuk anak usia diatas 6 tahun,” papar Siti Khadijah, pengelola BKB PAUD Kemuning, kelurahan Srengseng Sawah, Pesanggrahan Jaksel.
Kesadaran Siti Khadijah bahwa anak balita juga perlu bersekolah, timbul setelah dua tahun menjadi kader Bina Keluarga Balita (BKB) PAUD Kemuning. Ternyata cukup banyak anak yang semula malu, suka menyendiri, takut atau bahkan berperilaku diluar kendali, pada akhirnya bisa ditata menjadi lebih baik. Bahkan anak melalui metode belajar sambil bermain mulai belajar tentang banyak hal, sosialisasi, ekspresi diri, keberanian dan kerjasama.
Psikolog Anak Dr Seto Mulyadi menilai pentingnya anak balita memasuki PAUD atau TK karena anak balita membutuhkan banyak stimuli untuk mengoptimalkan kecerdasannya.
”PAUD dan TK adalah sumber stimuli bagi anak usia dini yang sangat bervariatif, terstruktur dan sistematis untuk menunjang proses tumbuh kembang dan pembentukan kecerdasan seorang anak,” jelas Seto.
Bahwa stimuli pada anak bisa dilakukan sendiri oleh orangtua maupun anggota keluarga lainnya, memang benar adanya. Namun Seto menilai stimuli dari orangtua dan keluarga tidaklah cukup untuk mengoptimalkan kecerdasan seorang anak. Lingkungan, terutama lingkungan sebaya justeru amat dibutuhkan agar kecerdasan anak semakin variatif.
Di lembaga PAUD, lanjut Seto, anak tidak hanya belajar hal-hal yang bersifat persona seperti kemampuan mengekspresikan diri, ketrampilan motorik, tetapi juga belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya, dengan gurunya dan orang-orang yang terlibat dalam PAUD. Situasi ini memungkinkan anak akan mendapatkan stimuli yang lebih variatif, sehingga akan semakin kompleks hal-hal yang dipelajari dan semakin kompleks pengalaman hidup yang diperoleh anak.
Dalam ilmu kedokteran disebutkan bahwa semakin bervariasi stimuli pada anak, maka hubungan antar sel-sel otak semakin kompleks. Semakin sering dan teratur rangsangan yang diterima, maka semakin kuat hubungan antar sel-sel otak tersebut. Semakin kompleks dan kuat hubungan antar sel-sel otak, maka semakin tinggi dan bervariasi kecerdasan anak di kemudian hari.
Tak hanya menawarkan stimuli yang lebih variatif, menurut Seto, PAUD juga berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal. Dengan demikian akan terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya. Misalnya anak bisa tampil lebih ceria, berani, kreatif, mampu bersosialisasi, dan lebih mudah menerima pelajaran di tingkat taman kanak-kanak sebelum memasuki pendidikan sekolah dasar (SD).
Metode yang tepat
Agar proses pendidikan yang diberikan bagi anak usia dini tidak bersifat memaksa menurut Gusnawirta Fasli Jalal, pengelola Laboratorium Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Jakarta (PAUD UNJ), perlu dipilih metode yang tepat untuk menyampaikan pendidikan. Prinsipnya bahwa stimuli yang dilakukan pada anak harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan misalnya dengan cara bermain. .
”Metode permainan yang kreatif akan menunjang pertumbuhan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak usia dini,” jelas Gusnawirta.
Gusnawirta mengingatkan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun dan sisanya 20 tahun pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Ia juga mengingatkan bahwa masa balita adalah masa pengembalian (rate of return) paling tinggi dalam hal pendidikan. Anak yang mendapatkan pendidikan pada usia dini ternyata bisa menghasilkan pendapatan 17 kali lebih besar dibanding anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini. Rate of return ini bentuknya antara lain anak berkembang lebih cerdas, produktif dan kerja lebih baik.
Mengingat pentingnya PAUD bagi pembangunan SDM dimasa depan, Kemendikbud dikatakan Dirjen PAUDNI Lydia Freyani Hawadi terus berupaya mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga PAUD ditengah masyarakat. ”Kita perkuat kerjasama dengan organisasi wanita, organisasi kemasyarakatan, BUMN, swasta, Pemda dan sebagainya untuk terus mendirikan dan mendukung PAUD,” jelas Lydia.
Mendorong tumbuhnya lembaga PAUD ditengah masyarakat menurut Lydia sangat penting mengingat PAUD hingga kini belum menjadi bagian program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. ”Satu-satunya jalan tentu mengundang partisipasi masyarakat, kalangan swasta, organisasi wanita, dan Pemda untuk mendirikan sebanyak mungkin lembaga PAUD,” paparnya.
Diakui dari sekitar 40 juta anak balita, baru 55 persen yang sudah bisa mengakses PAUD. Sisanya, selain tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya PAUD yang belum menggembirakan, belum semua desa memiliki lembaga PAUD. Data Kemendikbud 2012 menyebutkan ada 25.834 desa yang belum memiliki PAUD dan ini tentu menjadi masalah tersendiri bagi upaya peningkatan aksesi semua balita pada lembaga PAUD.
Karena itu Kemendikbud mengambil kebijakan memanfaatkan infrastruktur yang ada ditengah masyarakat seperti masjid, gereja dan pura untuk mengadakan PAUD. Selain itu, Kemendikbud juga menyediakan bantuan dana untuk pendirian lembaga PAUD baru rata-rata per tahun 1.491 paket bantuan. Harapannya dengan dua kebijakan tersebut pemerataan lembaga PAUD dan aksesi semua balita ke lembaga PAUD bisa dipercepat.
(inung)
Teks Gbr- Siti Khadijah, kader BKB PAUD Kemuning kelurahan Srengseng Sawah, Jaksel. (inung)
Sumber: http://poskotanews.com/2013/08/18/paud-sumber-stimuli-otak-anak/
”Awalnya saya berpikir bahwa sekolah hanya penting untuk anak usia diatas 6 tahun,” papar Siti Khadijah, pengelola BKB PAUD Kemuning, kelurahan Srengseng Sawah, Pesanggrahan Jaksel.
Kesadaran Siti Khadijah bahwa anak balita juga perlu bersekolah, timbul setelah dua tahun menjadi kader Bina Keluarga Balita (BKB) PAUD Kemuning. Ternyata cukup banyak anak yang semula malu, suka menyendiri, takut atau bahkan berperilaku diluar kendali, pada akhirnya bisa ditata menjadi lebih baik. Bahkan anak melalui metode belajar sambil bermain mulai belajar tentang banyak hal, sosialisasi, ekspresi diri, keberanian dan kerjasama.
Psikolog Anak Dr Seto Mulyadi menilai pentingnya anak balita memasuki PAUD atau TK karena anak balita membutuhkan banyak stimuli untuk mengoptimalkan kecerdasannya.
”PAUD dan TK adalah sumber stimuli bagi anak usia dini yang sangat bervariatif, terstruktur dan sistematis untuk menunjang proses tumbuh kembang dan pembentukan kecerdasan seorang anak,” jelas Seto.
Bahwa stimuli pada anak bisa dilakukan sendiri oleh orangtua maupun anggota keluarga lainnya, memang benar adanya. Namun Seto menilai stimuli dari orangtua dan keluarga tidaklah cukup untuk mengoptimalkan kecerdasan seorang anak. Lingkungan, terutama lingkungan sebaya justeru amat dibutuhkan agar kecerdasan anak semakin variatif.
Di lembaga PAUD, lanjut Seto, anak tidak hanya belajar hal-hal yang bersifat persona seperti kemampuan mengekspresikan diri, ketrampilan motorik, tetapi juga belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya, dengan gurunya dan orang-orang yang terlibat dalam PAUD. Situasi ini memungkinkan anak akan mendapatkan stimuli yang lebih variatif, sehingga akan semakin kompleks hal-hal yang dipelajari dan semakin kompleks pengalaman hidup yang diperoleh anak.
Dalam ilmu kedokteran disebutkan bahwa semakin bervariasi stimuli pada anak, maka hubungan antar sel-sel otak semakin kompleks. Semakin sering dan teratur rangsangan yang diterima, maka semakin kuat hubungan antar sel-sel otak tersebut. Semakin kompleks dan kuat hubungan antar sel-sel otak, maka semakin tinggi dan bervariasi kecerdasan anak di kemudian hari.
Tak hanya menawarkan stimuli yang lebih variatif, menurut Seto, PAUD juga berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal. Dengan demikian akan terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya. Misalnya anak bisa tampil lebih ceria, berani, kreatif, mampu bersosialisasi, dan lebih mudah menerima pelajaran di tingkat taman kanak-kanak sebelum memasuki pendidikan sekolah dasar (SD).
Metode yang tepat
Agar proses pendidikan yang diberikan bagi anak usia dini tidak bersifat memaksa menurut Gusnawirta Fasli Jalal, pengelola Laboratorium Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Jakarta (PAUD UNJ), perlu dipilih metode yang tepat untuk menyampaikan pendidikan. Prinsipnya bahwa stimuli yang dilakukan pada anak harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan misalnya dengan cara bermain. .
”Metode permainan yang kreatif akan menunjang pertumbuhan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak usia dini,” jelas Gusnawirta.
Gusnawirta mengingatkan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun dan sisanya 20 tahun pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Ia juga mengingatkan bahwa masa balita adalah masa pengembalian (rate of return) paling tinggi dalam hal pendidikan. Anak yang mendapatkan pendidikan pada usia dini ternyata bisa menghasilkan pendapatan 17 kali lebih besar dibanding anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini. Rate of return ini bentuknya antara lain anak berkembang lebih cerdas, produktif dan kerja lebih baik.
Mengingat pentingnya PAUD bagi pembangunan SDM dimasa depan, Kemendikbud dikatakan Dirjen PAUDNI Lydia Freyani Hawadi terus berupaya mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga PAUD ditengah masyarakat. ”Kita perkuat kerjasama dengan organisasi wanita, organisasi kemasyarakatan, BUMN, swasta, Pemda dan sebagainya untuk terus mendirikan dan mendukung PAUD,” jelas Lydia.
Mendorong tumbuhnya lembaga PAUD ditengah masyarakat menurut Lydia sangat penting mengingat PAUD hingga kini belum menjadi bagian program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah. ”Satu-satunya jalan tentu mengundang partisipasi masyarakat, kalangan swasta, organisasi wanita, dan Pemda untuk mendirikan sebanyak mungkin lembaga PAUD,” paparnya.
Diakui dari sekitar 40 juta anak balita, baru 55 persen yang sudah bisa mengakses PAUD. Sisanya, selain tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya PAUD yang belum menggembirakan, belum semua desa memiliki lembaga PAUD. Data Kemendikbud 2012 menyebutkan ada 25.834 desa yang belum memiliki PAUD dan ini tentu menjadi masalah tersendiri bagi upaya peningkatan aksesi semua balita pada lembaga PAUD.
Karena itu Kemendikbud mengambil kebijakan memanfaatkan infrastruktur yang ada ditengah masyarakat seperti masjid, gereja dan pura untuk mengadakan PAUD. Selain itu, Kemendikbud juga menyediakan bantuan dana untuk pendirian lembaga PAUD baru rata-rata per tahun 1.491 paket bantuan. Harapannya dengan dua kebijakan tersebut pemerataan lembaga PAUD dan aksesi semua balita ke lembaga PAUD bisa dipercepat.
(inung)
Teks Gbr- Siti Khadijah, kader BKB PAUD Kemuning kelurahan Srengseng Sawah, Jaksel. (inung)
Sumber: http://poskotanews.com/2013/08/18/paud-sumber-stimuli-otak-anak/