Saat membuka acara yang diprakarsai
oleh Forum Penyelarasan Dunia Pendidikan dengan Dunia Kerja ini, Lydia
Freyani sangat menyambut baik kegiatan Job Fair 2014 ini. Sebab
kegiatan ini sangat efektif sebagai ajang pertemuan antara para
pencari kerja, dunia pendidikan dan dunia usaha dan industri. “Kegiatan
job fair ini baik sekali, sebagai bagian dari program penyelarasan
dunia pendidikan dengan dunai kerja,”tegas Lydia.
Karena itu Lydia berharap, kegiatan
job Fair ini tidak hanya diselenggarakan di SMK 2 Surabaya saja, tapi
juga dapat diselenggarakan di lembaga pendidikan lainnya baik itu SMK,
LKP, maupun Perguruan Tinggi lain dengan melibatkan banyak sekolah
kejuruan maupun lembaga kursus dan pelatihan. Bahkan kedepan, kegiatan
Job fair ini juga dapat diselenggarakan di setiap koridor di seluruh
Indonesia. “Saya berharap job fair ini bukan hanya disini saja, tapi
diselenggarakan ditempat lain sebagai upaya untuk menekan angka
pengangguran,” tandas Lydia.
Selain itu kepada para pencari kerja
Lydia juga berharap mendapatkan pekerjaan sesuai yang diinginkannnya.
Karena itu Lydia berpesan, untuk memasuki dunia kerja tidak hanya
dibutuhkan keterampilan saja tapi juga soft skill. Untuk itu bila ingin
sukses bekerja, juga dituntut untuk kreatif, mandiri dan disiplin.
“Dalam bekerja juga perlu disiplin dan jujur serta dapat dipercaya,”kata
Lydia.
Dijelaskan Lydia, salah satu persoalan
yang dihadapi bangsa ini yakni masih tingginya angka pengangguran.
Untuk itu sejak tahun 2010, Presiden Susilo Bambanng Yudhoyono telah
meluncurkan program penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja. Selain
itu presiden SBY menginstruksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud) untuk menjadi koordinator dari kementerian lain di kabinet
Indonesia Bersatu jilid II ini untuk melakukan penyelarasan
pendidikan dengan dunia kerja. “Ditjen PAUDNI diminta untuk menjadi
koordinator program penyelarasan,” kata Lydia.
Program penyelarasan ini lanjut Lydia,
merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam mengentaskan pengangguran.
Angka pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 7,7 juta jiwa dari
total jumlah penduduk 250 juta jiwa. Ironisnya, jumlah pengangguran
terbesar justru ada di Pulau Jawa yakni sebesar 66 persen. Selebihnya
di pulau Sumatera sebesar 18 persen, Kalimantan 45 persen, dan Nusa
Tenggara Barat (NTB).
***
Sumber: https://imadiklus.com/dirjen-paudni-job-fair-menyelaraskan-pendidikan-dengan-dunia-kerja/
KOMPAS.com - Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder,
sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung
menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak
diikutkan dalam PAUD?
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
(PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia
2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat
pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder,
sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung
menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak
diikutkan dalam PAUD?
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
(PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia
2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat
pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap
perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran,
disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi.
Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika
diberikan sejak usia dini.
"Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan
yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui
pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam
Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini"
oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta.
Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai
34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan
pada tahun 2015 mencapai 70 persen.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya
minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya
pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD
bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah
yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu.
"Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi
dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD
hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan
anak yang tidak," tutur Reni.
Pilih yang tepat
Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka
pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut
Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan
secara holistik integratif.
Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak.
Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika
terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus
mengikuti PAUD," ujar Reni.
Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran
PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan
nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder,
sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung
menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak
diikutkan dalam PAUD?
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
(PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia
2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat
pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap
perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran,
disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi.
Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika
diberikan sejak usia dini.
"Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan
yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui
pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam
Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini"
oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta.
Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai
34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan
pada tahun 2015 mencapai 70 persen.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya
minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya
pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD
bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah
yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu.
"Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi
dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD
hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan
anak yang tidak," tutur Reni.
Pilih yang tepat
Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka
pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut
Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan
secara holistik integratif.
Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak.
Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika
terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus
mengikuti PAUD," ujar Reni.
Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran
PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan
nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder,
sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung
menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak
diikutkan dalam PAUD?
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
(PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia
2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat
pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap
perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran,
disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi.
Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika
diberikan sejak usia dini.
"Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan
yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui
pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam
Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini"
oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta.
Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai
34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan
pada tahun 2015 mencapai 70 persen.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya
minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya
pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD
bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah
yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu.
"Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi
dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD
hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan
anak yang tidak," tutur Reni.
Pilih yang tepat
Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka
pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut
Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan
secara holistik integratif.
Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak.
Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika
terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus
mengikuti PAUD," ujar Reni.
Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran
PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan
nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika