Kamis, 12 April 2018

Dirjen PAUDNI: Job Fair Menyelaraskan Pendidikan dengan Dunia Kerja

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kemdikbud Prof Dr Lydia Freyani Hawadi  membuka Job Fair Larasdikdudi yang diselenggarakaan di Sekolah Menengah Kejuruan  (SMK) Negeri 2 Surabaya pada 25 Januari 2014.  Acara pembukaan Jon Fair itu dihadiri  Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof. Dr Lydia Freyani Hawadi, Direktur Pembinaan Kursus dan Pelatihan (Ditbinsuslat) Muslih dan sejumlah pejabat dari  Dinas  Pendidikan Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya. 

Saat membuka acara yang  diprakarsai oleh Forum Penyelarasan Dunia Pendidikan dengan Dunia Kerja ini, Lydia Freyani sangat menyambut baik kegiatan Job Fair  2014 ini. Sebab kegiatan ini  sangat efektif  sebagai  ajang pertemuan antara para pencari kerja, dunia pendidikan dan dunia usaha dan industri. “Kegiatan job fair ini baik sekali, sebagai  bagian dari program penyelarasan dunia pendidikan dengan dunai kerja,”tegas Lydia.
 
Karena itu Lydia berharap, kegiatan  job Fair ini tidak hanya diselenggarakan di SMK 2 Surabaya saja, tapi juga dapat diselenggarakan di lembaga pendidikan lainnya baik itu SMK, LKP, maupun Perguruan Tinggi lain dengan melibatkan banyak sekolah kejuruan maupun lembaga kursus dan pelatihan. Bahkan kedepan, kegiatan Job fair ini juga dapat diselenggarakan di setiap koridor di seluruh Indonesia. “Saya berharap job fair ini bukan hanya disini saja, tapi diselenggarakan ditempat lain sebagai upaya untuk menekan angka pengangguran,” tandas Lydia.
 
Selain itu kepada para pencari kerja Lydia juga  berharap mendapatkan pekerjaan sesuai yang diinginkannnya.  Karena itu  Lydia berpesan, untuk memasuki dunia kerja tidak hanya dibutuhkan keterampilan saja tapi juga  soft skill. Untuk itu bila ingin sukses bekerja,  juga dituntut untuk kreatif, mandiri dan  disiplin. “Dalam bekerja juga perlu disiplin dan jujur serta dapat dipercaya,”kata Lydia.
 
Dijelaskan Lydia, salah satu persoalan yang dihadapi bangsa ini yakni masih tingginya angka pengangguran. Untuk itu sejak tahun 2010, Presiden Susilo Bambanng Yudhoyono telah  meluncurkan program penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja. Selain itu presiden SBY menginstruksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk menjadi koordinator  dari kementerian lain di kabinet Indonesia Bersatu jilid II  ini  untuk  melakukan penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja.  “Ditjen PAUDNI diminta untuk menjadi koordinator program  penyelarasan,” kata Lydia.
 
Program penyelarasan ini lanjut Lydia,  merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam mengentaskan pengangguran. Angka pengangguran di Indonesia saat ini mencapai  7,7 juta jiwa dari total jumlah penduduk 250 juta jiwa.  Ironisnya,  jumlah pengangguran  terbesar justru ada di Pulau Jawa yakni sebesar 66 persen. Selebihnya di pulau Sumatera sebesar 18 persen, Kalimantan 45 persen, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
*** 
Sumber: https://imadiklus.com/dirjen-paudni-job-fair-menyelaraskan-pendidikan-dengan-dunia-kerja/
KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder, sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak diikutkan dalam PAUD? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia 2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder, sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak diikutkan dalam PAUD? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia 2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran, disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi. Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika diberikan sejak usia dini. "Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini" oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta. Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai 34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan pada tahun 2015 mencapai 70 persen. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu. "Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan anak yang tidak," tutur Reni. Pilih yang tepat Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan secara holistik integratif. Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak. Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus mengikuti PAUD," ujar Reni. Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder, sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak diikutkan dalam PAUD? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia 2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran, disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi. Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika diberikan sejak usia dini. "Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini" oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta. Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai 34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan pada tahun 2015 mencapai 70 persen. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu. "Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan anak yang tidak," tutur Reni. Pilih yang tepat Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan secara holistik integratif. Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak. Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus mengikuti PAUD," ujar Reni. Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika
KOMPAS.com - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih sering dianggap pendidikan sekunder, sehingga banyak orang tua yang lebih memilih untuk langsung menyekolahkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sebenarnya, perlukah anak diikutkan dalam PAUD? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Prof. Lydia Freyani Hawadi mengatakan, sebaiknya anak-anak usia 2-6 tahun diikutkan PAUD karena di tempat ini anak-anak mendapat pengalaman, sosialisasi, serta pengajaran pada masa terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ia memaparkan, PAUD dapat memberikan manfaat yang nyata terhadap perkembangan kecerdasan dan moral anak. PAUD menanamkan kejujuran, disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, bahkan tentang gizi. Menurutnya, penyampaian nilai-nilai dasar tersebut semakin efektif jika diberikan sejak usia dini. "Esensi dari PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan melalui pendekatan bermain sambil belajar," papar Reni, panggilannya, dalam Nutritalk bertajuk "Pentingnya Tumbuhkan Kecintaan pada Gizi Sejak Dini" oleh Sarihusada Selasa (21/5/2013) di Jakarta. Sayangnya, saat ini jumlah anak yang diikutkan dalam PAUD baru mencapai 34,54 persen dari total anak usia PAUD di Indonesia. Padahal ditargetkan pada tahun 2015 mencapai 70 persen. Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia ini memaparkan, kurangnya minat orangtua memasukkan anaknya ke PAUD adalah tambahan biaya pendidikan sebelum anaknya mencapai pendidikan wajib. Padahal, PAUD bahkan dapat dilakukan secara tidak formal dengan dukungan pemerintah yang dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah ibadah atau posyandu. "Riset menunjukkan, anak-anak yang ikut PAUD cenderung lebih berprestasi dan ceria, berani, dan bersemangat. Pemantauan anak yang ikut PAUD hingga kelas 5 SD menunjukkan prestasi mereka lebih baik dibandingkan anak yang tidak," tutur Reni. Pilih yang tepat Bila tinggal di lingkungan yang sudah tersedia banyak PAUD, maka pemilihan PAUD yang tepat juga perlu diperhatikan oleh orangtua. Menurut Reni, PAUD yang baik adalah PAUD yang dapat memberikan pendidikan secara holistik integratif. Reni pun memaparkan syarat-syarat memilih PAUD yang tepat untuk anak. Syarat pertama yaitu, pilih yang lokasinya dekat dengan rumah. "Jika terlalu jauh, anak akan capek di jalan sehingga tidak bisa fokus mengikuti PAUD," ujar Reni. Kedua, pilih yang pengajarnya berkompeten dan memahami teknik pengajaran PAUD yang tepat. Dan ketiga, kurikulum PAUD jelas dan memasukkan nilai-nilai dasar positif ke dalamnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perlukah Anak Diikutkan PAUD?", https://edukasi.kompas.com/read/2013/05/22/09232855/Perlukah.Anak.Diikutkan.PAUD.
Penulis : Unoviana Kartika

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia