Oleh
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA
Guru Besar Bidang Psikologi Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, anggota MPR RI
periode 1999-2004, Wakil Ketua dari
Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, dan Wakil Ketua Umum DPP
Partai Demokrat serta anggota Dewan Pertimbangan BP4 Pusat periode 20014 -
2019
Pertama kali ketemu Bu Reni, rasa-rasanya di kantor DPP KORPRI, yang
saat itu berada di Gedung Proklamasi, di
Jalan Proklamasi No.56, Jakarta Pusat. Bu Reni selain menjadi dosen di Universitas
Indonesia, saat itu menjadi fungsionaris
Dewan Pengurus Pusat Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia, jadi sering berkantor disana. Saya
kesana untuk berkenalan dengan beliau yang menjadi motor penggerak Kajian Islam
dan Psikologi Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana Universitas Indonesia.
Hubungan saya dengan Bu Reni lebih pada bidang keilmuan dan pertemanan. Saya kebetulan dikukuhkan sebagai Profesor pertama di dunia dalam bidang Psikologi Islam (menurut pengakuan Prof. Malik Badri, intelektual Sudan yang di Malaysia, dan menjabat sebagai Presiden dari International Assosiation of. Moslem Psychologist). Yang menarik, saya belum pernah kuliah di Fakultas Psikologi, tapi jadi Profesor Psikoloogi Islam. Semula saya diusulkan sebagai guru besar ilmu tasauf oleh UIN Jakarta, tetapi di perjalanan usulan itu diubah menjadi guru besar Psikologi Islam karena ternyata kum saya 75% isinya psikologi, dan hanya satu buku tulisan saya tentang tasauf. Maka jadilah saya dikukuhkan sebagai Profesor Psikologi Islam di Fakultas Psikologi UIN. Pidato pengukuhan saya berjudul: Pencegahan terorisme dengan pendekatan Islamic Indigenouse Psychology.
Salah satu program studi dibawah Pascasarjana UI adalah Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI), dan salah satu peminatan yang dikembangkan adalah Kajian Islam dan Psikologi. Saat itu baru Pascasarjana UI yang memiliki kajian Islam dan Psikologi, dan Dr. Reni Akbar-Hawadi lah yang dikenal sebagai motor penggerak di Kajian Islam dan Psikologi (KIP) PSKTTI Pascasarjana UI. Atas saran siapa saat itu saya benar-benar lupa, saya lantas ketemu dengan Bu Reni di Kantor DPP Korpri tersebut diatas. Saya banyak diskusi dengan beliau. Dari komunikasi itu saya tahu bahwa anatomi akademik Bu Reni kebalikan dengan saya. Kalau saya lebih menguasai Islam nya (dalam hal ini ilmu tasauf) sedangkan ilmu Psikologi konvensional saya hanya sedikit tahu, sementara Bu Reni, pengetahuan tentang Psikologi konvensional sangat luas, tapi wilayah keislaman lebih terbatas. Hal ini kelihatan sekali ketika kemudian sedang sama-sama menguji tesis atau disertasi. Perbedaan anatomi itu kemudian melahirkan saling membutuhkan.
Jakarta, 19 Pebruari 2018-
Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA