Rabu, 20 Desember 2017

Dirjen PAUDNI: Indonesia Harus Bangga

JAKARTA. Indonesia harus bangga memiliki berbagai corak budaya unik. Ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia dengan ciri khas tiap daerah yang menjadi akar kepribadian bangsa, termasuk rias pengantin, yang tidak dimiliki bangsa lain.
 
Hal itu disampaikan Dirjen PAUDNI Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog saat mewakili Wamendikbud bidang Pendidikan Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS, pada penutupan Pemecahan Rekor MURI Uji Kompetensi Tata Rias Pengantin Tradisional di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kamis (27.6).

Menurut Dirjen kegiatan yang melibatkan lebih dari 500 orang ini selain untuk mengukur kompetensi para peserta didik, juga diharapkan menjadi media sosialisasi atas kekayaan budaya Indonesia di bidang tata rias pengantin bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, juga bagi bangsa lain di belahan dunia.

Dalam konteks ini, kata Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi, Psikolog, satuan pendidikan seperti lembaga kursus dan pelatihan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pelestarian dan pembudayaan tat arias pengantin tradisional kepada masyarakat.

“Agar masyarakat memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan tata rias pengantin yang berkualitas dan sesuai dengan pakemnya, maka perlu dikembangkan standar-standar pembelajarannya,” tambahnya.

Namun demikian, Dirjen menyarankan untuk meningkatkan mutu pembelajaran kursus dan pelatihan di bidang tat arias pengantin tradisional tersebut, dapat dilakukan dengan merujuk standar internasional melalui pendekatan adaptasi atau adopsi pendidikan karakter agar dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dlam pembentukan insan cerdas, terampil, dan berakhlak mulia, agar tidak kehilangan jati diri sebagai suatu bangsa.

Untuk itu diharapkan agar Himpunan Perias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati secara terus menerus menggali dan mengembangkan berbagai jenis atau gaya pengantin pada setiap daerah yang nantinya dapat diusulkan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar dikembangkan ke dalam standar-standar pembelajaran.

“Disamping itu diharapkan HARPI Melati mengupayakan untuk mempatenkan hak cipta atas seni tat arias pengantin tradisional tersebut sebagai karya Bangsa Indonesia,” tambah Dirjen PAUDNI.
Selain itu, katanya, lembaga Sertifikasi Kompetensi Tata Rias Pengantin mengupayakan agar uji kompetensi dapat dikelola secara professional dan kredibel, dengan mengutamakan layanan yang prima dan berkualitas serta dapat bersaing di kancah internasional.

Rekor MURI
Sementara itu, Ketua Lembaga Sertifikasi dan Kompetensi (LSK) Suyatmi Harun menjelaskan peserta uji kompetensi tata rias pengantin tradisional diikuti 506 orang yang meliputi 13 gaya pengantin tradisional dari 23 Tempat Uji Kompetensi (TUK) di enam provinsi masing-masing DIK Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur Lampung, dan Bali.

Sedangkan tata rias pengantin 13 gaya tersebut adalah tat arias pengantin gaun panjang, sunda putri, sunda siger, Yogya berkerudung, pengantin Betawi, pengantin Padang, Pengantin Banten Lestari, Pengantin Solo Putri, Pengantin Lampung Pepadun, Pengantin Bali Agung, Pengantin Dayak Kenyah, Pengantin Dayak Bahau, dan Pengantin Balikpapan.

Dengan jumlah peserta sebanyak 506, Uji Kompetensi Tata Rias Pengantin Tradisional ini berhasil memecahkan rekor MURI. “Pemecahan rekor MURI tahun ini tujuannya selain mengukur tingkat kompetensi peserta kursus juga mensosialisasikan tata rias pengantin yang merupakan salah satu kekayaan budaya kita sebagai jati diri bangsa Indonesia kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan bangsa lain di dunia,” tambah Suyatmi Harun. (Sugito/HK)

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia