Sabtu, 07 Oktober 2017

PKBM, Menjangkau yang Tak Terjangkau

Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Dimanapun berada, apapun latar belakang sosial ekonominya, pendidikan sudah semestinya hadir sebagai penuntun dalam kehidupan setiap orang. 

Atas dasar keyakinan itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) hadir dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sebagai ujung tombak akses pendidikan di masyarakat, PKBM berupaya meraih yang sulit terjangkau.

"Reach the Unreachable bukan sekedar slogan, tapi menjadi motivasi kita semua untuk bergerak dan berdaya guna. Masyarakat marjinal kadang tidak mengerti hak-hak mereka, jadi kita harus menjembataninya," kata Ketua Forum Komunikasi PKBM Indonesia (FKPKBMI), Sri Sumarwati, di sela Rapat Koordinasi Program Pendidikan Masyarakat 2013 yang digelar Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), di Yogyakarta, Selasa (4/6). Sri didampingi Jaelani Abubakar, Sekjen FKPKBMI yang juga ketua PKBM Kurnia, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Saat ini, angka buta aksara di Indonesia masih berkisar pada angka 8 juta jiwa. Sebagian besar adalah usia 45 tahun ke atas dan didominasi perempuan.
Jumlah buta aksara juga ada di kelompok lebih muda. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak putus sekolah di kelas 1 atau 2 SD. Para pemuda buta aksara ini ada yang jadi anak jalanan, pengangguran, pekerja domestik sampai terjun ke dunia kriminal dan pelacuran.

"Mereka semua tidak mendapatkan akses pada pendidikan karena kemiskinan atau budaya di lingkungannya. Kondisi-kondisi tak terelakkan itu membuat kemiskinan struktural berlanjut ibarat lingkaran setan," kata Sri yang memiliki anak asuh tidak kurang dari 160 orang di Yogyakarta.

Melayani yang tak terjangkau tentu bukan tugas pemerintah semata. Menurut Jaelani, masyarakat juga harus bergerak. Karena itu, PKBM terus tumbuh sejak 2005 lalu. Hingga saat ini, tidak kurang dari 10 ribu PKBM di seluruh Indonesia, dimana sebagian besar dari mereka tergabung dalam FKPKBMI.
"Kita bergerak bersama pemerintah menuntaskan buta aksara serta menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Memang belum banyak yang kami lakukan, tapi semuanya nyata," kata Jaelani.

Jaelani lewat PKBM Kurnia pimpinannya kini mendidik masyarakat lewat kecakapan hidup. Berbagai kursus seperti kursus menjahit, Bahasa Inggris, tata boga sampai keterampilan mekanik, telah dinikmati banyak masyarakat berstatus ekonomi rendah.

"Kebanyakan yang datang ke tempat saya adalah anak-anak muda pengangguran dan ibu-ibu yang butuh tambahan biaya rumah tangganya. Mereka saya rekrut serbagai pegawai di usaha yang bernanung di bawah PKBM Kurnia," kata Jaelani.

Peran serta masyarakat dalam membantu program pengentasan buta aksara sangat dihargai. Dirjen Paudni, Lydia Ferani Hawadi yang akrab disapa Reni, mengakui tanpa dukungan masyarakat akan sulit mengatasi berbagai program non formal.

"Masyarakat yang paling tahu, apa yang terjadi di sekitarnya. Karena itu respon masyarakat yang tinggi dala PKBM atau semacamnya, sangat dihargai," kata Reni, saat membuka acara Rakornas.

Meski demikian, niat yang mulia harus disertai dengan manajemen dan tujuan yang jelas. Jangan sampai ada upaya-upaya tidak terpuji byang sekedar menginginkan keuntungan dari berbagai penghargaan berupa bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada lembaga-lembaga PKBM.

"Jangan sapai bansos-bansos yang ada tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Maka pemerintah akan terus mengupayakan layanan PKBM yang terbaik kepada masyarakat luas lewat peningkatan kualitas PKBM," tegas Reni.

Saat ini, kata Reni, pemerintah tengah terus menerus mencari terobosan-terobosan baru dalam upaya menuntaskan buta aksara. Meski dinilai luar biasa dalam program pengentasan, tetap saja masih ada buta aksara yang harus diberdayakan.

"Karena itu pemerintah sangat mengharapkan ide-ide dan masukan dari masyarakat terkait program-program rakyat seperti ini. Menjangkau yang tak terjangkau harus dijadikan kerja nyata," tandas Reni. (dianw)

Sumber: www.waspadamedan.com

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia