SKB adalah Unit
Pelaksana Teknis Dinas, di bawah Dinas Pendidikan tingkat kabupaten/kota
yang mengusung tugas pengembangan model pendidikan anak usia dini,
nonformal dan informal di tingkat kabupaten/kota.
SKB memiliki sejumlah program dan layanan yang menitikberatkan pada
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Diantaranya,
program kesetaraan Paket
A (setara SD), dan paket B (setara SMP) bagi anak-anak putus sekolah,
dan kurang beruntung lainnya. Sebanyak 151 SKB yang tersebar di
kabupaten/kota di 25 provinsi saat didirikan pada 23 Juni 1978, melalui
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 206/O/1978 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sanggar Kegiatan Belajar.
Uniknya, Dirjen PAUDNI Kemdikbud Lydia Freyani Hawadi menuturkan,
ketika
Sosialisasi SKB di program Sarapan Pagi, Radio KBR 68H, terdapat
pemilihan pendidikan kewirausahaan dan ketrampilan berdasarkan potensi
daerah yang dimiliki.
"Jadi, tidak hanya belajar pendidikan formal, pendidikan kewirausahaan
diberikan menurut potensi daerah masing-masing," ujarnya di Studio Pusat
Informasi dan Humas, hari ini (24/12).
Mengintip kisah manis dari kesuksesan pendidikan kewirausahaan melalui
SKB, mengungkapkan,"Itu, kita punya contoh dari SKB Banyumas, dan
Kalibagor untuk sentra kerajinan batik
Purwokerto." Kedua SKB tersebut merupakan contoh keberhasilan dari SKB
ketika mberikan pendidikan membatik pada peserta didik, yang kemudian
menjadikan Purwokerto sebagai sentra kerajinan batik.
Intervensi Pengembangan SKB
Saat ini, keberadaan SKB perlu mendapat intervensi pengembangan.
Sebagai informasi, SKB merupakan unit pelaksana teknis Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga (PLSPO)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di era otonomi daerah. Sehingga,
SKB ini berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kotamadya.
Pasca diberlakukan otonomi daerah, landasan hukum keberadaan SKB hanya
berupa peraturan bupati atau peraturan walikota. Tidak ada payung hukum
yang berlaku secara nasional yang mengatur keberadaan SKB.
"Akibatnya, nasib SKB tidak dapat memberdayakan masyarakat di daerah
dengan efektif karena seolah-olah kehilangan induk," tutur Lydia.
Adapun intervensi pengembangan berupa pemberian bantuan dan untuk penguatan program layanan. Sebanyak Rp 600 juta untuk 10 SKB percontohan di Indonesia digelontorkan. Usai sosialisasi, Lydia berpesan akan pentingnya sinergi positif antara pemerintah pusat (Kemdikbud), pemerintah daerah (Dinas Pendidikan Daerah ), maupun pamong belajar sebagai pengelola SKB maupun BPKP untuk intervensj pembenahan. "sinergi kerjasama itu penting supaya dapat efektif lagi SKB," tutupnya.
Sumber : Kemdikbud