Palangkaraya --
Lagu Indonesia Raya yang membahana di Balai Riung Hotel Swissbell,
Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (16/9), mengawali acara puncak
peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-47. Acara yang dihadiri
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh beserta
istri diisi juga dengan pameran hasil karya peserta didik Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) dari seluruh Indonesia, temu wicara yang
menghadirkan sejumlah narasumber kompeten, dan pemberian penghargaan
kepada pemimpin daerah, tokoh keaksaraan, dan warga belajar
berprestasi.
Direktur
Jenderal Pendidikan Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Lydia
Freyani Hawadi mengatakan, Hari Aksara Internasional yang setiap tahun
diperingati adalah wujud komitmen pemerintah terhadap kesepakatan
menteri-menteri pendidikan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Komitmen yang disepakati pada 1965 tersebut bertekad membebaskan
seluruh warga dunia dari ketunaaksaraan.
“Indonesia
telah memperoleh penghargaan aksara King Sejong dari UNESCO. Hal ini
bermakna bahwa jerih payah para tutor keaksaraan, para penggiat di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Taman Bacaan Masyarakat, Rumah
Pintar, dan kegiatan keaksaraan dari perguruan tinggi serta organisasi
masyarakat, organisasi perempuan, lembaga keagamaan, seluruh pemangku
kepentingan yang sangat peduli terhadap pendidikan keaksaraan, telah
mendapat pengakuan internasional,” tutur Lydia di hadapan sekitar 2.500
orang peserta.
Hingga bulan
ini, Indonesia telah berhasil menurunkan angka tuna aksara lansia hingga
tinggal 4,43 persen atau 6,7 juta orang. Disparitas antarprovinsi juga
semakin baik. Kini hanya tersisa tujuh provinsi dengan jumlah tuna
aksara di atas 200 ribu orang yang awalnya sembilan provinsi pada tahun
2010. Capaian ini merupakan prestasi bagi Indonesia karena itu dapat
melampaui target pendidikan untuk semua, yaitu satu juta orang. “Ini
sesuai penetapan UNESCO tentang prakarsa keaksaraan untuk pemberdayaan
atau literacy initiative for empowerment atau dalam konteks bahasa
Indonesia disebut AKRAB atau Aksara Agar Berdaya,” tambah Lydia.
Berbagai upaya
sudah dilakukan untuk mengentaskan ketunaaksaraan yang terintegrasi
dengan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, serta dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Melalui upaya ini dapat diwujudkan
pemberdayaan masyarakat yang mampu menghasilkan aksarawan yang lebih
cakap, berkarakter, dan meningkatkan kualitas kehidupannya.
HAI ke-47
bertema “Aksara Membangun Perdamaian dan Karakter Bangsa”. Adapun
subtema peringatan ini adalah “Melalui Peringatan HAI ke-47 Kita
Tingkatkan Nilai Ke-Indonesiaan yang Berbudaya Damai dan Berkarakter”.
Tema ini diharapkan dapat mengingatkan kembali serta memberi inspirasi
tentang kesungguhan upaya penyelenggaraan pendidikan keaksaraan sebagai
fondasi gerakan membangun manusia berkarakter dan berbudaya damai.
“Bukan hanya sekadar sebagai gerakan pengentasan ketunaaksaraan
semata-mata,” tandasnya.(RA)
Sumber :Kemdikbud