Dalam soal pembentukan IQ, sejumlah ahli salah satunya Dr Bernard Delvin
dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburg, Amerika Serikat
mengatakan faktor genetik atau bawaan berperan 48 persen dalam
pembentukan IQ anak.
Sebanyak 52 persen lainnya dibentuk oleh faktor
lingkungan, antara lain lewat gizi, kasih sayang orang tua, serta
stimulasi atau rangsangan. Bahkan menurut Dr Reni Akbar Hawadi Psi,
kepala bagian Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, ada aliran psikologi yang saat ini berpendapat potensi
genetis itu hanya 20 persen. Selebihnya adalah faktor lingkungan.
"Faktor lingkungan berperan sejak bayi mesih berada di dalam kandungan
ibunya," katanya kepada Republika di jakarta.
Sejumlah penelitian, tutur Reni membuktikan bahwa pada usia kehamilan 20
pekan atau 5 bulan, seorang ibu sudah bisa berinteraksi dengan bayinya,
sehingga sudah bisa memberikan stimulasi. Baik dengan berbicara
langsung kepada bayinya, membacakan buku, hingga mendengarkan musik
klasik yang irama ketukannya sama dengan perkembangan sinaps atau simpul
saraf otak. "Setelah dilakukan penelitian terhadap ibu hamil yang
memberikan stimulasi kepada bayinya usia 20 pekan dan tidak, ternyata
bayi-bayi ibu yang diberi stimulasi berkembang jauh lebih baik," kata
Reni. Selain mengkonsumsi makanan bergizi sejak dalam kandungan yang
disertai stimulasi, Reni mengatakan langkah berikutnya adalah dengan
menyusui bayi. Selain karena air susu ibu (ASI) mengandung lemak
esensial seperti DHA dan AA serta taurin yang membantu pematangan
sel-sel otak, saat menyusui pun terjadi stimulasi dan pemberian kasih
sayang.