Rabu, 21 Maret 2018

Guru Sekolah Internasional Jangan Asal Bule

“Kita pastikan pendidik bukan asal comot dari turis yang liburan tiga bulan, lalu disuruh jadi guru. Kita pastikan anak kita dapat pengajar terbaik.”

Demikian diungkapkan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI) Kemdikbud Lydia Freyani Hawadi. Artinya, guru sekolah internasional itu, jangan hanya karena dia bule, atau warga negara asing. Mereka harus berkualitas dan memenuhi berbagai syarat sebagai guru.

Karena itulah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 31/2014 tentang Kerjasama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan Lembaga Pendidikan Asing (LPA) dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia (LPI).

Permendikbud ini berisi aturan baru terkait perizinan sekolah internasional, salah satunya mewajibkan sekolah internasional untuk mengantongi akreditasi A.

Lydia Freyani Hawadi mengatakan, Permendikbud tersebut ditandatangani sehari setelah penutupan taman kanakkanak (TK) Jakarta International School (JIS), yaitu 23 April 2014, namun baru dipublikasikan sekarang.

“Mereka (sekolah internasional) diminta menyesuaikan diri dengan Permendikbud itu selambatlambatnya 1 Desember 2014. Jika tidak, status mereka bisa diganti menjadi sekolah standar nasional atau ditutup,” tutur Lydia. Menurut Lydia, dari 44 TK dan PAUD internasional yang tercatat, kurang dari lima institusi yang sudah mengurus akreditasi.

Sedangkan, TK dan PAUD yang belum tercatat juga wajib mengikuti aturan dalam Permendikbud baru itu. “Untuk jenjang TK dan PAUD, akreditasi bisa diajukan kepada BAN Pendidikan Non Formal (PNF). Sedangkan untuk SD, SMP, SMA bisa mendaftar ke BAN Sekolah/Madrasah,” ujarnya.

Lydia mengatakan, sekolah internasional yang sudah memperoleh izin sesuai Permendikbud 31/2014 akan dinamakan Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK). Selain akreditasi A, syarat mendapatkan status SPK adalah sekolah internasional wajib mencari mitra setara dari luar negeri, kepemilikan saham terbagi atas 49% saham asing dan 51% saham nasional, serta sekolah internasional wajib memiliki modal penyelenggaraan sekolah selama minimal enam tahun.

“Syarat modal enam tahun ini banyak diprotes, tapi kami jalan terus supaya tidak terjadi hit and run, anak Indonesia dikumpulkan lalu sekolah ditutup tahun depan. Jangka waktu enam tahun diharapkan anak kelas 1-6 aman,” ucapnya.

Lydia menambahkan, Permendikbud itu juga memuat syarat ketat terkait tenaga kependidikan di SPK. Dari sisi jumlah, minimal 30% tenaga pendidik adalah pendidik lokal. Sedangkan, guru asing yang bekerja di SPK harus memiliki pengalaman kerja minimal lima tahun sebagai pendidik di negaranya.

“Tidak boleh guru asing yang fresh graduate langsung mengajar di sini,” katanya. Selain itu, anak-anak Indonesia yang bersekolah di SPK juga wajib terdaftar di Kemdikbud. Tujuannya untuk memastikan mereka mendapatkan pelajaran agama.

Budaya Indonesia
Dari sisi kurikulum, ujar Lydia, siswa Indonesia di SPK wajib mendapatkan pelajaran Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Budaya Indonesia (Indonesian Studies).

Siswa asing juga wajib mendapatkan pelajaran Budaya Indonesia. Lydia mengungkapkan, Permendikbud 31/2014 juga berlaku untuk kursus asing sebagai lembaga pendidikan nonformal.

Menurutnya, selama ini modal dari kursus asing, seperti Wall Street Journal, hampir sebagian besar berasal dari luar negeri.

Dari sisi pendidik, kursus asing juga tidak boleh asal mencomot guru. Lembaga-lembaga kursus itu juga harus mencatatkan diri ke Kemdikbud, termasuk untuk pengajarnya.
[C-5/N-6] 


Sumber: http://sp.beritasatu.com/home/guru-sekolah-internasional-jangan-asal-bule/56186

Copyright © Ren Lydia Freyani Hawadi | Guru Besar Universitas Indonesia