BANDUNG. Pemerintah daerah, baik kabupaten, kota, maupun provinsi harus berupaya keras dan memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan kualifikasi guru TK, dan tidak boleh hanya mengandalkan bantuan dana kualifikasi dari pemerintah pusat.
Hingga kini, kondisi kualifikasi pendidikan guru taman kanak-kanak (TK) masih sangat memprihatinkan. Dari 267.576 guru TK yang terdata di NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) tahun 2013, baru 54.888 orang (20,35%) yang sudah berkualifikasi S1, S2 dan S3. Sisanya yang 212.688 orang masih belum berkualifikasi S1.
Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (Dirjen PAUDNI) Prof. Dr. Lydia Frewani Hawadi, Psikolog, pada saat acara Rapat Sosialisasi dan Koordinasi Program Direktorat Pembinaan PTK PAUDNI tingkat nasional, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/4).
Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari sampai Sabtu (27/4) itu merupakan kegiatan pertama dari tiga rangkaitan kegiatan sejenis. Kegiatan pertama ini dihadiri pejabat dinas pendidikan kabupaten dan kota dari 9 provinsi di wilayah bagian tengah Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Selanjutnya, kegiatan kedua diselenggarakan tanggal 29 April s/d 1 Mei di Bandung yang dihadiri kabupaten, kota di provinsi-provinsi bagian barat Indonesia, dan kegiatan ketiga tanggal 3 sd 5 Mei di Makassar untuk kabupaten, kota dan provinsi di wilayah bagian timur.
Tinggal Tujuh Tahun
Dirjen PAUDNI menegaskan, keharusan guru TK berkualifikasi minimal S1 atau D-4 itu memang ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Selain itu, Guru Besar Psikologi UI juga mengingatkan, dalam pertemuan pejabat kementerian pendidikan dan kebudayaan tingkat ASEAN yang disponsori Bank Dunia belum lama ini, telah menghasilkan kesepakatan bahwa pada tahun 2016 semua guru TK harus sudah selesai mengikuti diklat berjenjang.
Nantinya diharapkan tahun 2020 seluruh guru TK harus sudah berkualifikasi minimal S1. “Artinya, kita sekarang hanya tinggal punya waktu tujuh tahun lagi untuk meningkatkan kualifikasi guru TK yang masih 212.688 orang itu,” ujarnya.
“Kalau hanya berharap menunggu bantuan peningkatan kualifikasi dari Direktorat Pembinaan PTK PAUDNI, tidak akan pernah kelar urusannya. Justru pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi yang harus memikirkan sekaligus merasa gelisah melihat kondisi yang ada. Bapak dan ibu harus berjuang keras meyakinkan kepada bupati, walikota, atau gubernurnya, supaya guru-guru TK yang belum berkualifikasi itu diberikan beasiswa, atau bisa juga menjalin kerjasama dengan dana CSR perusahaan,” tandas Dirjen PAUDNI yang akrab disapa Reni Akbar itu.
“Seharusnya pemerintah daerah bangga kalau bisa membiayai dirinya sendiri. Sekali lagi, kalau hanya mengandalkan bantuan dana dari Direktorat PPTK PAUDNI, sampai kapan pun tidak akan terpenuhi kualifikasi mereka. Saya berharap dinas pendidikan terus berjuang dalam rapat dengan bupati, walikota atau gubernur dan tidak usah malu-malu untuk menyampaikan kebutuhannya,” tambahnya.
Kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap PAUDNI juga tampak dari rendahnya alokasi anggaran pendidikan yang diberikan. Kata Ibu Dirjen, masih cukup banyak daerah yang belum menganggarkan pendidikan minimal 20%. Bahkan, lanjut Dirjen PAUDNI Profesor Reni Akbar, di beberapa kabupaten kota ada yang zero alias tidak ada anggaran sama sekali untuk PAUD. “Begitu pula untuk tuna aksara. Padahal di daerah itu banyak tuna aksara, misalnya di Kabupaten Mimika yang beberapa minggu lalu saya ke sana. Ini sudah keterlaluan. Kalau hanya mengandalkan APBN, tidak akan pernah tuntas,” tegasnya.
Ia juga merasa prihatin, sampai sekarang bidang yang menangani guru TK di daerah bermacam-macam. Ada yang sudah berubah menjadi PAUDNI, ada yang masih PNFI, bahkan ada yang berada di bawah bidang pendidikan dasar. “Saya tidak tahu kapan bisa seragamnya. Sepertinya mengherankan sekali bahwa masalah ini terus menerus berulang yang sama,” tandasnya.
Tunjangan Guru
Pada kesempatan tersebut, Dirjen PAUDNI juga menyinggung masalah penyaluran tunjangan guru TK yang persoalannya sangat kompleks. Ia mengingatkan, dalam setiap kesempatan Rapat Pimpinan (Rapim), Mendikbud Mohammad Nuh tidak bosan-bosannya menanyakan kepada direktorat jenderal terkait yang menangani tunjangan guru, termasuk dalam hal ini Ditjen PAUDNI yang diberi tanggung jawab mengurusi tunjangan guru TK. “Bahkan sudah tidak terhitung jumlahnya, dalam rapat khusus Pak Menteri mengecek langsung kesiapan masing-masing direktorat PTK dalam penyaluran tunjangan guru ini,” kata Ibu Dirjen.
Ia mengakui, mengurus penyaluran tunjangan guru merupakan persoalan yang pelik. Seringkali data rekening bank atau nama guru tidak akurat, sehingga dana tunjangan yang mestinya diterima harus kembali ke negara. Ke depan, diharapkan hal-hal seperti itu tidak terulang lagi. Oleh karena itu, salah satu solusinya, ia minta Direktorat Pembitaan PTK PAUDNI bisa meengambil contoh kabupaten kota mana saja yang sangat sedikit kesalahannya untuk dijadikan sebagai best practice bagi kabupaten kota lain. (M. HUsnul Farizi/HK, Saiful Anam)