Sambas (ANTARA Jogja) - Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini
Nonformal Informal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lydia Freyani
Hawadi mengatakan ada kesalahan dalam realisasi pendidikan untuk anak
usia dini di Indonesia.
"Tidak ada di kurikulum pendidikan anak usia dini mengenai membaca, menulis dan berhitung. Tidak benar itu," kata Lydia Freyani Hawadi di sela Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal Informal Berprestasi 2012 tingkat Provinsi Kalimantan Barat, di Sambas, Rabu.
Menurut dia, seharusnya dalam implementasi pendidikan anak usia dini tetap harus mengacu kepada kurikulum.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia terlalu padat. "Kurikulum yang dibuat belum berpihak kepada hak anak. Ingat, belajar adalah hak anak," kata Seto Mulyadi yang hadir di acara tersebut kepada ratusan pendidik se-Kalbar.
Ia mengatakan pada dasarnya semua anak senang untuk belajar. "Kalau ada yang tidak senang belajar, berarti ada kesalahan di lingkungannya. Mungkin di lingkungan keluarga, sekolah atau sekitar," katanya.
Ia mengajak orang tua maupun pendidik untuk mendidik anak usia dini dengan kasih sayang, dan dalam usia gembira.
Seto Mulyadi mengatakan dampak dari tekanan yang berat terhadap anak untuk belajar di usia dini membuat mereka takut bersekolah. "Akhirnya yang muncul 'phobia school'," ujarnya.
Kondisi tersebut, menurut dia dapat berdampak kepada anak hingga usia sekolah, dan berlanjut menjelang dewasa.
"Dampaknya, muncul kekerasan pada usia muda. Tawuran tidak lagi di jenjang SMA, sekarang hingga jenjang SD pun sudah ada tawuran," kata Seto Mulyadi.
(T011)
"Tidak ada di kurikulum pendidikan anak usia dini mengenai membaca, menulis dan berhitung. Tidak benar itu," kata Lydia Freyani Hawadi di sela Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal Informal Berprestasi 2012 tingkat Provinsi Kalimantan Barat, di Sambas, Rabu.
Menurut dia, seharusnya dalam implementasi pendidikan anak usia dini tetap harus mengacu kepada kurikulum.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan kurikulum pendidikan di Indonesia terlalu padat. "Kurikulum yang dibuat belum berpihak kepada hak anak. Ingat, belajar adalah hak anak," kata Seto Mulyadi yang hadir di acara tersebut kepada ratusan pendidik se-Kalbar.
Ia mengatakan pada dasarnya semua anak senang untuk belajar. "Kalau ada yang tidak senang belajar, berarti ada kesalahan di lingkungannya. Mungkin di lingkungan keluarga, sekolah atau sekitar," katanya.
Ia mengajak orang tua maupun pendidik untuk mendidik anak usia dini dengan kasih sayang, dan dalam usia gembira.
Seto Mulyadi mengatakan dampak dari tekanan yang berat terhadap anak untuk belajar di usia dini membuat mereka takut bersekolah. "Akhirnya yang muncul 'phobia school'," ujarnya.
Kondisi tersebut, menurut dia dapat berdampak kepada anak hingga usia sekolah, dan berlanjut menjelang dewasa.
"Dampaknya, muncul kekerasan pada usia muda. Tawuran tidak lagi di jenjang SMA, sekarang hingga jenjang SD pun sudah ada tawuran," kata Seto Mulyadi.
(T011)